Kematian terbit setiap malam,
sedang kesedihannya tumbuh menjalar tanpa pernah tertidur.
Hidup kelak berpulang. Sejarah akan bercerita ke belakang.
Kepada tahun-tahun ketika lenguh dayung masih biru dan anak-anak bergembira di atas rakit kayu.
Para perempuan membersihkan pagi atau sore hari dengan tembang rindu dari moyang. Dengan cerita-cerita hidup meramu dan bersikap sahaja.
Hutan adalah ibu yang menjaga langit tidak menampung air mata.
Tidak mewarisi duka lara manusia.
Menjaga semua mengada selayaknya saudara, kelahiran beranakpinak di dalamnya.
Demikianlah kematian itu diterbitkan,
kepada kesedihan yang pantas dikenang-kenangkan.
(Januari, 2019)
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!