Di era media sosial yang serba terhubung ini, membandingkan diri dengan orang lain seolah menjadi bagian tak terhindarkan dari kehidupan sehari-hari.
Setiap hari kita disuguhi potret kehidupan orang lain yang tampak sempurna: liburan mewah, pencapaian karier gemilang, hubungan yang harmonis, hingga tubuh ideal.Â
Fenomena ini dikenal sebagai "comparison trap" atau perangkap perbandingan, di mana kita tanpa sadar mengukur kebahagiaan dan keberhasilan diri sendiri berdasarkan standar orang lain.
Contoh nyatanya bisa kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Seorang mahasiswa merasa minder karena teman-temannya sudah memiliki bisnis sendiri, sementara ia masih berjuang menyelesaikan skripsi.Â
Seorang pekerja kantoran merasa hidupnya kurang berarti karena melihat rekan sebayanya sudah menjadi manajer di perusahaan besar.Â
Bahkan dalam lingkup keluarga, sering kali ada perbandingan yang membuat seseorang merasa tidak cukup baik. Perasaan ini tidak hanya menggerogoti rasa percaya diri, tetapi juga bisa berdampak negatif pada kesehatan mental.
Bahaya dari hidup dalam bayang-bayang perbandingan ini sangat nyata.Â
Menurut penelitian yang diterbitkan dalam Personality and Individual Differences (2017), individu yang sering membandingkan diri dengan orang lain cenderung mengalami tingkat kecemasan dan depresi yang lebih tinggi.Â
Perbandingan yang terus-menerus dapat menciptakan rasa tidak puas, meskipun seseorang sebenarnya telah mencapai banyak hal dalam hidupnya.Â
Akibatnya, kita menjadi lebih fokus pada apa yang tidak kita miliki daripada mensyukuri apa yang sudah ada.