Serupa teror, intelijen bisa menduga ada serangan, tapi bagaimana itu terjadi secara persis adalah kerahasiaan yang pejal. Demikian yang terjadi pada Dkils, yang sedang jatuh cinta, yang sedang ter-Louis Amstrongkan. Gemuruh kecil menggerogoti perutnya.Â
Wajah nenek Yanto kembali menebar senyum kemenangan. Kemarin nasi kotak, pagi ini sarapan pagi bersama kekasih. Apakah si nenek memelihara sentimen kepada pikiran-pikiran politiknya yang seringkali berseberangan dengan cucunya?
Preet. Maaaak, celaka aku! Yanto ingin berteriak tapi kata-kata terlanjur menyibukan diri dengan kepanikan yang senyap. Ada indomaret 250 meter di muka. Belok kanan.Â
"Dik, saya bisa pinjam WC-nya?"
"Ngisi buku tamu dulu, Bang," jawab adik manis berkepang dua di balik mesin kasir. "Maksudnya gimana?"
"Biar kalau dibawa pulang, kami tau nyari WC-nya kemana Bang. Hihihi."
"Bisa ae bungkus Kinder Joy. Sudah diujung nih," serapah Dkils tertahan.Â
"Apanya yang diujung? Aih, baru juga buku tamu, sudah diujung aja abang ini." Balas si adik genit-genit kodok sawah.Â
Dkils bergerak cepat ke lorong yang menyambungkan WC dan gudang barang. Sebuah pintu tertutup rapat. Ada seorang karyawati lain yang sedang berdiri di sana. "Masih ada orang, Bang."
Alamaak. Mati aku!
"Sudah lama?"
