Hampir semua orang pernah mengalami perasaan yang sama: baru saja rasanya menikmati malam Minggu, tiba-tiba sudah terdengar alarm Senin pagi.Â
Akhir pekan yang ditunggu-tunggu terasa melesat begitu cepat, seolah-olah ada tangan tak kasat mata yang mencuri jam-jam libur kita. Tidak jarang, hal ini membuat kita mengeluh, bahkan merutuki waktu.
Namun, mari kita balik cara pandang itu. Bagaimana jika perasaan libur yang cepat berlalu justru bukan pertanda buruk? Bagaimana jika itu adalah tanda bahwa kita baru saja melewati waktu libur yang benar-benar bermakna?Â
Libur yang terasa singkat bisa jadi merupakan indikator bahwa kita berhasil menjalani liburan dengan kualitas terbaik. Sebab, libur yang membosankan justru sering terasa panjang, lambat, dan tidak meninggalkan kesan apa-apa.
Metafora Kehidupan: Halaman Kosong dan Halaman Terisi
Mari bayangkan hidup ini sebagai sebuah buku tebal. Halaman-halaman penuh coretan adalah hari kerja kita-penuh catatan, target, kewajiban, dan rutinitas. Sedangkan libur ibarat halaman kosong, lembar putih yang menunggu untuk kita isi.
Ketika libur terasa cepat, itu artinya halaman kosong tadi berhasil kita penuhi dengan cerita: makan malam bersama keluarga, tawa hangat bersama sahabat lama, atau sekadar tidur panjang yang akhirnya membuat badan terasa lebih segar. Halaman itu mungkin hanya satu-dua lembar, tetapi padat dengan kisah yang kelak akan kita kenang.
Sebaliknya, libur yang terasa panjang, lambat, bahkan membosankan, ibarat halaman kosong yang dibiarkan putih. Tidak ada cerita yang ditulis. Tidak ada ingatan yang tercipta. Halaman itu mudah dilupakan, sama seperti libur yang hanya dilewati tanpa makna.
Baca juga: Tak Perlu Disuruh, Anak-Anak Ini Bergotong Royong: Beginilah Profil Pelajar Pancasila SejatiDi sini kita bisa belajar satu hal: ukuran kualitas libur bukan pada lamanya waktu, tetapi pada kepadatan cerita yang kita masukkan ke dalamnya.
Sisi Psikologis: Mengapa Waktu Terasa Cepat Saat Menyenangkan?