Mohon tunggu...
Ugie Ginano
Ugie Ginano Mohon Tunggu... Wiraswasta - Peneliti dan Mahasiswa Master Lingusitik

Menulis tentang topik terkini dan sesuatu yang terpikirkan mengenai topik erkini

Selanjutnya

Tutup

Politik

Benarkan Pencalonan Gibran Merupakan Praktik Nepotisme?

27 Desember 2023   10:26 Diperbarui: 27 Desember 2023   10:52 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada hari Senin, 16 Oktober 2023, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan uji materi Pasal 169 huruf q UU no. 7 tahun 2017 tentang pemilu yang mengatur batas usia minimal untuk seseorang bisa mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden. Sebelumnya, seorang mahasiswa Universitas Sebelas Maret Ahmad Tsaqibbirru mengajukan uji materi aturan tersebut. 

Hasilnya, MK mengabulkan petisi untuk mereka yang berusia dibawah 40 tahun dan pernah berpengalaman sebagai kepala daerah untuk mencalonkan diri. Alhasil, hal ini menjadi pintu masuk untuk Walikota Solo Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi calon wakil presiden berpasangan dengan Prabowo Subianto.

Pada akhirnya, Gibran ditetapkan sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo, sekaligus menjadi cawapres termuda dalam gelaran pesta politik kali ini. Sontak, hal ini menuai kecaman dan kritikan. Pasalnya, Gibran diusung sebagai cawapres melalui Partai Golkar, sementara Gibran sendiri merupakan kader PDI Perjuangan. 

Banyak yang menyebut bahwa Gibran akan bernasib sama dengan adik iparnya sendiri sekaligus Walikota Medan Bobby Nasution yang dicopot keanggotaan partainya tersebut karena menolak mendukung pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. 

Tetapi Fahri Hamzah juga menyebut bahwa Gibran sebenarnya masih merupakan anggota PDIP, sembari membandingkan kasusnya dengan saat Jusuf Kalla mencalonkan diri sebagai wakil presiden mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono pada 2004 silam. JK yang merupakan kader Golkar saat itu berpasangan dengan SBY yang notabene ketua umum Partai Demokrat.

Selain polemik tersebut, satu hal yang cukup mencolok adalah dugaan nepotisme. Perlu diketahui bahwa saat putusan MK mengenai batas usia minimal pencalonan dibacakan, hakim ketua MK saat itu adalah Anwar Usman, yang merupakan adik ipar sang presiden. Hal ini juga menuai polemik. 

Bahkan, keluarga Presiden Jokowi harus dilaporkan ke KPK atas tuduhan tersebut oleh berbagai pihak, dua diantaranya adalah Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Persatuan Advokat Nusantara (PAN). Tidak hanya menyeret Jokowi, Gibran dan Anwar, tetapi juga putra presiden yang lain Kaesang Pangarep, yang saat itu juga baru ditunjuk sebagai ketua umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Menurut para pelapor, seharusnya hubungan kekeluargaan tersebut dibuka secara luas sebelum uji materi tersebut diterima. Tuduhan tersebut semakin keras terdengar sejak Anwar sendiri terbukti melakukan pelanggaran etik berat dan harus dicopot dari ketua majelis MK.

Dari pihak pelapor, tuduhan ini beralasan yang kuat, karena sejak awal, Anwar Usman diduga memiliki konflik kepentingan dalam memutus perkara tersebut, mengingat Gibran merupakan keponakannya sendiri. Laporan tersebut menggunakan dasar Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009. Memang masuk akal jika dilihat dari sisi ini. 

Pasalnya, jika memiliki koneksi kekeluargaan di salah satu lembaga, maka salah satu pihak akan diuntungkan karena hubungan keluarga tersebut. Salah satu pihak yang juga mempertanyakan keabsahan putusan tersebut adalah Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Hasto menilai sejak Anwar diputus bersalah karena pelanggaran etik berat, maka putusan awal yang dianggap menguntungkan Gibran juga patut dipertanyakan keabsahannya. 

Hasto juga menyebut bahwa seharusnya tidak boleh ada manipulasi atau rekayasa manipulasi hukum dalam menghasilkan seorang pemimpin. Praktik tersebut dinilai merupakan usaha untuk mengebiri demokrasi. Bahkan, ada juga yang membandingkan situasi saat ini dengan masa Orde Baru, dimana presiden soeharto cenderung permisif ketika melihat anak-anaknya memasuki duna bisnis dan politik. 

Beberapa anak presiden juga sempat menduduki jabatan strategis, seperti Tutut yang sempat menjabat sebagai Menteri Sosial pada tahun 1998, nyaris 32 tahun semenjak Soeharto memonopoli kursi kepresidenan, atau ketika Tutut bersama Bambang Trihatmodjo yang masuk sebagai pengurus Partai Golkar setelah 25 tahun kepresidenan Soeharto. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun