Mohon tunggu...
Azis Turindra Prasetyo
Azis Turindra Prasetyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Fasilitator dan Staff HRD SAsi

Seorang yang gemar membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Dan Petir Itu Menyambar di Siang Bolong

10 Juni 2011   13:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:39 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap pagi, khususnya saya menepuh perjalanan selama kurang lebih dua jam untuk menuju lapangan basah yang  selalu bertambah penghuninya jika lebaran tiba. Di lapangan basah inilah saya bertempur bersama rekan-rekan satu kompi dibawah naungan sebuah Batalion baru yang di bentuk November lalu. Yang saya tahu tugas saya dan teman-teman satu kompi adalah bertempur di lapangan basah berebut dengan batalion lain yang juga berada di lapangan basah. Batalion kami walaupun baru tetapi pamornya tidak kalah garang dengan batalion yang sudah ada, baik itu yang berwarna merah, biru, maupun ijo. [caption id="attachment_113410" align="alignnone" width="1024" caption="Ilustrasi Serdadu / IST"][/caption] Dalam batilion kami juga terdapat urusan logistik yang menopang misi perang kami di lapangan basah, tentunya kami dilengkapi dengan amunis baru yang tidak pernah ada di batalion lain. Di lapangan basah, awalnya kami diremehkan maklum batalion baru, tetapi setelah melihat gerak gerik dan strategi yang kami miliki mereka akhirnya mulai waspada. Mereka menarik ucapannya, karena mereka sadar batalion ini jika dibiarkan akan membuat mereka hancur. [caption id="attachment_113413" align="aligncenter" width="321" caption="Ilustrasi Serdadu Perang "][/caption] Entah dengan berbagai cara mereka menyerang kami, tetapi kami yang berada di lapangan basah tidak mengetahui hal itu. Mereka menyerang masuk kedalam sistem pertahanan kami, sehingga melumpuhkan logistik yang seharusnya menjadi senjata kami. Mereka seperti virus, perlahan tapi pasti menggerogoti batalion kami yang baru saja di bentuk, hebatnya lagi mereka menerapkan politik busuk Belanda yaitu memecah belah. Memasukan unsur politik dengan menghembuskan kabar yang tentunya membuat kami gonjang ganjing, membuat konsentrasi kami dilapangan basah buyar. Akibatnya kami menjadi salah tembak, salah posisi, salah strategi hingga salah tingkah menghadapi situasi yang sebenarnya biasa bagi kami di lapangan basah. Situasi demikian membuat kami dilapangan basah terdesak dan mundur, sementara batalion yang lain terus meringsek menekan kami. Hingga kami haru kembali ke markas 10 Juni ini, didalam markas kecil kami, palingma kami dan komandan logistik sudah terlihat payah dan tak berdaya, sementara kami masih bersemangat untuk perang, hanya lantaran perintah mundur dan logistiklah yang membuat kami kembali. Jendral Besar sekaligus Panglima tertinggi kami datang dan akhirnya mengumumkan sesuatu yang sebetulnya tidak ingin kami dengar. "Saudara-saudara seperjuangan, kami salut dengan usaha Anda untuk berjuang merebut lapangan basah yang dijanjikan, namun saudara-saudara semua perlu diketahui bahwa perang telah berakhir dan kita telah kalah telak" ujar pimpinan tertinggi Tak disangka dan tak dinanya petir menggelegar dengan sangat kerasnya sampai-sampai kami harus terpaksa tiarap untuk selamat, padahal hari masih siang dan kami sebenarnya terbiasa dengan bunyi keras seperti bom dan lainya, tetapi ini lain. "Kita mundur, kita kalah, secara jujur saya katakan kita kekurangan logistik, saya tidak mampu mencari dan memasok lagi logistik untuk Anda semua, dan sesuatu hal yang pasti tekanan politik busuk telah memfitnah saya, menjebak saya, dan menikung saya, karena ada virus keserakahan di tubuh ini " ujarnya kembali Sontak pernyataan ini disambut petir siang bolong yang kembali menggelegar dan pada akhirnya rekan kami interupsi, yang pada intinya kenapa secepat ini, kenapa tidak diberitahukan jika ada masalah, dan kenapa tidak terbuka. Namun apa mau dikata sang pimpinan tertinggi tetap pada pendiriannya, tidak berdaya menghadapi busuknya politik dan virus-virus dalam batalion, seiring dengan tertunduk lesunya awak 1 batalion kami, sebuah rudal besar dari batalion lain menghantam markas kami, dan seluruh batalion tewas porak poranda, tak berbekas dan tak bernyawa lagi . Tamatlah kami dari pertempuran di lapangan basah, entah kapan kami kembali untuk berreinkarnasi dan kemabali ke lapangan basah. [caption id="attachment_113415" align="aligncenter" width="490" caption="Ilustrasi Gedung Rubuh"][/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun