Mohon tunggu...
Tutut Setyorinie
Tutut Setyorinie Mohon Tunggu... Akuntan - Lifelong Learner

hidup sangatlah sederhana, yang hebat-hebat hanya tafsirannya | -Pramoedya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Balada Churros

26 Agustus 2016   18:48 Diperbarui: 27 Agustus 2016   01:07 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: churros | Sumber Gambar: loolha.com

“Kau sudah sangat cantik, Tuan Putri. Apa lagi yang mesti digelisahkan?” tanya seorang pelayan. Ia adalah seorang lelaki muda berbadan tegap dengan rambut hitam yang sedikit panjang.

“Bawa aku sejauh mungkin, Arnold. Bawa aku berkelana ke desa atau tinggal di hutan daripada harus menetap disini dan menikah dengan si brengsek Ferdinand,” ucap si Putri. Matanya menggambarkan gurat kebencian dan ketakutan yang sangat dalam.

Sang pelayan menggeleng mantap. “Raja Ferdinand terlalu berkuasa di sini, Tuan Putri. Sekalipun kita kabur, mereka pasti bisa menangkap, cepat atau lambat. Dan aku takut itu akan berujung pada kematianmu, Tuan Putri.”

“Aku lebih mati. Sungguh, Arnold. Aku benar-benar tak tahan, apalagi nanti setelah menjadi istrinya. Tahukah kau sudah berapa wanita cantik yang dinikahinya selama ini?”

Pelayan itu menggeleng lagi—antara tak tahu atau tak berani menjawab.

“Sepuluh!” lanjut si Tuan Putri setengah membentak. “Tinggal tunggu waktu saja untuk menikah dengan orang lain setelah dia menikah denganku.”


“Tapi anda terlalu berharga untuk mati, Tuan Putri. Saya yakin anda bisa melewatinya dan.. dan.. bahagia,” balas si Pelayan takut-takut. Pandangannya ditundukkan sedalam mungkin hingga yang dilihatnya hanyalah lantai marmer tempat ia dan Tuan Putri berpijak.

Tuan putri menggeleng. Setetes air mata berhasil jatuh menggelinding di pipi tirusnya lalu ke kepalan tangannya. “Setelah malam nanti, kau tahu aku tak akan bahagia lagi, Arnold. Kebahagiaanku akan mati. Dan tunggu waktu saja ketika ragaku menyusulnya.”

--

Tak ada orang yang tak mengagumi pesta megah itu. Alunan musiknya. Dekorasi panggungnya. Hingga sajian makanannya—membuat siapapun ingin berlama-lama berada disitu. Kastil megah itu seperti sudah disihir menjadi surga kecil yang sangat memesona.

Semua tamu raja sudah hadir dan duduk di singgasana yang telah disiapkan. Dan sementara itu beratus hingga beribu-ribu rakyat sudah menunggu di luar kastil—antara ingin menyaksikan pernikahan si Tuan Raja dan ingin mencicipi kelezatan kalkun dan berbagai hidangan lezat lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun