Mohon tunggu...
Tupari
Tupari Mohon Tunggu... Guru di SMA Negeri 2 Bandar Lampung

Saya adalah pendidik dan penulis yang percaya bahwa kata-kata memiliki daya ubah. Dengan pengalaman lebih dari 21 tahun di dunia pendidikan, saya berusaha merangkai nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial ke dalam pembelajaran yang membumi. Menulis bagi saya bukan sekadar ekspresi, tapi juga aksi. Saya senang mengulas topik tentang kepemimpinan, tantangan dunia pendidikan, sosiologi, serta praktik hidup moderat yang terangkum dalam website pribadi: https://tupari.id/. Kompasiana saya jadikan ruang untuk berbagi suara, cerita, dan gagasan yang mungkin sederhana, namun bisa menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Literasi Spiritual di Sekolah: Membiasakan Membaca Kitab Suci

29 Agustus 2025   13:52 Diperbarui: 28 Agustus 2025   22:13 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Literasi Spiritual - BBQ (Bimbingan Baca Qur’an) di SMA Negeri 2 Bandar Lampung. (Sumber: Foto oleh Riyadi)

Dan tentu saja, program semacam ini bisa berjalan paralel dengan agama lain. Di sekolah yang sama, pembacaan ayat suci lintas agama dilakukan pada hari Selasa dan Rabu pagi. Siswa-siswa yang beragama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha diberi ruang untuk membaca kitab sucinya masing-masing. Kehadiran jadwal yang berbeda ini membuat literasi spiritual di sekolah lebih inklusif dan memberi penghormatan pada keragaman iman.

Literasi yang Membentuk Karakter

Mengapa literasi spiritual penting? Karena literasi bukan cuma soal intelektualitas, tapi juga soal moralitas. Kita bisa saja cerdas membaca data, tetapi apakah kita peka membaca hati orang lain? Kita mungkin piawai menulis laporan, tetapi apakah kita mampu menulis kebaikan dalam tindakan nyata?

Di tengah derasnya arus digital yang menawarkan informasi instan, anak-anak kita membutuhkan jangkar nilai. Literasi kitab suci bisa menjadi salah satu jangkar itu. Ia mengajarkan bahwa di balik kata ada makna, di balik teks ada kebijaksanaan, dan di balik huruf ada keheningan yang menuntun hati.

Jangan Sampai Jadi Rutinitas Kosong

Namun, tentu ada catatan penting. Literasi spiritual akan kehilangan rohnya jika dijalankan sekadar sebagai rutinitas. Membaca kitab suci tiap pagi hanya untuk menggugurkan kewajiban, tanpa penghayatan, tidak akan membawa dampak yang berarti.

Justru tantangannya adalah bagaimana guru mampu menjadikan momen membaca kitab sebagai pengalaman reflektif. Misalnya, setelah membaca satu ayat atau paragraf, siswa diajak mendiskusikan nilai apa yang bisa mereka ambil hari itu. Dengan begitu, literasi benar-benar menyatu dengan kehidupan, bukan berhenti di bibir.

Investasi Karakter Jangka Panjang

Sejatinya, literasi spiritual adalah investasi jangka panjang. Ia membentuk anak-anak yang bukan hanya pintar, tetapi juga bijak; bukan hanya cerdas, tetapi juga berkarakter. Anak-anak yang terbiasa membaca kitab suci di pagi hari akan tumbuh dengan kebiasaan melihat hidup secara lebih dalam.

Mereka belajar bahwa hidup bukan sekadar mengejar nilai ujian, melainkan memahami makna setiap peristiwa. Mereka belajar bahwa kata-kata suci bisa menjadi lentera dalam menghadapi tantangan. Dan mereka belajar bahwa literasi bukan hanya soal membuka buku, melainkan membuka hati.

Penutup: Membaca Diri, Membaca Kehidupan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun