Entah mengapa, hari ini perjalanan pulang kerja terasa begitu memanaskan hati. Baru keluar dari gang, pengendara motor dari arah berlawanan dengan santai memotong jalur tanpa helm dan tanpa menoleh sedikit pun. Ada juga yang menyalakan sein kanan tapi belok kiri, atau mengendarai di tengah jalur tapi pelan sehingga mengganggu orang lain. Sampai di lampu merah, suara knalpot brong memekakkan telinga, membuat banyak orang refleks menutup telinga. Tak lama kemudian, seorang pengemudi mobil membuka jendelanya hanya untuk membuang sampah tisu ke jalan. Â
Sungguh pengalaman buruk..., rasanya seperti sedang diuji kesabaran dari awal perjalanan hingga sampai rumah.Â
Semua kejadian itu membuat saya merenung: Kenapa ya, kita gampang sekali marah di jalan raya? Dan kenapa etika sederhana di ruang publik sering kali diabaikan seolah-olah jalan ini warisan keluarga?
Jalan Raya adalah Ruang Publik, Bukan Milik Pribadi
Seperti transportasi umum yang menjadi milik bersama, jalan raya juga ruang publik. Kita semua menggunakannya untuk tujuan yang berbeda, ada yang ingin cepat sampai rumah, ada yang sekadar mencari rezeki, ada pula yang sekadar pulang santai sambil menikmati sore.
Namun di lapangan, ego sering mengalahkan kesadaran itu. Kita merasa jalan di depan kendaraan adalah "wilayah pribadi", dan siapa pun yang memotong atau menghambat seolah sedang menyerang kita. Sama halnya dengan orang yang selonjor kaki di bus hingga menutup jalan orang lain, perilaku egois di jalan membuat suasana jadi tidak nyaman dan rawan konflik.
Stres dari Luar Jalan yang Ikut Terbawa
Kemarahan di jalan jarang murni karena kejadian di jalan. Sering kali itu adalah akumulasi dari stres yang kita bawa: tekanan kerja, masalah keluarga, bahkan sekadar lelah fisik. Jalan raya lalu menjadi tempat pelampiasan.
Saya teringat, di perjalanan sore ini, mungkin pengendara yang membuang sampah itu sebenarnya sedang terburu-buru. Mungkin pengendara yang menggeber knalpot hanya ingin memamerkan motornya, tanpa sadar mengganggu orang lain. Tapi di momen lelah, sulit sekali memberi "diskon" kesabaran.