Materi selalu memerlukan sesuatu di luar dirinya untuk mengenali identitasnya. Bunyi, misalnya, muncul dari getaran benda yang dipukul-ia tidak otonom. Tetapi pikiran berbeda: ia otonom dari tubuh, karena keberadaannya tidak bergantung pada mekanisme material tubuh.
Oleh sebab itu, apakah seseorang menjadi teistik atau ateistik, moderat atau radikal, tidaklah ditentukan oleh mekanisme biologis otaknya. Pilihan-pilihan moral, pandangan hidup, dan keyakinan manusia tidak muncul dari proses elektrokimia di neuron, melainkan dari ruang kesadaran yang melampaui materi.
Maka, otak tidak bertanggung jawab atas perbuatan manusia, sebagaimana mata tidak bertanggung jawab atas apa yang dilihatnya. Bila seseorang berbuat kriminal, penyebabnya bukan pada otaknya, melainkan pada pikirannya-pada entitas non-material yang mengarahkan dan memberi makna bagi tindakan.
....
Artikel ke 2 :
YANG BERPIKIR: OTAK ATAU AKAL PIKIRAN?
Dalam menjelaskan manusia-termasuk aspek ruhaniah, berpikir, dan psikologis- kaum materialis cenderung menjadikan unsur fisik sebagai dasar penjelasan.
Bagi mereka, aktivitas berpikir adalah hasil kerja otak. Otak, dengan segala keajaiban miliaran saraf dan kompleksitas jaringannya, dianggap sebagai mesin berpikir itu sendiri.
Maka, dalam pandangan materialis, berpikir tidak lain adalah proses elektrokimia dalam otak. Pikiran dianggap  "produk sampingan" dari aktivitas neuron.
Pendekatan ini membuat "pikiran" kehilangan statusnya sebagai realitas ruhaniah; ia direduksi menjadi sekadar fenomena biologis.
Padahal, otak dan pikiran berbeda secara substansial.
Otak adalah materi: dapat disentuh, dipindai, dan dipelajari lewat alat teknologi, Sedangkan pikiran, akal budi, intuisi, atau hati nurani adalah hal-hal nonmateri-abstrak, ruhaniah, dan hanya dapat disadari keberadaannya lewat refleksi diri.
.......
OTAK SEBAGAI SARANA-BUKAN SUBYEK YANG BERPIKIR
Pertanyaan sederhana :
Yang cerdas itu otak, atau pikiran,Yang bodoh itu otak atau pikiran ?