Di tengah geliat industri otomotif, satu pertanyaan klasik sering muncul di benak para pelaku usaha: bagaimana memastikan ketersediaan stok suku cadang yang selalu tepat, tanpa kelebihan atau kekurangan? Pertanyaan ini rupanya juga menjadi 'PR' besar bagi salah satu perusahaan otomotif ternama di wilayah Kedu, khususnya di Outlet.
"Teknologi bukan hanya milik perusahaan besar. Mahasiswa pun bisa memberi solusi konkret lewat riset dan inovasi."
Mengapa Stok Suku Cadang Selalu Jadi Masalah?
Jika Anda pernah berkunjung ke bengkel resmi, pasti akrab dengan aktivitas bongkar pasang suku cadang. Namun, di balik itu, ada tim yang bekerja keras memastikan setiap komponen tersedia. Di wilayah Kedu, tantangan utama mereka adalah tingginya permintaan, ditambah jarak yang jauh dari pusat distribusi dan absennya aplikasi stok yang bisa dipantau secara real-time.
Sampai beberapa tahun lalu, prediksi kebutuhan suku cadang masih mengandalkan 'feeling' dan pengalaman staf lama, dengan kata lain, kira-kira saja. Hasilnya, tak jarang stok menumpuk atau justru kosong di saat paling dibutuhkan.
"Seringkali, masalah klasik justru menuntut jawaban yang sederhana namun tepat sasaran."
Dari 'Feeling' ke Data: Saatnya Mengandalkan Forecasting
Permasalahan klasik inilah yang coba dijawab melalui riset yang dilakukan oleh mahasiswa Teknik Informatika UNIMMA dengan Bimbimngan Dr. Uky Yudatama, S.Si., M.Kom., M.M. Intinya, solusi modern adalah dengan memanfaatkan data penjualan dan metode forecasting alias peramalan. Salah satu teknik yang kami pakai adalah Single Moving Average (SMA), atau rata-rata bergerak sederhana. Metode ini menghitung rata-rata penjualan dalam beberapa bulan terakhir untuk memperkirakan kebutuhan bulan berikutnya. Praktis, mudah diterapkan, dan ternyata cukup akurat!
Bagaimana Prosesnya?
Langkah pertama, data penjualan 30 suku cadang terlaris di Outlet dikumpulkan dari laporan penjualan selama dua tahun. Setelah itu, kami bandingkan dua metode peramalan: metode konvensional (berbasis pengalaman) vs. metode SMA.