Mohon tunggu...
Bujang
Bujang Mohon Tunggu... Editor - Melihat Dari Sudut Pandang Lain

Penulis Sejati

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Politik Ketokohan Sumatera Barat

3 November 2020   16:23 Diperbarui: 3 November 2020   16:29 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perbedaan partai yang mendukung para kandidat tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap calon. Terjadi perbedaan sikap kader partai dengan dukungan partai terhadap kandidat. Pilihan partai dalam mengusung kandidat sebagai proses administrasi pendaftaran semata, sikap kader dibilik suara cendrung berbeda.

Pada pemilu 2019 fenomena yang sama juga terjadi dibeberapa kader partai politik yang punya pilihan berbeda dengan sikap partainya. Partai yang mengusung Prabowo-Sandi dan Jokowi-Ma'ruf. Tulisan tentang ini pernah diulas di kolom Detik.com ("Split-Ticket Voting" di Pemilu 2019, 26 Maret 2019). 

Split-ticket voting sendiri merupakan perilaku pemilih yang memberikan suara kepada paslon yang berbeda dari yang dicalonkan oleh parpol yang diusung. Hideaki Murase berargumen dalam artikelnya  A Theory of Split-Ticket Voting,  fenomena ini dapat digambarkan sebagai pilihan elite partai yang tidak sejalan dengan keinginan basis massa mereka.

Fenomena di Pilgub Sumbar 2020. Basis massa partai memilih calon gubernur dan wakil gubernur lima tahun kedepan tidak sedang mendorong kader partai untuk lolos parlemen, tetapi memilih gubernur dan wakil gubernur. Perbedaan partai pengusung tidak menjadi persoalan untuk memilih pasangan yang berbeda dari pilihan yang diusung partai. 

Elite partai mengusung kandidat tentu punya kepentingan personal atau yang berpotensi menang. Namun, kenyataannya kepentingan personal elite partai berlawanan dengan keinginan basis massa. Elite lebih mendahulukan "uang perahu" dari pada dukungan terhadap kandidat yang berpotensi menang.

Masyarakat Sumatera Barat adalah pemilih yang rasional. Pemilih yang tidak mudah terjebak dengan elite. Pemilih yang menentukan pilihan politiknya karena alasan-alasan yang masuk akal, misalnya, Takah, Tageh, dan Tokoh. Selain itu, pemimpin yang berbuat lebih mendapatkan perhatian "khusus" dibandingkan pemimpin yang hanya "berjanji". Sebagai pemilih yang rasional, "kanai kicuah" bagi masyarakat Sumatera Barat cukup sekali. Setelah itu, pemimpin tersebut tak lagi punya harapan secara "elektoral".


Singkat kata. Langkah untuk menjadi pemimpin di Sumatera Barat memang bukan kerja satu atau dua hari. Partai politik hanya membantu untuk meloloskan kandidat bisa bertarung  di pemilihan, tetapi keputusan dibilik suara tergantung masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun