Jika program MBG di Lampung mampu berjalan optimal dengan berbasis pada pangan lokal, dampaknya akan sangat luas dan berlapis.
- Anak-anak tidak hanya memperoleh asupan gizi yang lengkap, tetapi juga mulai mencintai makanan khas daerah mereka sendiri.
- Petani dan nelayan lokal mendapatkan pasar yang lebih stabil karena menjadi pemasok utama bahan pangan.
- Perekonomian desa dan komunitas tumbuh karena permintaan pangan lokal meningkat secara berkelanjutan.
- Ketahanan pangan daerah semakin kokoh, sebab Lampung tidak terlalu tergantung pada rantai pasok panjang yang rawan gangguan.
Selain itu, persoalan klasik yang kerap membelenggu petani dapat ikut teratasi. Harga singkong yang selama ini “tak berdaya”, harga jagung yang jatuh ketika panen raya, hingga harga beras yang kerap dimainkan predator pasar - semuanya bisa terangkat kembali.
Produk hasil bumi dan laut Lampung pun mendapatkan nilai yang lebih adil, sehingga kesejahteraan petani maupun nelayan perlahan membaik.
Inilah harapan yang mestinya menjadi arah besar MBG: bukan hanya sekadar memberi makan anak-anak, melainkan juga menata ekosistem pangan daerah agar lebih berdaulat, berkeadilan, dan berkelanjutan.
Dan yang tak kalah penting: stigma bahwa “gratis identik murahan” atau “menu MBG sering bermasalah” bisa berubah menjadi kebanggaan: MBG Lampung - sehat, lokal, dan penuh makna.
Penutup: Saatnya Menutup Drama, Membuka Jalan Baru
Peristiwa keracunan MBG yang menimpa anak saya dan ribuan lainnya adalah alarm keras. Program ini terlalu penting untuk gagal.
Kini, saatnya mengakhiri drama dan mengambil langkah konkret. Lampung dengan segala sumber daya alamnya siap mendukung program MBG. Tinggal bagaimana pemerintah daerah, sekolah, dan penyedia katering duduk bersama menyusun menu yang aman, sehat, dan sesuai kebiasaan anak-anak.
Mari kita pastikan, dari Lampung, program MBG benar-benar menjadi “makan bergizi gratis” - tanpa drama, tanpa petaka.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI