Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Freelancer - Nomad Digital

Udik!

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Serie A di Youtefa

8 November 2019   11:22 Diperbarui: 10 November 2019   08:29 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Juventus 94/95 | thesefootballtimes.co

Serie A dan Youtefa, di antara Italia dan Jayapura-memangnya ada urusan apa?

Hari ini, ketika mendengar kata Youtefa, kebanyakan orang mungkin segera terbayang pada salah satu ikon baru kota Jayapura. 

Sebuah jembatan megah yang baru saja diresmikan Joko Widodo 28 Oktober. Jembatan ini menghubungkan Jayapura dengan Distrik Muara Tami. 

Sedang bagi sebagian lagi yang menyelesaikan masa bocah dan remaja di Jayapura, Youtefa jauh lebih besar dari jembatan beranggaran 1,8 milyar itu. Youtefa yang lebih besar hadir dalam dua kenangan. 

Pertama, menunjuk pada sebuah teluk dengan pemandangan laut yang indah. Apalagi jika melihatnya dari dataran Skyline. 

Tempo Travel misalnya menulis: Sebagai destinasi wisata bahari, Teluk Youtefa terbilang komplit. Ia memiliki hutan bakau sepanjang 200 meter dari garis pantai.

Pohon bakau pun bisa setinggi 7-12 meter, bisa dibayangkan rimbunnya Teluk Youtefa, jauh dari kesan pantai yang terik. Belum lagi ditambah keindahan pantai, tanjung, hutan dataran rendah, Youtefa bisa membuat wisatawan betah. 

Sedang yang kedua, menunjuk pada sebuah kampung kecil yang diberi nama Youtefa. Kampung yang dibentuk dari hubungan sosial multi-etnik Nusantara. Sebab itu juga, Youtefa yang satu ini adalah sejenis penyangga kultural.

Secara geografis, kampung Youtefa ini terletak dekat pasar lama sebelum ke arah Tanah Hitam. Selain itu, posisinya juga terletak di jalan alternatif yang menghubungkan kompleks perumahan BTN Kotaraja dengan pasar lama Abepura.

Posisinya yang berada dekat pasar lama juga menjadi alasan mengapa kampung ini banyak dihuni oleh kaum dagang. 

Pada pedagang ini umumnya datang dari Pulau Sulawesi, khususnya dari Selatan dan Tenggara. Ada juga yang merantau dari Madura. 

Seingat saya, kalau tak salah saat itu ada sebuah gudang milik Rusdi Maswi. Rusdi Maswi adalah manajer Persipura yang juga pemilik toko Sumber Makmur-salah satu toko legendaris yang terletak di lingkaran Abe.

Tapi tak cuma ini, ada juga perantau yang datang dari Sumatra Utara dan Jawa. Selebihnya, adalah warga Papua yang berasal dari luar Jayapura dan Jayapura.

Tidak sebagai pedagang, mereka bekerja sebagai ASN. Karena itu, sejatinya, kampung kecil ini terasa sebagai "laboratorium bagi pengelolaan keanekaragaman". Laboratorium sosial yang banyak memberi modalitas kultural bagi anak-anak yang kelak merantau jauh.

Saya, misalnya, karena hidup di Youtefa telah menjadi anak angkat keluarga Batak, yang Protestan bermarga Hutajulu. 

Demikian juga dengan seorang kawan bermarga Sitinjak, yang juga karena perjumpaan sehari-hari dari dunia Youtefa, telah menjadi anak angkat ayah saya. Sampai sekarang.

Selain profile sosio-ekonomi ringkas seperti itu dan bekal pembelajaran sehari-hari dari pengelolaan keberbedaan, apa yang ingin dibicarakan dari Youtefa? 

Ini akan terasa sebagai daftar yang romantik, jelas. Namun terasa masih penting bagi mereka yang berada di ujung Timur Nusantara, pada bilangan tahun 90-an, ketika sepakbola Italia adalah kuasa yang nyaris tunggal dari hegemoni sepak bola. 

Ada banyak bintang dunia berjibaku mencapai juara. Nama-nama seperti Batistuta, Rui Costa, Zola, Signori, Vialli, Ravanelli, Baggio, Chiesa, Casiraghi, hingga yang lebih muda layaknya Del Piero, Vieri, Ronaldo bermain di sana. 

Serie A adalah yang paling kompetitif dan menyedot fans sepak bola di akhir pekan. Salah satu duel menarik itu bisa disimak dalam video di bawah ini.

Saya ingin membagi secuil saja kisah soal yang satu ini dari sebuah sudut kecil bernama Youtefa. 

Tapi, kalau pengunjung lapak saya yang budiman melihat hubungan yang lebih subtil-haqiqi-abadi dari saya (anak seorang guru rendahan yang merantau di Papua sejak 70an akhir), maka salah satunya bisa menyelaminya di Saya, Yanto Basna dan Papua.

Saya menghabiskan transisi masa remaja di kampung kecil ini.  Termasuk bermain bola, mencuri mangga tetangga kampung sebelah hingga bolos sekolah dan nongkrong di depan lingkaran Abe. Dengan kegilaan pada Serie A yang "berbahaya".

Banyak keluarga di Youtefa saat itu  yang sudah memiliki televisi dengan antena. Ada yang masih bercorak dua warna, ada yang full color. Tapi yang memiliki antena parabola masih bisa dihitung dengan jari. 

Makanya saat ANTV menyiarkan siaran langsung timnas produk Primavera Italia dimana kakak Aples Gideon Tecuari dan Chris Yarangga bermain, ada satu lapangan bulu tangkis yang seketika berubah menjadi tribun mini.

Demikianlah Youtefa yang kecil dan selalu bergemuruh di depan sepak bola nasional. Dulu.

Masalahnya, di rumah, ayah tidak memasang televisi. Hanya ada radio tape milik Polytron dengan album Koes Plus dan Dlloyd milik ayah. 

Satu-satunya hiburan atau teknologi membunuh waktu luang hanya ini. Terlebih kala itu, layanan radio komunitas dengan segmen PILPEN (Pilihan Pendengar) masih aktif bersaing. 

Jadi, kalau jadwal Serie A tiba, saya harus pergi ke rumah tetangga. Tidak pernah mengambil pusing besok harus upacara atau yang punya televisi sudah tertidur dan tertinggal saya sendirian. 

So, sepak bola Serie A adalah tontonan yang tidak mudah saat itu. Berkali-kali saya bahkan harus berusaha tidur di teras tanah rumah kontrakan, hihihi. 

Semua orang di dalam rumah sepertinya sudah satu suara untuk tidak memberi toleransi.

Tapi sepak bola diciptakan untuk orang-orang bengal. Hanya untuk mereka yang cintanya tak bersyarat! Saya tidak pernah mundur, tetap saja mencari siasat agar bisa tetap menyaksikan Juventus berlaga. 

Juventus edisi 94/95, misalnya. Saat itu Vialli, Baggio dan Ravanelli masih merupakan porosnya. Del Piero barulah bintang baru, pun Conte dan Deschamps. Stadion delle Alpi masih dibagi untuk dua perebut kuasa Turin.

Di penggal 90-an ini, salah satu skuad Juventus dengan komposisi penyerang paling ngeri, saya kira ada pada skuad 96/97. Saat itu,  Del Piero telah menjadi Pangeran Turin yang ditemani Zidane, Conte, Deschamps dan Jugovic. 

Lalu ada Vieri yang tengah naik daun bersama Nicola Amoruso. Tapi bukan nama-nama ini saja yang memberi jaminan mutu. 

Ada satu lagi yang disebut sebagai "Master of the Chip". Dia adalah Alen "Alien" Boksic. 

Boksic diboyong dari Lazio yang juga termasuk tim dengan komposisi merepotkan. Dia memang hanya bermain semusim lantas kembali ke Lazio dengan catatan 22 kali bermain dan 3 gol. 

Tapi, Boksic bagi saya adalah penyerang yang liat, memiliki dribbling yahud dan pencetak gol yang impresif. Juventus di masa Boksic bisa mencapai juara Serie A, Piala Interkontinental dan UEFA Super Cup. Namun gagal di final Champions League dari Dortmund. 

Lihat saja gol-golnya di sini:


Jadi, di periode-periode ini, Serie A dan Youtefa adalah kombinasi yang merawat saya dengan "tipe ideal", bukan saja sikap bengal bin nekad. 

Tipe ideal? 

Yaiya, saya adalah penyerang kelas zaman SMP yang tidak pernah bisa menembus skuad junior Persipura. Saya tetap butuh contoh, dong. Setidaknya untuk mendapatkan tepukan dari cewek di kelas sebelah, huwoohuwo.

Yang jelas, Serie A di Youtefa adalah kesaksian-kesaksian yang penting. Terutama di era tv streaming, dimana saya masih bisa menyaksikan perubahan filosofi Juventus kekinian dengan "Sarriball Philosophy" lewat layanan Maxstream.

Walau begitu, tetap terima kasih RCTI. 

Setidaknya, akan ada tayangan Serie A yang memberi sedikit jeda pada drama buruk sinetron. Termasuk buruk talkshow politik. 

Tabik!

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun