"Okeh, saya punya solusi. Besok malam saja, kita mulai ritualnya." kata temannya yang terakhir. Ia tampak sebagai kawan yang tidak sekedar menganjurkan.
***
Malam baru merangkak ke dini hari. Di kamar kecil, lingkaran lima pemuda duduk menghadap selembar kertas. Di tangan mereka, sejenis boneka dengan kaki berjumlah empat dengan bagian hidung dipasang ballpoint berdiri di atas tangan mereka berempat. Sebatang kemenyan dibakar, bau harum yang mencekam menimbulkan kabut yang menutup seluruh ruang kecil. Ruang kecil yang sehari-hari menjadi lokasi pacaran berganti-ganti pasangan sekejap bermutasi sebagai kamar dukun. Salah satu dari mereka membaca mantra yang diulang-ulang.
"Jailangkung, Jailangkung.......(isi mantra tidak disebut dengan jelas demi menghindari peniruan)
Sedang di lembar kertas itu, sebuah nama perempuan ditulis lengkap, tebal dan merah dalam sebuah lingkaran yang disilang oleh garis-garis sehingga menyerupai pizza (pizza lho ya, bukan fitsa!). Jelas saja tak ada nama lain, jatuh cinta pada satu hati tidak bisa menimpa dua target berbeda, kecuali drama Korea. Boneka berkaki empat yang kerasukan jailangkung diharapkan akan mejawab pertanyaan dengan menulis jawaban atau sekedar berhenti di lingkaran.
Singkat mantra, boneka kayu itu sudah mulai bergerak sendiri manakala bau kemenyan makin sesak mencekam.
"Siapakah yang dinaksir Peb?" tanya si pembaca mantra.
Boneka kayu menunjuk nama dengan warna merah itu. Pertanyaan tak meyakinkan, kan cuma satu nama.
"Benarkah nama itu yang dinaksirnya?"
Boneka kayu itu menulis Iya.
"Lantas apa yang harus dilakukan Peb?"