(cerita ini merupakan cerita dari cerita. Sumbernya adalah film..)
Wajah manis dengan sorot mata sendu seolah hidup hanya menanggung seribu tahu kesedihan itu bernama Wang Minjung. Ia seorang ibu dengan dua anak, sepasang, yang pada mulanya berbahagia selayaknya harapan BKKBN. Namun apa daya, suami tertjintah pergi dan memilih perempuan lain yang tak pernah jelas siapa dia.
Terlebih lagi, sebab demi membunuh kesedihannya dengan bekerja keras dan ngebir setiap hari, ia lalai dalam menjaga anak lelakinya yang tenggelam di bak kamar mandi. Duka laranya genap sempurna. Kehidupan rasanya lebih buruk dari labiran gelap dengan jebakan duri dimana-mana.
Wang Minjung mengalami hidup dalam penjara patah hati, patah harap namun tanpa pupus manisnya. Dia tetap melanjutkan hidup dengan trauma yang potensial membawanya ke pintu menjadi gila. Tapi ia bertahan.Â
Sayang sekali, di masa-masa itu, aku tak duduk di sampingmu, Mingjun...
Karena itu jangan pernah percaya jika perempuan diibaratkan seringkih telur, ketika jatuh dan pecah, hanya berakhir di tempat sampah. Sedang lelaki seperti bola tenis, dilempar kesana sini, hanya memantul. Tak ada sejarah bakso tenis diisi bola karet. Isinya selalu telur!
Selain Minjung yang terpapar takdir hidup yang kusam-kusut kesedihan, ada seorang muda, keturunan yang berpunya, mendadak jatuh ke dasar kemiskinan.Â
Ayahnya yang pengusaha bangkrut dan menjadi pemabuk yang naas. Sudah sepuh tapi masih gak tahu caranya berdamai dengan kehancuran.
Anak muda cum jomblo ini, adalah jiwa muda yang hendak membuktikan diri bila dia diciptakan karena ada gunanya. Tidak ada yang kebetulan dalam semesta yang terpola, kira-kira itu spirit yang digenggamnya.Â
Karena tak memiliki gen pebisnis yang baik, ia memilih menempuh jalan pembuktian fisik. Menjadi petarung bebas yang kayak di tvone itu.
Pelatihnya, si Ching Fai.