Menelusuri lorong-lorongnya, hampir semua kebutuhan rumah tangga tersedia dengan lengkap:
- Sayur-mayur segar hasil panen dari desa sekitar, atau tempat lain.
- Ikan laut dan ikan sungai yang baru saja diturunkan dari kendaraan pick-up.
- Telur, daging ayam, sapi, dan bebek dengan pilihan yang beragam.
- Aneka bumbu dapur, rempah, dan sambal instan siap pakai.
- Tak ketinggalan jajanan pasar yang selalu bikin nostalgia: klepon, lemper, lupis, hingga serabi.
Namun, yang membuat pasar ini berbeda bukan hanya kelengkapan barang dagangannya, melainkan juga hubungan akrab antara pedagang dan pembeli. Hampir setiap pengunjung punya pedagang langganan.
Bahkan, tidak sedikit pedagang yang sudah berjualan lintas generasi, ada yang meneruskan usaha orang tuanya, ada pula yang datang dari luar daerah demi mencari rezeki di Way Kandis.
Uniknya, hubungan yang terjalin kini semakin erat dengan bantuan teknologi. Tak jarang kami memesan lebih dulu lewat WhatsApp: ikan segar beberapa kilo, daging ayam untuk kebutuhan mingguan, atau jajanan pasar untuk acara keluarga. Ketika datang ke pasar, barang sudah disiapkan.
Ada rasa percaya yang tumbuh, seolah tidak ada jarak antara pedagang dan pembeli. Inilah kekuatan pasar tradisional:Â keakraban yang tulus, yang sulit ditemukan di pusat perbelanjaan modern.
Pedagang dari Luar Daerah: Bukti Magnet Pasar
Salah satu hal menarik dari Pasar Way Kandis adalah para pedagangnya yang tidak hanya berasal dari sekitar pasar, tapi juga datang dari daerah lain. Ada yang dari lokal Bandar Lampung, ada pula yang jauh-jauh datang dari Pringsewu.
Mereka rela menempuh perjalanan pagi buta, membawa dagangan dengan mobil pick-up, motor bak, bahkan ada yang menumpang kendaraan umum. Semangat mereka adalah bukti bahwa pasar ini memiliki daya tarik ekonomi yang kuat.
Misalnya, saya sering bertemu dengan pedagang ikan yang datang dari Teluk Betung, Bandar Lampung. Mereka membawa hasil tangkapan laut segar yang baru saja bersandar di dermaga. Karena itulah, ikan di pasar ini selalu laris manis.
Ada juga penjual buah dari Pringsewu. Setiap minggu, ia membawa salak, pisang, dan durian ketika musimnya tiba. Ceritanya, sebagian besar pembeli sudah menunggu kedatangannya, karena tahu kualitas buah yang dibawanya memang tidak main-main.