Mohon tunggu...
Tupari
Tupari Mohon Tunggu... Guru di SMA Negeri 2 Bandar Lampung

Saya adalah pendidik dan penulis yang percaya bahwa kata-kata memiliki daya ubah. Dengan pengalaman lebih dari 21 tahun di dunia pendidikan, saya berusaha merangkai nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial ke dalam pembelajaran yang membumi. Menulis bagi saya bukan sekadar ekspresi, tapi juga aksi. Saya senang mengulas topik tentang kepemimpinan, tantangan dunia pendidikan, sosiologi, serta praktik hidup moderat yang terangkum dalam website pribadi: https://tupari.id/. Kompasiana saya jadikan ruang untuk berbagi suara, cerita, dan gagasan yang mungkin sederhana, namun bisa menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Membiasakan Anak dengan Pangan Lokal Lampung untuk Menu Makan Bergizi Gratis (MBG)

2 Oktober 2025   05:10 Diperbarui: 5 Oktober 2025   20:02 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika program MBG di Lampung mampu berjalan optimal dengan berbasis pada pangan lokal, dampaknya akan sangat luas dan berlapis.

  • Anak-anak tidak hanya memperoleh asupan gizi yang lengkap, tetapi juga mulai mencintai makanan khas daerah mereka sendiri.
  • Petani dan nelayan lokal mendapatkan pasar yang lebih stabil karena menjadi pemasok utama bahan pangan.
  • Perekonomian desa dan komunitas tumbuh karena permintaan pangan lokal meningkat secara berkelanjutan.
  • Ketahanan pangan daerah semakin kokoh, sebab Lampung tidak terlalu tergantung pada rantai pasok panjang yang rawan gangguan.

Selain itu, persoalan klasik yang kerap membelenggu petani dapat ikut teratasi. Harga singkong yang selama ini “tak berdaya”, harga jagung yang jatuh ketika panen raya, hingga harga beras yang kerap dimainkan predator pasar - semuanya bisa terangkat kembali. 

Produk hasil bumi dan laut Lampung pun mendapatkan nilai yang lebih adil, sehingga kesejahteraan petani maupun nelayan perlahan membaik.

Inilah harapan yang mestinya menjadi arah besar MBG: bukan hanya sekadar memberi makan anak-anak, melainkan juga menata ekosistem pangan daerah agar lebih berdaulat, berkeadilan, dan berkelanjutan.

Dan yang tak kalah penting: stigma bahwa “gratis identik murahan” atau “menu MBG sering bermasalah” bisa berubah menjadi kebanggaan: MBG Lampung - sehat, lokal, dan penuh makna.

Penutup: Saatnya Menutup Drama, Membuka Jalan Baru

Peristiwa keracunan MBG yang menimpa anak saya dan ribuan lainnya adalah alarm keras. Program ini terlalu penting untuk gagal. 

Kini, saatnya mengakhiri drama dan mengambil langkah konkret. Lampung dengan segala sumber daya alamnya siap mendukung program MBG. Tinggal bagaimana pemerintah daerah, sekolah, dan penyedia katering duduk bersama menyusun menu yang aman, sehat, dan sesuai kebiasaan anak-anak.

Mari kita pastikan, dari Lampung, program MBG benar-benar menjadi “makan bergizi gratis” -  tanpa drama, tanpa petaka.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun