Mohon tunggu...
Tupari
Tupari Mohon Tunggu... Guru di SMA Negeri 2 Bandar Lampung

Saya adalah pendidik dan penulis yang percaya bahwa kata-kata memiliki daya ubah. Dengan pengalaman lebih dari 21 tahun di dunia pendidikan, saya berusaha merangkai nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial ke dalam pembelajaran yang membumi. Menulis bagi saya bukan sekadar ekspresi, tapi juga aksi. Saya senang mengulas topik tentang kepemimpinan, tantangan dunia pendidikan, sosiologi, serta praktik hidup moderat yang terangkum dalam website pribadi: https://tupari.id/. Kompasiana saya jadikan ruang untuk berbagi suara, cerita, dan gagasan yang mungkin sederhana, namun bisa menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Artikel Utama

Dari Jalan Kaki hingga Kantong Belanja Penuh: Ritme Pagi di Pasar Way Kandis

18 Agustus 2025   08:39 Diperbarui: 18 Agustus 2025   15:07 682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sesampainya di pasar, suasana langsung menyambut dengan riuh khas: orang berlalu-lalang, motor yang sesekali melintas, serta aroma perpaduan ikan segar dan rempah-rempah. 

Namun uniknya, di Pasar Way Kandis jarang sekali pedagang yang berteriak menawarkan dagangannya. Sebagian besar hanya tersenyum, menyapa pembeli dengan ramah, atau sibuk menata barang dagangan. Suasana ini membuat pasar terasa lebih nyaman, tidak gaduh, dan justru memberi ruang bagi pembeli untuk berkeliling dengan leluasa.

Begitu masuk ke lorong-lorongnya, warna pasar langsung terasa berbeda. Ada deretan sayur-mayur segar dari kebun, aroma rempah yang tajam di sudut lain, ikan dan ayam segar yang baru saja diturunkan, hingga jajanan pasar yang menggoda di lorong berikutnya. Setiap lorong seakan punya dunia sendiri, lengkap dengan ciri khas dan atmosfernya.

Istri saya sudah menyiapkan daftar belanja: kangkung, bayam, cabai merah, bawang putih, ikan nila, ayam kampung, hingga buah segar untuk anak-anak. Sesekali, ia juga menambahkan jajanan khas pesanan anak-anak. Kantong belanja yang awalnya ringan, perlahan mulai penuh.

Meski begitu, ada rasa puas ketika semua kebutuhan terpenuhi. Saya bisa membayangkan seminggu ke depan keluarga akan menikmati hidangan rumahan dengan bahan-bahan segar yang baru saja kami dapatkan.

Segala jenis hasil bumi yang dijual pedagang pasar. (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari) 
Segala jenis hasil bumi yang dijual pedagang pasar. (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari) 

Pasar Sebagai Ruang Sosial dan Budaya

Di balik aktivitas belanja, Pasar Way Kandis adalah ruang sosial yang hidup. Orang-orang bertemu, saling menyapa, saling bertukar cerita. Ada pedagang yang sudah hafal pembelinya, bahkan bisa langsung menyiapkan pesanan tanpa ditanya lagi. Ada pelanggan setia bertahun-tahun, merasa lebih nyaman belanja di sini dibanding di supermarket modern.

Lebih jauh, pasar ini juga mencerminkan budaya lokal: nilai kekeluargaan, gotong royong, serta kesederhanaan. Pasar bukan hanya tentang harga cabai dan ikan, tapi juga tentang menjaga hubungan sosial agar tetap hangat. Ia menjadi semacam ruang publik tempat warga saling mengenal, saling peduli, dan saling mendukung.

Pasar Legendaris dengan Segala Keunikannya

Pasar Way Kandis sudah lama dikenal sebagai pasar keluarga. Bukan hanya warga sekitar, banyak pula orang dari wilayah lain yang memilih berbelanja di sini. Alasannya sederhana: harga yang bersaing, barang yang segar, dan tentu saja suasana yang akrab dan bersahabat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun