Mohon tunggu...
Hendri Kurniawan
Hendri Kurniawan Mohon Tunggu... Lainnya - Intelektual Organik.

-Microbiology and Agriculture Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Opini: Bahaya Sesat Berpikir di tengah Pandemi Covid-19

26 April 2020   05:05 Diperbarui: 26 April 2020   08:01 1713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika kita berbicara tentang ilmu pengetahuan, tak ada kesimpulan final terhadap sebuah jawaban. Sebuah jawaban akan melahirkan kembali pertanyaan. Begitu seterusnya sehingga kebenaran semakin teruji. Langkah selanjutnya adalah bagaimana data tersebut, sebagai suatu kebenaran, dapat membawa manfaat (implementasi).

Adanya proses berdialektika akan mengembangkan ilmu pengetahuan. Penulis sendiri meyakini di negeri ini terdapat banyak orang pandai, tetapi penulis tidak yakin mereka yang pandai, akan pandai juga menjalankan peran yang semestinya dilakukan di negeri ini.

Menjadi bijaksana lebih penting

Metode dialektika merupakan metode atau cara memahami suatu dengan melakukan dialog. Dialog berarti komunikasi dua arah, ada seseorang berbicara dan ada seseorang lain yang mendengarkan. Dalam pembicaraan yang terus menerus dan mendalam diharapkan orang dapat menyelesaikan problem yang ada. 

Sebagai contoh kasus: Seorang Gubernur mencurigai adanya kasus virus corona yang tidak masuk ke dalam angka resmi rilisan Kementerian Kesehatan karena melihat fakta bahwa angka prosesi pemakaman di daerahnya tiba-tiba meningkat drastis.

Pada 30 Maret lalu. Dalam konferensi pers, Ia menyatakan bahwa pada bulan tersebut, terjadi pemulasaran dan pemakaman dengan menggunakan prosedur tetap (Protap) COVID-19 sebanyak 283 kasus di daerahnya.

"Sejak tanggal 6 itu mulai ada kejadian pertama sampai dengan kemarin tanggal 29, itu ada 283 kasus," sebut sang Gubernur. Angka 283 ini kemudian banyak menjadi perbincangan di tingkat masyarakat maupun kalangan media [3].

"Dimakamkan menggunakan protap COVID-19" bisa saja termasuk: 1. Jenazah dengan hasil tes positif, 2. Jenazah dengan hasil tes negatif namun dimakamkan dengan protap COVID-19, 3. Jenazah dengan hasil tes yang belum keluar namun dimakamkan dengan protap COVID-19.  

Kebingungan masyarakat nampaknya muncul karena pernyataan itu disampaikan oleh sang  Gubernur secara dramatis. Banyak orang kemudian salah menangkap informasi inti, yang seharusnya: terdapat 283 pemakaman yang menggunakan Protokol COVID-19, bukan terdapat 283 kasus meninggal karena COVID-19 di Wilayah tersebut. Dua hal yang berbeda tentunya. 

Jangankan di tataran elit, sekelas mahasiswa tingkat akhir pun mampu mempertahankan argumen terkait data yang dibawanya saat sidang skripsi di hadapan sang dosen. Yang lebih penting adalah menjadi bijaksana.

Bijaksana dalam menyampaikan informasi, menerima informasi serta menyebarkan informasi. Mencoba menyelami akar permasalahan, melihat dari perspektif lain, bahu membahu untuk meleburkannya menjadi solusi bagi keselamatan bangsa.

Bersatu lawan Pandemi

Banyak pihak mengapresiasi langkah pemerintah dalam menggelontorkan stimulus senilai Rp405,1 triliun sebagai dana tambahan untuk menanggulangi COVID-19. Stimulus yang digelontorkan sudah selayaknya dimanfaatkan sebaik baiknya dan jangan sampai ada pihak-pihak yang "menyalahgunakannya". 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun