Mohon tunggu...
Tupari
Tupari Mohon Tunggu... Guru di SMA Negeri 2 Bandar Lampung

Saya adalah pendidik dan penulis yang percaya bahwa kata-kata memiliki daya ubah. Dengan pengalaman lebih dari 21 tahun di dunia pendidikan, saya berusaha merangkai nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial ke dalam pembelajaran yang membumi. Menulis bagi saya bukan sekadar ekspresi, tapi juga aksi. Saya senang mengulas topik tentang kepemimpinan, tantangan dunia pendidikan, sosiologi, serta praktik hidup moderat yang terangkum dalam website pribadi: https://tupari.id/. Kompasiana saya jadikan ruang untuk berbagi suara, cerita, dan gagasan yang mungkin sederhana, namun bisa menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pertama Kali ke Kampus UT: Cerita Nyata dari Universitas yang Beda Sendiri

2 Agustus 2025   13:29 Diperbarui: 3 Agustus 2025   06:23 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Universitas Terbuka Bandar Lampung, pusat layanan pendidikan jarak jauh yang terpercaya (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari) 

Hari ini adalah kali pertama saya menjejakkan kaki di Universitas Terbuka. Bukan untuk kuliah seperti mahasiswa pada umumnya, bukan pula untuk wisuda, seminar, apalagi ikut demo kampus. Saya datang dengan satu tujuan: mengurus pendaftaran kuliah lagi lewat jalur RPL: Rekognisi Pembelajaran Lampau.

Saya sudah daftar secara online, sebenarnya. Tapi tetap saja ada rasa belum tenang kalau belum lihat langsung. Maka berangkatlah saya ke kampus UT di Bandar Lampung, dengan kepala penuh pertanyaan dan perasaan antara penasaran dan canggung.

Universitas Terbuka: Beda Sejak Konsep

UT ini memang kampus negeri, tapi kalau kalian membayangkan suasana seperti kampus negeri besar lainnya yang ramai mahasiswa lalu-lalang, kantin yang penuh dengan obrolan, dosen berseliweran, dan jadwal kelas yang padat, maka siap-siap dibingungkan.

Dari awal berdirinya, UT memang tidak pernah berencana menjadi “kampus konvensional”. Ia adalah kampus jarak jauh, berbasis teknologi, dengan mahasiswa yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia bahkan luar negeri. Tidak semua orang tahu bahwa UT adalah satu-satunya kampus negeri di Indonesia yang benar-benar dibangun untuk pendidikan terbuka dan jarak jauh. Sebelum Zoom jadi tren, UT sudah menjalankannya.

Bayangkan, kalian bisa kuliah tanpa harus pindah kota, tanpa harus menyita jam kerja, dan bahkan tanpa harus hadir di kelas tatap muka. Tapi jangan salah: tidak hadir bukan berarti tidak serius. Justru karena tidak ada dosen yang "menyuruh", mahasiswa UT dituntut punya disiplin tingkat tinggi.

Yang tak kalah penting dan sering disalahpahami adalah soal kualitas dan akreditasinya. Meski sistem belajarnya berbeda dari kampus konvensional, Universitas Terbuka adalah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang terakreditasi secara nasional dan bahkan internasional. UT telah memperoleh Akreditasi Institusi “A” dari BAN-PT di beberapa periode, dan saat ini berada dalam peringkat yang sangat baik di antara perguruan tinggi penyelenggara pendidikan jarak jauh.

Bahkan, beberapa program studi di UT juga telah mendapatkan akreditasi internasional dari lembaga seperti International Council for Open and Distance Education (ICDE). Ini menegaskan bahwa sistem UT bukan sistem belajar “abal-abal” seperti yang kadang disalahpahami oleh sebagian masyarakat. Justru, kualitasnya diakui secara global dengan standar akademik, evaluasi, dan sistem pengajaran yang terus berkembang.

Datang untuk RPL: Mahasiswa Lama, Semangat Baru

Saya datang ke UT bukan sebagai “mahasiswa baru” dalam arti umum. Saya bukan lulusan SMA yang ingin mulai kuliah. Justru sebaliknya, saya adalah seseorang yang sudah lama lulus, sudah kerja, punya pengalaman hidup dan belajar. Tapi saya merasa ada mimpi yang belum selesai: kuliah lagi. Dan jalur RPL ini seperti pintu yang dibuka kembali oleh semesta.

RPL, atau Rekognisi Pembelajaran Lampau, adalah program yang memungkinkan kita mengkonversi pengalaman kerja, pelatihan, bahkan studi sebelumnya menjadi pengakuan akademik. Misalnya, jika kalian pernah bekerja di bidang manajemen selama bertahun-tahun, kalian bisa mendapatkan pengakuan bahwa kalian sudah menguasai mata kuliah-mata kuliah tertentu tanpa harus mengulanginya lagi.

Jadi, bukan cuma hemat waktu, tapi juga hemat energi dan biaya.

Saat Saya tiba di kampus UT Bandar Lampung, saya disambut dengan ramah oleh petugas layanan akademik. Mereka menjelaskan semuanya dengan sabar dan detil. Tidak ada suasana birokratis yang kaku. Ruangan tempat saya dilayani pun sejuk, bersih, dan nyaman. Rasanya lebih seperti coworking space daripada ruang administrasi kampus.

Saya bahkan sempat tertegun: “Ini kampus negeri? Serius?” Tapi ya, inilah UT. Kampus negeri rasa startup. Serius tapi santai, formal tapi fleksibel.

Front Office UT Bandar Lampung, ruang layanan akademik yang nyaman dan responsif bagi mahasiswa   (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari)
Front Office UT Bandar Lampung, ruang layanan akademik yang nyaman dan responsif bagi mahasiswa   (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari)

Mahasiswa dari Segala Usia, dengan Segala Cerita

Salah satu hal paling unik dari UT adalah demografi mahasiswanya. Di sini, kalian bisa bertemu mahasiswa yang usianya 19 tahun, tapi juga yang 49 tahun. Ada ibu rumah tangga yang kuliah demi menginspirasi anaknya, ada guru yang ingin menambah ilmu, ada ASN yang sedang mengejar jenjang karier, ada perawat, ada karyawan swasta, bahkan ada pengusaha. UT adalah rumah bagi mereka yang tidak bisa kuliah “normal”, tapi masih haus belajar.

Dan ya, kalian bisa kuliah dari mana saja. Di rumah, di kantor, di kebun, di warung, bahkan di luar negeri. Yang penting: ada sinyal, ada niat, ada waktu.

Kelasnya juga tidak menuntut kehadiran fisik. Semua materi bisa diakses lewat LMS (Learning Management System), forum daring, video pembelajaran, buku digital, dan tentu saja, ujian yang juga bisa dilakukan secara online. Tapi ini bukan berarti mudah. Justru di sinilah tantangannya.

Kampus Tanpa Pengawas Tapi Penuh Tanggung Jawab

Di UT, tidak ada dosen yang akan menagih tugas. Tidak ada teman sebangku yang bisa kalian salin PR-nya. Tidak ada “ketua kelas” yang akan mengingatkan ada kuis besok. Semua serba mandiri.

Kalian harus bisa mengatur waktu sendiri, merancang strategi belajarmu sendiri, dan memastikan semuanya berjalan sesuai rencana. Jika kalian tipe yang butuh dorongan eksternal, UT mungkin akan terasa berat. Tapi kalau kalian seseorang yang mandiri, tangguh, dan punya motivasi internal kuat, UT adalah tempat yang sempurna.

Di sinilah saya merasa tertantang sekaligus termotivasi. Tidak ada lagi alasan "tidak sempat", "terlalu sibuk", atau "sudah tua". UT menerima siapa saja yang masih ingin belajar, tanpa mempersoalkan dari mana kalian berasal, berapa umurmu, atau apakah kalian lulusan SMA belasan tahun lalu.

Mimpi yang Tak Pernah Terlambat

Akhirnya, setelah diskusi, klarifikasi, dan verifikasi dokumen RPL-ku, saya menyadari satu hal: tidak ada mimpi yang benar-benar kadaluwarsa. Kadang, kita hanya butuh pintu yang sesuai. Dan hari ini, pintu itu bernama Universitas Terbuka.

Saya pulang dari kampus bukan dengan map berisi brosur, tapi dengan semangat yang menyala. Saya tahu, perjalanan kuliah ini mungkin tak semudah dulu saat masih muda. Tapi sekarang, saya punya tujuan yang lebih jelas, motivasi yang lebih kuat, dan pengalaman hidup yang bisa jadi modal belajar yang sangat berharga.

Penutup: UT, Kampus yang Nyentrik Tapi Relevan

UT mungkin bukan kampus yang sering masuk berita utama. Mungkin juga tidak ada banyak postingan Instagram tentangnya. Tapi justru di balik kesederhanaannya, ada filosofi yang kuat: pendidikan harus menjangkau siapa saja, di mana saja, dan kapan saja.

Mereka tidak menjanjikan kampus megah atau kehidupan sosial yang glamor. Tapi mereka menawarkan satu hal yang lebih penting: akses dan kesempatan.

Dan hari ini, saya adalah bagian dari kesempatan itu, karena belajar adalah sepanjang hayat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun