Mohon tunggu...
Bujang
Bujang Mohon Tunggu... Editor - Melihat Dari Sudut Pandang Lain

Penulis Sejati

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Politik Ketokohan Sumatera Barat

3 November 2020   16:23 Diperbarui: 3 November 2020   16:29 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apakah pilihan masyarakat Sumatera Barat  terhadap calon yang maju di pileg dan pilkada berbeda atau sama?. Jika sama berarti Gerindra mendapatkan "efek ulang" pemilu 2019. Namun, jika berbeda, dukungan masyarakat terhadap Gerindra dan Prabowo di pemilu 2019 karena ketokohan bukan pilihan terhadap keberpihakan partai.

Kenapa Gerindra yang penulis contohkan di pengantar ditulisan ini, karena partai ini yang mendapatkan efek ekor jas dengan sosok Prabowo. Gerindra berhasil mengusung calon gubernur dan wakil gubenur di Pilgub 2020 tanpa berkoalisi dengan partai lain. 

Jumlah kursi yang didapatkan tersebut adalah hasil dari pemilu 2019. Apakah ketokohan Prabowo berhasil menang di pemilu 2014 dan 2019 di Sumatera Barat berdampak dengan tokoh yang diusung Gerindra di Pilkada 2020? Atau masyarakat punya pilihan berbeda terhadap tokoh yang dipilih dalam pilkada.

Dukungan terhadap prabowo pada pemilu 2019 sebagai calon presiden, tidak lah sama dengan dukungan masyarakat terhadap kader Gerindra di pilkada 2020. 

Ada beberapa alasan yang menyebabkan kalau hal ini berbeda: (1) masyarakat memilih Prabowo karena sedang menentukan calon presiden; (2) masuknya Gerindra ke pemerintahan Jokowi secara prinsib bagi masyarakat berdampak dengan suara Gerindra; dan (3) ketokohan lebih menentukan dibandingkan pilihan terhadap partai politik. Kini, masyarakat memilih pasangan gubernur, walikota, dan bupati---bukan pasangan presiden.

Saya tidak membahas alasan pertama dan kedua, tetapi lebih fokus terhadap poin ketiga: ketokohan dan partai politik. Politik ketokohan tidak lah fenomena yang terjadi di Sumatera Barat saja, kecendurungan pemilih terhadap tokoh lebih besar dibandingkan pilihan terhadap partai politik. Tetapi, faktor "tokoh" bagi masyarakat Sumatera Barat dalam menentukan pemimpin bukan lah alasan yang saya keluarkan hari ini, namun sudah ada sejak dulu: takah, tageh, dan tokoh.

Dari berbagai riset tentang partai politik. Partai yang serius dalam menggerakan mesin partai adalah PKS. Namun, pergerakan PKS tidak lah sekuat di kota dibandingkan level kabupaten. Kaderisasi dan ideologi partai mempengaruhi pilihan dan pergerakannya dalam pilkada. Arahan pimpinan partai  PKS terhadap kadernya lebih cepat pergerakannya dibandingkan partai lain. Makanya, PKS partai yang siap dengan kondisi apapun.

Menariknya. PKS di pilgub Sumatera Barat saat ini tidak lah sama dengan pergerakan PKS sebelumnya. Kemenangan Irwan Prayitno di dua periode pemilihan gubernur atau pilkada kota Padang. Terdapat beberapa alasan yang menyebabkan PKS tidak bekerja dengan baik (1) dukungan Irwan Prayitno tidak  penuh terhadap Mahyeldi. 

Secara politik Irwan sebelumnya lebih memilih Riza Pahlevi dibandingkan Mahyeldi, apakah saat ini dukungan tersebut kepada Nasrul Abit? ; dan (2) berdirinya partai gelora menyebabkan mesin PKS terbelah dua. Kader yang percaya dengan loyalitas Anis Matta dan kader yang bingung dengan terbukanya konflik internal PKS.

Tokoh 

Nama-nama calon gubernur dan wakil gubernur, saya  menyebutnya berdasarkan nomor urut: Mulyadi-Ali Mukhni, Nasrul Abit-Indra Catri, Fakhrizal-Genius Umar, dan Mahyeldi-Audy. Empat pasang calon ini akan memperebutkan posisi gubernur dan wakil gubernur. Ketokohan dari empat pasangan calon ini menentukan siapa pemenang pilgub Sumbar 2020.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun