Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Freelancer - Nomad Digital

Udik!

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

[Ngeluh dari Pinggiran] Sesaknya Gagal Log in

15 Oktober 2016   09:05 Diperbarui: 15 Oktober 2016   09:42 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dear Admins,

Selamat pagi, semoga menempuh akhir pekan yang membahagiakan!

Gini Min’s, sa mo ngeluh. Ngeluh yang tulus, bukan jenis modus.

Mimin sekalian pasti su tahu, su baca atau mendengar. Mungkin juga su mengalami sendiri.

Belakangan ini, sesudah kemegahan 8 Oktober, Kompasiana belum lagi pulih. Kadang bisa komen, tra bisa vote. Kadang sebaliknya. Terus yang sekarang bikin sa sesak nafas, berulang kali log in, berulang kali diabaikan. Sa pernah habiskan waktu sekitar 4 jam hanya sekedar bisa log in demi posting puisi Sarung. Tadi malam, sekitar 2 jam bersabar bisa log in demi Vonny Cornellya bisa tampil di Kompasiana.

Ini bukan pengalaman sa seorang. Pakde Bamset juga alami, Mba Mike sama kesalnya tra bisa log in. Belum lagi yang mo masuk di kanal Fiksi. Silahkan simak keluah kesah ini di facebook deh kalo kam tra percaya.

Sa juga sudah tempuh prosedur bersihkan riwayat googling dan lain-lainnya itu. Ulang-ulang kali pula, masih sama saja: gagal log in. Adoh, Min’s, hati sakit sampeee, macam ungkap cinta yang berkarat dalam dasar hati baru bertahun lamanya langsung ditolak dengan kata-kata, Ih, ko tra bercermin ka?!

Mama eeeee.

Sebenarnya bisa saja pindah blog. Sekarang sudah ramai dengan yang sejenis Kompasiana.

Yang agak serius bisa ke Qureta atau GeoTimes-nya Farid Gaban. Atau ke Inspirasi, ke blog yang dibuat Tempo juga. Atau sekalian ke Mojok yang cerdas mempromosikan genre menulis humor bersenyawa kritik khas warga biasa. Mereka memiliki gaya yang beda-beda dan menggoda.

Tapi Kompasiana bukan museum yang menampung  jejak riwayat lantas ditinggal sepi tak bersaksi. Ada ikat emosional yang merawat interaksi digital. Semacam persaudaraan yang terbentuk dan bertahan dalam dialog tulisan juga komentar-komentar. Persaudaraan yang sering saling support tulisan lewat vote dan komen.

2013, Pebruari, sa mulai menulis disini. Baru menuju usia 4 tahun.

Sejak awal sa sudah sadari menulis adalah perjuangan mental. Apalagi ketika tahu pak Axtea 99 bahkan menjadikan menulis sebagai perjuangan menunda pikun, dan itu dilakukan lewat Kompasiana! Juga ketika tahu kalau Opa Tjipta menulis untuk menjaga kesehatan dan mengingatkan yang muda-muda. Sa makin semangat melawan problem mental sendiri.

Menulis juga adalah perjuangan warga untuk menyuarakan isi pikiran dan hatinya agar tidak selalu dimakan oleh pemberitaan yang isinya kelakukan elit, anak-anaknya, juga selebiritis, gaya hidup dan skandal-skandalnya. Pakde Bamset adalah salah satu yang bersetia di garis ini.

Menulis di Kompasiana juga adalah sarana belajar sejarah dan kebudayaan dari negeri-negeri tetangga, seperti diantaranya, yang dilakukan Mba Weedy dan Mba Kiara. Termasuk memahami kebudayaan dalam renungan antropologis seperti yang dilakukan Om Felix Tani. Sesekali Prof Tidak Tahu Pakai Celana, Pebrianov ikut ambil bagian.

Kompasiana ada dan hidup karena konten yang plural, majemuk, dan diramaikan oleh segala macam usia dan sudut pandang. Kompasiana adalah perintis dan katalisator munculnya suara-suara warga dari mana saja dan kapan saja.

Kompasiana adalah senjata warga biasa berhadapan dengan ketidakwarasan hidup berbangsa dan bernegara. Betul to?

Disinilah, dalam idealisasi—cieeh, bahasa sempruul---seperti itu, menulis dalam kondisi susah log ini sungguh-sungguh gulat penderitaan batin Min’s. Sa kira kami menulis bukan untuk terkenal. Menulis untuk berbagi waras.

Sumber: IG indopostgram
Sumber: IG indopostgram
Apalagi dengan posisi seperti sa.

Sa ini terus terang udik. Jadi kalau teman-teman K’ers kasi resep bersihkan ini bersihkan itu, ganti Chrome dengan Mozilla atau Opera mini, tetap sa bingung. Petunjuk baik mereka itu sepertiformula  kimia yang ketika sekolah SMA sering sa buang di belakang kantin.

Baru lagi, yang macam sa ini menulis dari pinggir sungai di Kalimantan Tengah.

Min’s, supaya kam semua tahu, menulis dalam kondisi susah akses internet karena sinyal tidak setia—tiba-tiba EDGE, terus H+, lalu hilang sama sekali—itu bukan perkara mudah. Belum lagi sa mau pasang gambar sendiri, belum lagi mau kutip artikel yang harus dicari lewat googling. Ini semua sering meminta sabar berlebih hanya untuk menyiapkan sebuah draft artikel atau puisi.

Belum lagi, begitu semua sudah siap, sinyal oke, tiba-tiba listrik padam sementara batre laptop dan hp yang merangkap perangkat hotspot portable itu tinggal menunggu mampus dalam hitungan detik.

Jadi, ko bayangkan saja, begitu draft sudah siap, terus gagal log in? Ko tra sakit hati, sesak napas, lantas susah buang air besar kah? Kalau tidak, ko hebat! Ko top, andalan kaka.

Yang lebih “sakit” lagi kalau, semua ini menjadi permakluman diam-diam, bahwa nikmati saja error ini. Yang salah K’ers, bukan Kompasiana, seperti kata Om Kakak Kelas Elde. Sudah tahu error masih paksa-paksa diri untuk masuk. *tuiing*

Masa error berulang sesudah hajat besar harus dimaklumi sebagai ihwal yang niscaya?

Kalau begini, kan bisa saja ada yang berkesimpulan, ah, para Admin itu hanya menampilkan kesan sudah besar keluar, di dalam rumah, error berulang saja tra bisa diperbaiki! Duh, jangan sampai begitu kaaa. Kaka Admin's, kam baguus baruuu..

Ini baru kritik yang sifatnya teknis Min. Belum yang sifatnya politis.

Alah, Kompasiana itu kan corong blok politik tertentu. Adminnya bekerja untuk itu. Celakanya, corong politik elit, bukan warga yang dicelakakan hidupnya oleh kuasa petinggi. Atau, katakan saja di Kompasiana, isinya hanya suara-suara ngehe golongan yang melek informasi. Isinya tulisan yang tidak memiliki keberanian berpihak pada mereka yang disingkirkan!

Tu, kalau kayak begitu, apa tidak tambah sesak nafas dan susah buang air besar? Kecuali, Anda mengabaikan saja. Menganggapnya keberisikan yang buang-buang pulsa, eeeh, waktu ding!

Ya sudah, begitu saja sa punya keluh kesah. Terserah kam saja Admin’s, kam paling tahu mau bikin apa. Asal jang seperti meme sms/bbman di atas saja ee. Kalau pun sama, yah, namanya juga usaha warga dari pinggiran.

Selamat pagiiii.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun