Â
Sambas, Kalimantan Barat -- Malam Tujuh Likur menjadi momen istimewa bagi masyarakat Sambas, khususnya di Desa Lumbang Penyengat. Tradisi ini diisi dengan pembuatan kue pasung sebagai sajian istimewa menyambut hari raya Idul Fitri. Tradisi ini sudah dilakukan secara turun-temurun dan masih dilestarikan oleh masyarakat sebagai bagian dari warisan budaya daerah. Selain menjadi bagian dari persiapan menyambut hari raya Idul Fitri, kegiatan ini juga mengandung nilai-nilai sosial dan budaya yang kental.
Malam Tujuh Likur merupakan tradisi masyarakat Sambas yang dilaksanakan pada malam ke-27 bulan Ramadan. Pada malam tersebut, warga berkumpul untuk membuat kue pasung sebagai bagian dari persiapan menyambut hari raya Idul Fitri. Pembuatan kue pasung menjadi simbol kebersamaan dan warisan budaya yang masih dilestarikan. Kegiatan ini tidak hanya sekadar membuat makanan, tetapi juga menjadi ajang kumpul dan mempererat hubungan keluarga dan masyarakat.
Dalam tradisi ini, masing-masing anggota keluarga memiliki perannya masing-masing. Orang tua yang sudah berpengalaman akan mengajarkan teknik membuat kue pasung kepada anak-anak dan remaja, agar pengetahuan ini dapat terus diwariskan kepada generasi selanjutnya. Selain itu, tradisi ini juga menjadi ajang nostalgia bagi warga yang telah merantau dan kembali ke kampung halaman untuk merayakan lebaran bersama keluarga.
Tradisi ini dilakukan hampir seluruh masyarakat Desa Lumbang Penyengat, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Ibu-ibu biasanya berkumpul di dapur untuk membuat kue pasung, sementara anggota keluarga lainnya membantu dalam berbagai proses. Anak-anak juga diajak untuk ikut berpartisipasi agar mereka memahami nilai-nilai budaya dan melestarikan tradisi ini di masa mendatang.
Menurut Ibu Erni (51), warga yang sudah puluhan tahun menekuni tradisi ini, kebersamaan menjadi hal yang paling berharga dalam membuat kue pasung.
"Kami selalu membuat kue pasung bersama keluarga. Tidak hanya soal makanan, tapi juga soal kebersamaan. Saat membuat kue, kami bercerita, berbagi pengalaman, dan anak-anak pun ikut belajar dari tradisi ini," ungkapnya.
Malam Tujuh Likur jatuh pada malam ke-27 bulan Ramadan. Biasanya, persiapan pembuatan kue pasung dimulai pada sore hari dan berlanjut hingga malam hari sebagai bagian dari kebersamaan keluarga. Bahkan sebagian warga sudah mulai menyiapkan bahan sejak pagi agar proses pembuatan berjalan lebih lancar. Menjelang sore, suasana desa semakin semarak dengan kegiatan memasak dan kumpul-kumpul bersama.
Tradisi ini dilakukan di berbagai desa di Sambas, termasuk di Desa Lumbang Penyengat. Hampir setiap rumah tangga juga turut serta membuat kue pasung, yang nantinya akan dinikmati bersama atau dibagikan kepada sanak saudara dan tetangga. Sebagian warga juga membawa kue pasung ke masjid atau musala untuk dibagikan kepada jemaah seusai salat.
Selain di dalam rumah, beberapa kelompok masyarakat juga memilih membuat kue pasung di tempat berkumpul seperti balai desa atau rumah warga yang memiliki dapur lebih besar. Hal ini menambah semarak suasana karena lebih banyak orang yang terlibat dalam proses pembuatannya.
Tradisi Malam Tujuh Likur ini bertujuan untuk mempererat tali silaturahmi antarwarga dan sebagai bentuk rasa syukur menjelang Hari Raya Idul Fitri. Pembuatan kue pasung melambangkan kebersamaan, kehangatan keluarga, serta pelestarian warisan kuliner yang telah diwariskan secara turun-temurun. Selain itu, kue pasung juga dianggap sebagai simbol keberkahan dan rasa syukur atas rezeki yang diperoleh selama bulan Ramadan.
Menurut Ketua RT setempat, Bapak Sumartono, menjaga tradisi ini sangat penting untuk memperkuat identitas budaya masyarakat.
"Kami ingin anak-anak muda tetap melestarikan budaya ini. Malam Tujuh Likur adalah simbol semangat dan kebersamaan menjelang Hari Raya. Tradisi seperti ini harus terus dijaga agar tidak hilang seiring waktu," katanya.
Bagi masyarakat, menjaga tradisi ini bukan hanya tentang kebiasaan turun-temurun, tetapi juga sebagai bentuk penghormatan terhadap nenek moyang yang telah mewariskan budaya ini. Selain itu, momen ini juga menjadi kesempatan untuk berbagi dengan sesama, karena banyak warga yang membuat kue pasung dalam jumlah besar untuk dibagikan kepada sanak saudara maupun tetangga.
Kue pasung dibuat dari campuran tepung beras, gula merah, dan santan yang dimasukkan ke dalam daun pisang berbentuk kerucut, lalu dikukus hingga matang. Kue ini memiliki tekstur lembut dan cita rasa manis yang khas. Proses pembuatannya membutuhkan keterampilan dalam melipat daun pisang agar bentuk kue tetap rapi dan tidak bocor saat dikukus.
Beberapa warga masih menggunakan cara tradisional dalam pembuatan kue ini, seperti mengaduk adonan dengan tangan dan menggunakan alat-alat sederhana. Proses ini dianggap lebih otentik dan menjaga cita rasa khas kue pasung. Selain itu, memasak menggunakan kayu bakar masih menjadi pilihan sebagian warga karena diyakini memberikan aroma yang lebih khas pada kue pasung.
Salah seorang warga, Pak Kartono (50), menceritakan bagaimana ia sudah terbiasa membantu ibunya membuat kue pasung sejak kecil.
"Dulu saya sering membantu ibu memasak kue pasung. Sekarang, saya mengajarkan anak-anak dan cucu saya agar mereka tetap mengenal dan mencintai tradisi ini. Rasanya bahagia bisa meneruskan warisan ini kepada generasi berikutnya," katanya.
Dengan aroma kue pasung yang menggoda dan kebersamaan yang terjalin, Malam Tujuh Likur di Desa Lumbang Penyengat menjadi momen yang penuh kehangatan. Tradisi ini tidak hanya mempererat hubungan antar warga, tetapi juga menjadi bentuk penghormatan terhadap budaya yang telah diwariskan turun-temurun. Warga berharap bahwa generasi mendatang tetap menjaga dan meneruskan tradisi ini agar tidak pudar oleh perkembangan zaman.
Tradisi ini juga menunjukkan bagaimana masyarakat tetap mempertahankan identitas dan nilai-nilai budaya di tengah modernisasi. Meskipun zaman berubah, semangat gotong royong dan kebersamaan dalam pembuatan kue pasung tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Sambas.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI