Tikus di Balik Angka
Laporan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan, setiap tahun ada puluhan hingga ratusan kasus korupsi yang ditangani. Modusnya berulang: suap, pengadaan barang dan jasa, gratifikasi, hingga penyalahgunaan jabatan. Angka kerugian negara akibat korupsi bisa mencapai triliunan rupiah setiap tahunnya.
Triliunan itu bukan sekadar angka di layar kalkulator. Ia adalah jalan yang tidak selesai, sekolah yang tidak berdiri, obat yang tidak tersedia, subsidi yang tidak pernah sampai. Setiap rupiah yang digerogoti tikus koruptor adalah hak rakyat yang lenyap.
Seperti kehilangan mouse membuat pekerjaan kita tersendat, kehilangan uang negara akibat tikus koruptor membuat kehidupan rakyat semakin berat.
Tikus yang Tidak Pernah Kenyang
Ada satu sifat tikus yang membuatnya cocok sebagai simbol korupsi: rakus dan tidak pernah puas. Tikus bisa memakan lebih banyak daripada yang dibutuhkannya. Ia bukan hanya mencari makan untuk hidup, tetapi juga karena naluri merusak.
Demikian pula dengan koruptor. Tidak jarang kita mendengar pejabat yang sudah kaya raya tetap saja mencuri. Mereka bukan hanya mengamankan kebutuhan hidup, tetapi ingin menumpuk kekayaan, memperluas pengaruh, dan memuaskan keserakahan.
Inilah ironi besar bangsa kita: rakyat kecil berjuang dengan susah payah untuk makan sehari-hari, sementara tikus koruptor berpesta pora dengan uang negara.
Kenapa Tikus Sulit Dibasmi?
Kita tahu, tikus di rumah sangat sulit diusir. Sekali satu mati, yang lain muncul. Mereka berkembang biak cepat, pandai bersembunyi, dan sering bekerja secara berkelompok.
Begitu pula dengan korupsi. Setiap kali satu kasus besar terbongkar, muncul kasus baru di tempat lain. Bahkan sering kita lihat pejabat yang baru saja menggantikan posisi orang yang dipenjara karena korupsi, ternyata ikut mengulang perbuatan yang sama.