Mohon tunggu...
Tupari
Tupari Mohon Tunggu... Guru di SMA Negeri 2 Bandar Lampung

Saya adalah pendidik dan penulis yang percaya bahwa kata-kata memiliki daya ubah. Dengan pengalaman lebih dari 21 tahun di dunia pendidikan, saya berusaha merangkai nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial ke dalam pembelajaran yang membumi. Menulis bagi saya bukan sekadar ekspresi, tapi juga aksi. Saya senang mengulas topik tentang kepemimpinan, tantangan dunia pendidikan, sosiologi, serta praktik hidup moderat yang terangkum dalam website pribadi: https://tupari.id/. Kompasiana saya jadikan ruang untuk berbagi suara, cerita, dan gagasan yang mungkin sederhana, namun bisa menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Etika Berdemo yang Tidak Diajarkan di Sekolah

6 September 2025   10:08 Diperbarui: 5 September 2025   23:24 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penyusunan kode etik demonstrasi damai. Kode etik sederhana yang mudah dipahami semua kalangan, disosialisasikan melalui sekolah, kampus, hingga komunitas masyarakat.

  • Pendidikan kewargaan sejak dini. Sekolah tidak hanya mengajarkan teori Pancasila, tetapi juga praktik menyuarakan pendapat secara tertib, dengan kesadaran bahwa kebebasan selalu disertai tanggung jawab sosial.

  • Regulasi yang jelas dan tegas. Pemerintah memastikan aturan kebebasan berekspresi di ruang publik berjalan beriringan dengan tanggung jawab hukum.

  • Peran organisasi dan tokoh masyarakat. Organisasi mahasiswa, tokoh agama, dan masyarakat sipil dapat menjadi teladan serta penengah agar aspirasi tidak berubah menjadi aksi anarkis.

  • Dialog terbuka rakyat–pemerintah. Kanal komunikasi yang sehat membuat demonstrasi tidak harus meledak sebagai amarah di jalanan.

  • Jika langkah-langkah ini dijalankan, demonstrasi tidak hanya menjadi simbol perlawanan, tetapi juga ruang belajar kolektif tentang kedewasaan berdemokrasi.

    Mengembalikan Martabat Demonstrasi

    Di era media sosial, citra sebuah demonstrasi bisa menyebar dengan cepat. Satu foto sampah berserakan bisa viral lebih luas daripada substansi tuntutan. Satu video kericuhan bisa menutupi seribu aspirasi damai.

    Etika berdemonstrasi menjadi kunci agar gerakan sosial tetap dihormati. Demo yang tertib, damai, dan penuh kesadaran akan mendapat simpati luas. Sebaliknya, demo yang rusuh, merusak, dan anarkis hanya akan mengundang antipati masyarakat, bahkan melemahkan gerakan itu sendiri.

    Penutup

    Etika berdemonstrasi mungkin tidak diajarkan di bangku sekolah atau ruang kuliah. Ia lahir dari kesadaran bersama bahwa demokrasi hanya bisa tumbuh jika kebebasan disertai tanggung jawab.

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    5. 5
    6. 6
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
    Lihat Humaniora Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
    LAPORKAN KONTEN
    Alasan
    Laporkan Konten
    Laporkan Akun