Mohon tunggu...
Ofi Sofyan Gumelar
Ofi Sofyan Gumelar Mohon Tunggu... Administrasi - ASN | Warga Kota | Penikmat dan rangkai Kata

Today Reader Tomorrow Leader

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Ada Apa di Bale Panyawangan Diorama Nusantara?

9 Juli 2017   14:57 Diperbarui: 9 Juli 2017   17:59 6517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bale Panyawangan Diorama Nusantara (Dokumentasi Pribadi)

Di era kekinian, belajar sejarah dan kekayaan budaya negeri ini rasanya tak cukup bermodalkan buku saja. Perlu media atraktif yang bisa menarik minat generasi saat ini untuk mau mempelajarinya. Di Purwakarta, ada satu tempat yang bisa memenuhi kebutuhan tersebut, namanya Bale Panyawangan Diorama Nusantara.

Ini adalah weekend pertama selepas lebaran. Mau pelesiran keluar kota rasanya tidak memungkinkan, tabungan sudah menipis dipakai mudik lebaran kemarin. Tapi mau diam di rumah juga membosankan, saya perlu keluar rumah tapi gak keluar kota.

Sebagai orang Purwakarta saya sebenarnya tak perlu khawatir. Penduduk Purwakarta kini dimanja dengan beragam destinasi wisata yang mulai banyak bermunculan. Mau wisata alam? Ada. Mau kulineran? Ada. Mau wisata edukasi juga ada. Kalau dihitung jari, lebih dari 10 tempat wisata yang asyik buat dikunjungi di sini. Yang sedang happening saat ini adalah atraksi Air Mancur Taman Sribaduga yang katanya terbesar se-asia tenggara. Tapi, buat ke sini perlu malam hari karena ia hanya dijalankan pada waktu malam.

Pilihan jatuh untuk mengunjungi Diorama Bale Nusantara. Selain masih di pusat kota, saya juga belum pernah sekalipun berkunjung ke sini. Memalukan memang, padahal meskipun tempat ini sudah diresmikan sejak tanggal 15 maret 2017 lalu oleh Menko Maritim, Luhut Pandjaitan. Oh ya, Bale Panyawangan Diorama Nusantara ini terletak di Jalan KK Singawinata, lokasinya berdekatan dengan Bale Panyawangan Diorama Purwakarta dan hanya beberapa langkah dari Stasiun Kota Purwakarta. Dari sini juga anda bisa mengunjungi taman air Sri Baduga Situ Buleud yang terhitung msih ada di area yang sama.

Jadilah kemudian sabtu pagi itu (8/7/2017) saya memacu kendaran menuju tempat ini.

***

Sampurasun, Wilujeng Sumping!

Sapaan hangat khas sunda terucap ramah dari petugas yang menyambut saya ketika memasuki lobi Bale Panyawangan Diorama Nusantara. Saya langsung digiring menuju meja resepsionis untuk sekedar mengisi buku tamu. Tak perlu khawatir soal biaya, karena disini free of charge alias gratis.

Sedikit melongok jumlah pengunjung pagi itu, saya adalah orang ke-37 yang mengisi buku tamu tepat jam 10 pagi. Soal jumlah pastinya bisa jadi lebih dari itu, karena setiap pengisi buku tamu bisa menulis berapa banyak jumlah orang yang diajaknya.

Di sisi kiri lobi, ada mozaik foto-foto seputar daleman gedung ini, anggap saja sebagai teaser yang membikin kita penasaran untuk segera memasukinya. Ada pula digital book yang berisi informasi detail ruangan serta koleksi apa saja yang ada disana. Sementara di dinding kanan meja resepsionis, terdapat key maps yang menjelaskan denah ruangan yang akan dimasuki pengunjung.

Pengunjung Sedang Mengisi Daftar Tamu (Dokumentasi Pribadi)
Pengunjung Sedang Mengisi Daftar Tamu (Dokumentasi Pribadi)
Oh ya, Bale Panyawangan Diorama Nusantara ini semacam museum yang memuat informasi seputar sejarah dan budaya Indonesia. Soal sejarah, disini disajikan cerita dari jaman prasejarah, penjajahan hingga masa kini. Soal budayanya, ada beragam informasi yang disampaikan, seperti rumah adat, tarian, Bahasa, alat musik hingga kuliner khas dari 34 propinsi yang ada di Indonesia. Saya menyebut Bale Panyawangan Diorama Nusantara ini layaknya miniature Taman Mini Indonesia Indah yang dimampatkan dalam satu gedung saja!

Ciri unik dari museum ini adalah penamaan setiap ruangannya yang mengambil nama pulau di negeri nusantara, sebut saja Bale Jawa, Bale Sumatera, Bale Bali dan lainnya. Lobi gedung ini termasuk dalam Bale Jawa yang dilengkapi dengan video layar lebar berupa ucapan selamat datang dari Kang Dedi, Bupati Purwakarta, serta backsound ucapan selamat datang dalam berbagai Bahasa daerah.  

Beruntung saat itu Bale Panyawangan sedikit sepi, saya kemudian bisa menjelajah nyaman dengan didampingi Guide bernama Ananda yang kebetulan nganggur saat itu, hehehe....

Awal perjalanan di museum ini sebenarnya dimulai dari Bale Madura yang berkisah  tentang terbentuknya bumi hingga evolusi manusia. Ada video mapping yang bercerita tentang proses terbentuknya bumi sejak 4,6 Milyar tahun yang lalu. Video dengan narasi dan efek suara yang mantap menggema menambah asyik kita untuk betah menyimak video mappingnya. Terutama saat penjelasan jaman jurasic, dimana video memunculkan ilustrasi beragam dinosaurus. Anak-anak dijamin suka disini.

Berikut ini sekilas video mapping di Bale Madura:

Berturut-turut selepas Bale Madura kita diajak melangkah ke jaman prasejarah di Bale Sumatera, Bale Bali yang bercerita tentang jaman kerajaan Hindu dan Budha, kemudian Bale Lombok dn Flores yang bertutur tentang jaman kerajaan Islam.

Di Bale Flores kita diajak mengenal raja-raja nusantara yang ditampilkan berupa relief. Ada raja Purnawarman dari kerajaan Tarumanegara, Balaputra Dewa dari Sriwijaya,Ken Arok dari raja Singasari, Sri Baduga Maharaja dari kerajaan Sunda Galuh, Raden Patah dari Kerajaan Demak, dan Sultan Hasanuddin dari kerajaan Gowa. Ketika ditanya bagaimana memperoleh gambaran wajah masing-masing raja tersebut, 

Ananda menjelaskan katanya si seniman selain mengumpulkan beragam informasi sejarah juga menggunakan sedikit kemampuan metafisik dalam proses pembuatannya. Hehe,... ceritanya bisa jadi bumbu menarik Nih!  Hanya saja yang sedikit mengusik adalah tidak adanya gambaran raja di jaman Majapahit, padahal kerajaan tersebut boleh dibilang seringkali disebut kerajaan terbesar di nusantara.

Ruangan terbesar di museum ini dinamakan Bale Kalimantan. Disini diceritakan bagaimana akulturasi budaya yang mempengaruhi budaya bangsa ini saat kita berinteraksi dengan bangsa asing. Cerita dimulai dari masa pelayaran hingga masa penjajahan. Dari sini kemudian ditampilkan beragam produk akulturasi budaya tersebut, termasuk arsitektur bangunan, tarian tradisional, Bahasa hingga alat musik.

Selain wall display dan diorama, disini disimpan contoh alat musik tradisional Indonesia berupa alat petik, tiup, getar, gesek dan pukul. Total ada 15 jenis alat yang ditampilkan. Disini saya kemudian baru tahu kalau karinding, alat musik khas sunda, ternyata termasuk jenis alat musik getar. Selama ini saya menganggap cara memainkannya adalah ditiup. Tuh kan ini gunanya datang ke Bale Panyawangan, hehe...

Menariknya kita juga bisa mendengar contoh suara yang dihasilkan dari masing-masing alat musik tersebut dengan menekan tombol disamping masing-masing alat musik. Mau pernah dengar bunyi Sasando? Tinggal pencet tombol merah disampingnya dan kemudian suara merdunya pun akan terdengar.

Berikut sekilas videonya (sumber: Dokpri)

Multimedia berikutnya yang tak kalah menariknya adalah alat yang dinamakan Choptic (moga gak salah nulisnya...). Alat ini berupa peta digital nusantara dimana jika kita meletakkan tangan kita disalah satu wilayah propinsi, akan keluar informasi mengenai daerah tersebut. Sementara sih masih seputar kuliner dan rumah adatnya. Tapi tenang, kata si guide ke depannya akan diinstal lebih banyak informasi didalamnya. Tapi yang pasti, asyiklah buat mengenal lebih detail daerah-daerah di nusantara. Mungkin bisa juga dipakai buat main kuis tebak-tebakan tentang rumah adat dan kuliner khasnya?

Sekilas Video Tentang Choptic:

Melewati beragam ruangan/bale yang ada di gedung ini, saya serasa naik mesin waktu dan menjelajah Indonesia dari mulai jaman prasejarah hingga masa kini. Apa yang ditampilkan di museum ini terus terang membuat saya semakin menyadari akan kekayaan budaya Indonesia. Jujur saja, dengan banyaknya informasi yang ditampilkan disini, rasanya satu dua jam didalam museum ini tak akan cukup untuk menyerap semua cerita yang ditampilkan.

Tak terasa, saya kemudian sudah sampai ujung bagian musem ini. Namun, sebelum keluar gedung, pengunjung juga diajak bermain-main dengan video augmented reality yang menampilkan hewan virtual berbentuk harimau. Caranya, berdiri di depan layar video, dan tunggu si harimau keluar. Mau difoto, atau sekedar mengelus-elus kucing besar virtual ini? silahkan saja...

Berikut ini videonya:

Terakhir, sebelum melangkah keluar pintu, kita diminta untuk berfoto secara digital dan menuliskan kesan tentang tempat ini. satu kata saya tulis: Istimewa.

Berfoto Setelah Menjelajah Museum (Dokumentasi Pribadi)
Berfoto Setelah Menjelajah Museum (Dokumentasi Pribadi)
Ayo kesini, saya tunggu kalian di Purwakarta!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun