Mohon tunggu...
Tupari
Tupari Mohon Tunggu... Guru di SMA Negeri 2 Bandar Lampung

Saya adalah pendidik dan penulis yang percaya bahwa kata-kata memiliki daya ubah. Dengan pengalaman lebih dari 21 tahun di dunia pendidikan, saya berusaha merangkai nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial ke dalam pembelajaran yang membumi. Menulis bagi saya bukan sekadar ekspresi, tapi juga aksi. Saya senang mengulas topik tentang kepemimpinan, tantangan dunia pendidikan, sosiologi, serta praktik hidup moderat yang terangkum dalam website pribadi: https://tupari.id/. Kompasiana saya jadikan ruang untuk berbagi suara, cerita, dan gagasan yang mungkin sederhana, namun bisa menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Gratis, Kenyamanan Tergerus: Sekolah Tanpa Komite, Siapa Bayar Operasional?

18 Juli 2025   09:18 Diperbarui: 18 Juli 2025   09:18 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal saat Meninjau MPLS SMA N 3 Bandar Lampung. Sumber: Portalnews.id

Pendidikan Gratis, Kenyamanan Tergerus: Sekolah Tanpa Komite, Siapa Bayar Operasional?

Tahun ajaran baru 2025/2026 di Provinsi Lampung dibuka dengan sebuah terobosan besar: penghapusan total pungutan uang komite, SPP, dan biaya daftar ulang di seluruh SMA, SMK, dan SLB negeri. Sebuah kebijakan yang disebut-sebut sebagai bentuk nyata pemerataan akses pendidikan.

Namun, ketika tepuk tangan masyarakat baru saja reda, ruang guru menjadi lebih senyap. Tak ada lagi bau teh atau kopi menyapa pagi. AC dicopot dari dinding, lampu dinyalakan bergantian, dan ruang kelas terasa lebih pengap dari biasanya. Inilah babak baru dunia pendidikan: gratis, tapi tidak otomatis nyaman.

AC Dicopot, Teh Menghilang, Tapi Harapan Tetap Menyala

Kebijakan ini ditegaskan langsung oleh Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, yang turun langsung ke lapangan. Dalam kunjungannya ke beberapa sekolah, ia menyaksikan bagaimana sekolah mulai berhemat luar biasa.

“Saya lihat sendiri, ada sekolah yang AC-nya sudah dicopot karena tidak mampu bayar listrik. Tapi tidak masalah, saya dulu juga sekolah tanpa AC dan tetap bisa jadi gubernur,” ujarnya, Selasa, 15 Juli 2025.

Pernyataan ini jujur dan menyentuh: bahwa pendidikan sejatinya tak selalu membutuhkan kenyamanan. Banyak pemimpin besar lahir dari ruang kelas yang panas, bangku reyot, dan papan tulis kapur.

Namun, apakah narasi itu masih relevan di zaman sekarang, ketika sekolah dituntut tidak hanya mencerdaskan, tapi juga menciptakan ekosistem belajar yang sehat dan mendukung?

Gubernur Lampung tampaknya sadar betul bahwa kebijakan ini tidak mudah. Beliau juga menyadari bahwa anak-anak pejabat, termasuk anaknya sendiri yang masih bersekolah di SMA negeri, juga akan merasakan dampaknya. Tanpa pengecualian, tanpa keistimewaan.

Inilah pesan moral yang kuat: kalau rakyat harus berhemat, pemimpinnya pun harus rela ikut menanggung konsekuensinya. Kebijakan ini bukan sekadar simbol politik, tetapi komitmen bersama yang menuntut solidaritas semua lapisan masyarakat.

Rp600 Ribu per Siswa: Cukupkah untuk Sekolah yang Layak?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun