Mohon tunggu...
Shofiuddin Al Mufid
Shofiuddin Al Mufid Mohon Tunggu... Dokter

Health Proletarian âš• | Bariton yang Berisik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Refleksi Patriotisme Lafran Pane dalam Periodisasi HMI era Kontemporer

5 Februari 2025   17:34 Diperbarui: 5 Februari 2025   18:12 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Lafran Pane (Sumber: yakusa.id)

Tepat pada tanggal 5 Februari 1947, 78 tahun sudah HmI turut menggoreskan tinta-tinta warna dalam lembaran histori perjuangan. Didirikan dengan kerangka keislaman dan keindonesiaan, HmI hadir sebagai jawaban akan situasi pasca kemerdekaan. Dengan membawa tujuan utama untuk mempertahankan negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia, serta menegakkan dan mengembangkan ajaran islam, HmI sudah seperti pena suci yang lahir dari rahim yang penuh dengan enigma sosial.

Lebih dari tiga perempat abad adalah waktu yang cukup untuk melahirkan kader-kader yang jumlahnya kini sudah miliunan. Seterusnya suatu keharusan bagi seorang kader untuk mengilhami lembar-lembar sejarah masa silam dengan menyoroti momen krusial dalam kelahiran dan dinamikanya. Setidaknya 11 fase momentual telah HmI lalui dari konsolidasi spiritual hingga era kontemporer. Situasi kemunduran Islam dalam paradigma sekuler mahasiswa ditambah kebimbangan arah kemerdekaan telah memantik percikan neuron dalam korteks prefrontal seorang Lafran Pane untuk kemudian menjadi cikal bakal berdirinya HmI.

Lafran Pane saat itu adalah seorang mahasiswa semester I di STI (Sekolah Tinggi Islam). Darah padangnya mendidih ketika mendeklarasikan pendirian HmI tanpa gentar bersama 14 orang temannya pasca kegagalan konsolidasi sebelumnya. Husein Yahya tampaknya memegang peran kunci dalam momen krusial ini karena mengizinkan para mahasiswanya memakai jam kuliah tafsir untuk rapat. Sejak hari itu, komitmen perjuangan HmI mulai dilabuhkan. Bagai pinisi kecil yang terombang-ambing di lautan, organisasi terbesar ini tidak lahir tanpa serta merta, menjadi antitesis dari sekularisme beragama di kalangan mahasiswa bukanlah sesuatu yang mudah bagi Lafran Pane dalam memasukkan pembaharuan pemikiran Islam. Tidak kurang 9 bulan reaksi-reaksi konfrontasi terhadap pendirian HmI terus bergulir, fase ini menjadi yang terberat setelah deklarasi, yaitu pengokohan eksistensi HmI.

Mata air keteladanan Lafran Pane diberikan dalam perwujudan sintesisme Islam, idealisme dan keteguhannya dalam mempertahankan sisi kebenaran ilmiah. Fakta yang ada pun disangkal oleh Lafran untuk menjaga sifat tawadhu'nya, menjadi pendiri HmI dan resmi dianugerahi sebagai pahlawan nasional sejak 6 November 2017. Mengasosiasikan periodisasi organisasi dengan keteladanan Lafran membawa penulis untuk sampai pada fase pengokohan HmI (5 Februari -- 30 November 1947), tampaknya ada hal kecil yang perlu disorot lebih terang. 

Fase pengokohan menitikberatkan pentingnya eksistensi dan pelebaran pengaruh, dengan itu HmI mulai membentuk cabang baru seperti di Klaten, Solo, dan Yogyakarta. Pengurus HmI bentukan 5 Februari 1947 secara otomatis menjadi PB HMI pertama dan merangkap sebagai pengurus HmI Cabang Yogyakarta I. Hal ini memunculkan stigma bahwasannya HmI bersifat eksklusif hanya untuk mahasiswa STI, sehingga untuk menghilangkan apriori negatif, pada tanggal 22 Agustus 1947 PB HMI melakukan reshuffle. Ketua langsung meminta untuk digantikan oleh H.M. Mintaredja dari Fakultas Hukum BPT GM, sedangkan Lafran Pane menjadi Wakil Ketua merangkap Ketua HmI Cabang Yogyakarta. Sejak itu mahasiswa BPT GM, STT mulai berbondong-bondong menjadi anggota HmI.

Menelusuri Muara Mata Air Keteladanan Lafran Pane

Ideopolstratak wajar saja digunakan sebagai alasan, namun lebih dari itu seharusnya kita bisa melihat bagaimana visi organisasi diartikan dengan sangat ideal dalam kacamata founding fathers, menyisihkan kepentingan personal demi mengedepankan loyalitas dan militansi atas dasar cita-cita bersama. Tindakan Lafran Pane dapat disikapi sebagai keteguhan prinsip yang menjadi warisan moral bagi kader HmI di setiap generasi. Namun, dalam realitas HMI era kontemporer, nilai pengorbanan Lafran Pane justru semakin terpinggirkan, tergantikan oleh pragmatisme yang sering kali mengaburkan idealisme organisasi.

Infiltrasi kepentingan politik praktis seringkali membuat HmI mulai kehilangan independensinya. Kepentingan jangka pendek justru lebih diminati daripada dedikasi terhadap perjuangan intelektual Islam sebagaimana yang dicontohkan oleh Lafran Pane. Sampailah kita pada fase tantangan kedua, indikator kemunduran HmI mulai tampak prominen, badai ancaman justru datang dari tubuh internal yang krisis akan militansi kader karena terkubur oleh tanah subur pragmatisme. HMI terlena dalam romantisme era kejayaan, koloni berhasil ditumpas tapi paregreg-paregreg mulai tumbuh bertunas.

Nilai keIslaman mulai menjadi identitas yang nir-implementasi, kongres hingga konfercab bak gelanggang tanding, sementara kakanda asyik berpesta di istana, begitu banyak isu tapi HmI memilih membisu. Pada sisi eksternal, HmI semakin kehilangan eksistensi dan arah pergerakan buntut terkikisnya idealisme dan buruknya kontrol pragmatisme. Rasanya seperti dejavu, fase pengokohan eksistensi organisasi harus terulang kembali di era masa kini, sayangnya harus terjadi pada organisasi yang sudah begitu besar namanya.

Terlepas dari apapun itu, tetaplah terbit terang setelah gelap mulai habis, nyatanya bumbu kegelapan tetap dibutuhkan untuk melihat sinar cahya rembulan. Semoga saja hipotesa ini benar, bahwa fase ini akan menjadi turn back point yang tajam untuk menuju era kebangkitan yang terus diusahakan. Milad ke-78 HMI sudah semestinya membawa semangat pembaruan paradigma insan cita yang sejati, maka mari kita susun kembali gerbong yang terputus, kader-kader miliunan harus mampu merangkai gerbong besar intelektual Islam untuk kemaslahatan Bangsa. Akhirnya tumbuh suburlah himpunanku dalam khidmat keIslaman dan keIndonesiaan itu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun