Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kebenaran itu Tersusun Secara Hierarkis...

6 September 2013   22:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:15 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

………..

Suatu waktu ada seorang musafir yang telah banyak makan asam-garam kehidupan … seorang yang sudah berusia cukup lanjut yang tengah berjalan menyusuri sisi bukit sebuah alam pegunungan yang sunyi dan sepi … hanya suara cicit burung burung yang kedengaran …..

Setelah lama berjalan .. pandangannya terantuk pada seorang pemuda yang tengah duduk tepekur persis seperti patung Rodin..hanya bedanya sang pemuda masih memakai celana ..

Lama sang musafir memperhatikan anak muda itu dari kejauhan seolah ia tengah mencoba menebak apa yang tengah difikirkan oleh sang pemuda itu … lalu ia menghampirinya sembari menyapanya : ‘ apa yang tengah engkau cari dan tengah engkau fikirkan wahai anak muda (?)’ ……

‘sebenarnya aku tengah mencari kebenaran … wahai orang tua’ …sahut anak muda itu

‘apakah engkau telah menemukannya ..’ tanya sang orang tua

‘sesungguhnya sebagian telah aku temukan dan sebagian lagi belum ..’ sahut nya

‘mengapa sebagian masih belum engkau temukan’ … tanya sang orang tua..seolah makin penasaran

‘sesungguhnya sebagian dari kebenaran telah aku temukan yaitu kebenaran yang telah bisa aku tangkap dengan pengalaman dunia indera ku .. dan yang dunia inderaku tak bisa menjangkaunya maka aku berteori dan berhipotesa…’.. lalu lanjutnya : ‘tetapi ada yang belum bisa kutemukan di dunia ilmu empirik yang telah dijejali oleh beragam teori dan hipotesa itu yaitu kebenaran rasional yang diluar dimensi kebenaran empirik’…’akal ku seolah ingin mencoba menangkap adanya grand konsep - konstruksi besar dibalik apa yang dunia panca inderaku bisa menangkap dan memahaminya’

‘aku mencari cari bentuk kebenaran tertentu yang akal ku bisa menangkap dan memahaminya diluar dari penangkapan dan pemahaman langsung manusia terhadap hal hal yang bersifat empiris yang bisa ditangkap oleh pengalaman dunia inderawinya’ …

‘lalu setelah itu ternyata aku merasa belum puas … karena batinku seperti senantiasa mencari hal hal yang tertinggi dan terdalam sebagai essensi dari keseluruhan yang dunia indera dan akal ku telah bisa menangkap dan memahaminya .. aku ingin menjangkau bentuk kebenaran yang memiliki level yang lebih tinggi dan lebih dalam lagi yaitu bentuk kebenaran hakiki-essensial yang hatiku bisa menangkap dan menghayati keberadaannya’ …

Demikian anak muda itu memberi penjelasan yang cukup panjang lebar ….

Lalu sahut orang tua itu : ‘berbahagialah engkau wahai anak muda sebab engkau sebenarnya berbakat menjadi pencari kebenaran sejati … karena banyak orang di zaman ini yang justru masih terpenjara di wilayah dunia empirik yang tertangkap dunia indera .. bergumul dari satu teori ke teori yang lain,dari satu hipotesa ke hipotesa yang lain tetapi akal nya tak bisa membawanya ke level ilmu dan kebenaran yang lebih tinggi .. dan lebih dalam dari itu demikian pula hati nuraninya .. seolah baginya kebenaran empirik adalah bentuk kebenaran tertinggi dan terakhir’ ….’ia selalu melihat dan menyikapi segala macam problem keilmuan dan kebenaran dengan kacamata metodologi ilmu empirik dan mengandalkan teori tertentu untuk menyelesaikannya … hanya sebatas itu … dan selalu begitu..’

‘itu sebab aku menyendiri di sini wahai orang tua … karena dalam hiruk pikuk dunia ilmu empirik dengan segala bentuk perdebatan teoritifnya apa yang lebih tinggi dan lebih dalam dari semua yang dunia panca inderaku bisa menangkapnya itu  seperti sulit aku temukan dan aku hayati’ …. sambung sang anak muda

Lalu kata sang orang tua : ‘sesungguhnya engkau memiliki dunia indera-akal dan hati nurani yang hidup wahai anak muda dan engkau sedang mengalami proses  alami menuju ke level kebenaran yang lebih tinggi .. karena ketahuilah bahwasanya kebenaran itu terstruktur secara hierarkis mulai dari apa yang dunia indera bisa menangkapnya hingga yang tertinggi dan terdalam yang bersifat essensial yaitu apa yang hati nurani bisa menangkap dan menghayatinya’..

‘tetaplah di sini … dalam kesunyian … sampai engkau bisa menemukannya…tetapi ketahuilah … sebenarnya engkau tak akan bisa menjangkau muara yang paling dalam dari ilmu pengetahuan kecuali engkau telah dan selalu berhubungan dengan Tuhan …’

‘karena Tuhan memberi manusia dunia indera-akal dan hati tentu semua itu untuk digunakan secara maksimal untuk menangkap ilmu dan kebenaran dari berbagai level mulai dari yang terendah hingga ke level yang tertinggi dan terdalam’ ….

Demikian petuahnya lagi seolah hendak mulai memberi sang anak muda sentuhan sentuhan terakhir ….

……………

Demikian sang orang tua memberi apresiasi tinggi atas apa yang tengah dicari oleh jiwa sang anak muda … lalu setelah mereka berbincang sekian lamanya tentang berbagai hal menjelang malam tiba mereka pun berpisah sambil sebelumnya saling berpelukan …

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun