Suasana sekolah biasanya identik dengan keceriaan siswa, suara riuh belajar, dan tawa di sela-sela istirahat. Namun, bagaimana jadinya ketika sekolah berubah menjadi "zona proyek" karena sedang ada perbaikan atap atau renovasi ruang kelas?Â
Alih-alih hanya menjadi cerita ringan, kondisi ini bisa menyimpan risiko besar, terutama bagi keselamatan siswa dan guru yang tetap beraktivitas di lingkungan sekolah.
Sekolah yang Berubah Wajah
Rehab atap ruang kelas adalah kebutuhan nyata. Banyak sekolah di Indonesia masih menggunakan bangunan lama, dengan genteng yang rapuh, kayu penyangga lapuk, atau bocor saat hujan. Perbaikan tentu mutlak dilakukan agar proses belajar mengajar berjalan nyaman.
Namun, selama proses perbaikan berlangsung, wajah sekolah berubah. Tumpukan material bangunan seperti genteng, kayu, dan pasir menghiasi halaman. Debu bertebaran di udara, paku berserakan di tanah, hingga suara bising peralatan tukang kerap menyela konsentrasi belajar. Tidak jarang, kelas yang masih digunakan berada persis di sebelah ruangan yang sedang diperbaiki.
Di sinilah risiko mulai muncul. Sekolah yang sejatinya menjadi ruang aman justru berubah menjadi area penuh potensi bahaya.
Risiko yang Sering Dianggap Sepele
Banyak orang berpikir bahaya di proyek bangunan hanya soal jatuhnya genteng atau robohnya material besar. Padahal, risiko kecil pun bisa berdampak serius.
- Debu dan serpihan dapat menyebabkan gangguan pernapasan, batuk, hingga iritasi mata.
- Paku dan pecahan genteng yang terinjak bisa melukai siswa, bahkan berisiko infeksi.
- Peralatan tukang yang dibiarkan terbuka bisa membahayakan jika disentuh atau dimainkan siswa yang penasaran.
- Area licin atau penuh serpihan membuat risiko terpeleset semakin besar.
Hal-hal ini kerap dianggap sepele, padahal dampaknya bisa panjang. Seorang anak yang kakinya tertusuk paku, misalnya, tidak hanya menimbulkan luka fisik, tapi juga trauma psikologis.