Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Freelancer - Nomad Digital

Udik!

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"Der Goldene Handschuh", Profil Pembunuh Berantai dan Orang-orang Nelangsa

10 Oktober 2019   12:57 Diperbarui: 25 Oktober 2019   17:57 657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film The Golden Glove [2019] | Gordon Timpen - Warner Bros /EPA-EFE/ Shutterstock via time.com

Honka memiliki rutinitas sebagai pekerja rendahan yang tertib. Setidak-tidaknya, dia tidak dilukiskan memiliki masalah dengan sumber penghasilan. 

Karena itu dia bukanlah tipe pengangguran atau korban dari masyarakat industrial tahun 1970-an yang mengalami anomi individual, depresi dan serba ingin meledak. Tegas kata, Fritz Honka bukan jelata yang kalah dan mendendam kepada masyarakatnya karena krisis ekonomi atau politik yang meminggirkan.

Walau begitu, kita tahu jiwa dengan sadisme yang akut selalu mengekspresikan kemarahan dan benci yang meledak-ledak dan bisa menghancurkan apa saja. Hampir semua korbannya--para perempuan sepuh yang menjadi penjaja kesenangan--dihabisi karena ketersinggungan. Entah karena menertawakan tubuhnya yang payah atau menolak memenuhi keinginan Honka.

Sadisme seperti itu bukan saja mencerminkan kondisi jiwa yang sakit. Saat bersamaan, dalam "konteks seksualitas", juga terasa sedang menegaskan dominasi (patriarki?)nya yang tak boleh ditantang.

Maksudnya, jiwanya yang sakit itu memiliki porosnya pada dunia sehari-hari yang membentuk hidup Honka.

Mungkin Honka adalah jiwa yang memahami "orang lain seperti neraka" karena menolak, atau setidaknya menertawakan, penampilannya yang buruk. Orang lain yang mengolok-olok dirinya, yang memicu sadisme tumbuh sebagai ekspresi dari kebencian yang tak berdaya. Sadisme yang bercampur dengan obsesinya pada kesenangan tubuh. 

Honka adalah "potret negatif dari eksistensialisme" filsafat Sartre? 

Saya tidak tahu. Yang jelas, Fatih Akin tidak cukup baik memberi tilikan psikologi yang menjelaskan jejak-jejak krisis dan rasa sakit itu dalam tubuh Honka. Profil biografisnya, misalnya dengan pelukisan masa kecil atau momen-momen traumatik dari riwayat hidup subyek pembunuh berantai di tahun 1970an ini tidak cukup tergarap sehingga yang terlihat hanyalah sadisme yang mengerikan. 

Maka wajar jika ada kritikus yang menyebut film ini sangat lemah dalam substansi dan kedalaman eksplotrasi psikologis. Film ini "hanya menjual brutalisme".

So, janganlah ditonton kalau Anda rentan dengan kengerian.

*** 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun