Sejujurnya harus kuakui, soal perasaan itu memang ada, but its too complicated for you
Sore itu, cuaca mendung menemani Linggom membersihkan vespa kesayangannya untuk persiapan malam mingguan yang tujuannya entah kemana. Sembari membersihkan vespa, music reggae selalu setia menemani telinga Linggom yang memang sengaja diputarnya saat membersihkan vespanya. Saat tangan Linggom masi berdandan dengan oli kotor vespanya, tiba-tiba lantunan music reggae berubah jadi nada panggilan telepon yang dengan seketika Linggom menjawab panggilan itu. Maklum,Linggom terbilang jarang untuk menerima telepon dari siapapun, karena memang sehari-harinya dia lebih menikmati kesendirian dengan alasannya yang klasik bahwa dengan sepi kita dapat mengerti arti dari kesetiaan.
"haloooo bg? Apa cerita" sahut Linggom dengan logat medan nya.
"nanti malam kemana bang gom?"
"kosong bang, kemana kita bang Daniel? Tanya Linggom, sambil mencabut carger hp nya
"cocoklah itu bang, nanti sekalian jalan-jalan kita bang, kawani dulu aku jemput si Mei ya bang "pinta Daniel dengan nada memohon dan sedikit tertawa. Yang pada saat itu Daniel dan Mei ternyata lagi dekat atau pdkt-anlah istilah Gen Z dan Generasi Milenial
Tanpa berpikir panjang Linggom langsung menyetujui tawaran Daniel tadi. Pikir-pikir dikos juga tidak ada kegiatan apa-apa gumam Linggom.
"ok bang, bungkus" sambar Linggom.
Tepat pada tenga delapan malam, Linggom bergerak menemui Daniel dan Akbar yang sudah menunggu di SPBU Simpang Pemda. Dengan segera Linggom pun mengisi bahan bakar (minyak) Â vespanya dan kemudian mereka bergerak bersama menuju tempat Mei berada. Sambil menikmati kemacetan kota Medan dimalam minggu, Linggom, Daniel dan Akbar saling mendahului membawa vespanya masing-masing karena memang ketiganya adalah pecinta kuda besi tua yang terbilang unik dan sedikit merepotkan bagi sebagaian orang yang tidak memahami arti dari ber-vespa.
Linggom yang sejak awal tidak tahu arah tujuan kemana mencoba memecah kebisingan dan kemacetan lampu merah Johor.
" kita jemput kemana Bar?" panggilan akrab untuk Akbar
" gak tau bang, aku diajak bang Daniel aja nya tadi, akupun pas lagi bosan dikos, yaudah aku ikut aja" jawab Akbar
Karena pada saat lampu merah jarak mereka berdua sedikit terpisah dari Daniel, Linggom berusaha mendekatkan vespa nya yang sudah mengeluarkan banyak asap karena memang masi lampu merah dan tatapan orang-orang sedikit sinis karena asap vespa Linggom yang tebal namun Linggom tidak memerdulikannya.
"bang Dan, kita jemput kemana? Tanya Linggom
"daerah Denai bang"jawab Daniel sambil tersenyum karena tahu bahwa jarak itu tidak terlalu dekat untuk daerah Medan. Linggom sambil memasukan gigi vespanya yang pada saat itu lampu sudah hijau sedikit bengong dan tertawa karena memang jarak itu sedikit agak jauh dari perjalanan biasanya. Akan tetapi, dalam bervespa, sejauh apapun jarak bukan masalah bagi mereka yang memang jiwanya telah tertanam sebagaian di vespa, karena jarak adalah jalan untuk mendapat saudara baru dan mereka pun menikmati perjalan malam itu walaupun tidak satu dari mereka tahu dimana lokasi persis Mei berada.
Kehebohan mereka perlahan hilang saat mereka sudah memasuki daerah Terminal Amplas, sebab mereka akan menerka-nerka jalan mana yang harus dilalui. Linggom yang memang lebih dewasa dari mereka memutuskan untuk bertanya alamat yang sejak diperjalanan telah diberikan oleh Mei. Maklumlah mereka tidak memerhatikan hp nya sebab asik dengan asap mesin kanannya sejak berangkat tadi. Setelah bertanya tiga kali, mereka pun tiba pada tempat yang diberikan Mei.
Sembari memarkirkan vespa, Linggom sengaja sedikit memperlama parkir agar Daniel dan Akbar yang duluan masuk dan duduk, karena mereka bertermu dengan Mei di tempat makan di sebuah persimpangan jalan sebut saja namanya Mie Aceh Jermal, karena memang Linggom adalah orang yang pemalu dia sengaja duduk belakangan yang ternyata Mei bersama dengan kedua temannya yang setelah kenalan Linggom tahu nama kedua temannnya itu adalah Eka Putri Silaen dan Marta Ria Marpaung.
Tidak ada yang istimewa dengan pertemuan dan perkenalan mereka saat itu. Tidak juga dengan kehebohan dan "kegilaan" Marta Ria Marpaung yang kemudian setelah kenalan mereka memanggilnya Marta dan Eka. Sembari menikmati nasi goreng ternyata Marta seorang mahasiswi di Universitas HKBP Nomensen Medan semester 5 dan Eka kuliah di Unimed smester 7.
 Berbeda dengan Marta, Eka sedikit lebih feminim dan terlihat lebih pasif dari Marta. Sejak awal bertemu dan kenalan Eka memang lebih banyak diam dan bermain hp saja yang ternyata diam-diam Linggom memerhatikannya tanpa berani mengajak untuk berbicara, maklum Linggom orangnya memang pendiam dan tidak terlalu perduli dengan perempuan apalagi soal roamntisme.
Tapi itu semua berubah sejak kenyang makan Mie Aceh Jermal
Tidak ada yang berubah setelah mereka berpisah walaupun tatapan mata Linggom selalu berusaha mencuri menatap wajah Eka saat mereka menghidupkan vespa nya untuk pulang.
 Hari-hari yang dilalui Linggom benar-benar tidak ada yang berubah soal pertemuan itu sampai saat Pelantikan Ketua PMKRI Cab.Medan yang kebetulan saat itu Linggom sebagai seorang pengurus harian cabang. Dengan alasan untuk mengundang hadir pada pelantikan itu, Linggom dengan sok berani dan gemetaran mengirimkan pesan kepada Eka lewat IG yang dengan sengaja Linggom mem-follow IG si Eka untuk menambah pertemanan karena memang Linggom adalah orang yang sangat suka berteman dengan siapapun.
"kak, nanti tanggal 17 Februari ada kegitan gak?" isi pesan Linggom ke Eka.
Tak berapa lama, Eka membalas pesan Linggom "kenapa bg? "
"kalo sempat, kaka datang ya, ada pelantikan kami dan sekalian seminar di Catholic Centere daerah Pringgan jam 09.00 pagi kak"
"ok bg, kalo sempat aku datang" jawab Eka dengan singkat
"ehk kak, semisalnya aku minta nomor telepon seluler kakak bisa gk?" Entah setan apa yang merasuki Linggom, baru kali ini dia berani meminta nomor hp wanita walaupun lewat IG.
"untuk siapa bg?ada yg nyuruh ya?" balas Eka.
"ya untukkulah, kan aku yang minta" Jawab Linggom dengan sok santai
Dan kemudian jawaban Linggom itu dibalas dengan beberapa angka acak yang ternyata adalah nomor hp Eka. Dan seketika Linggom langsung mengirimkan pesan lewat WA terhadap nomor yang diberikan oleh Eka dan sekaligus memastikan apakah nomor itu adalah benar-benar milik Eka.
Dan sejak saat itulah babak baru dimulai
Entah siapa yang memulai dan bagaimana awalnya, susah untuk dijelaskan. Linggom yang biasanya hanya bermodalkan wifi gratisan, kini seperti seolah harus dan wajib mengisi paket data hp nya. Tidak ada yang tau sebab dan alasan untuk memastikan paket hp selalu ada tapi yang pasti Linggom seolah harus mengaktifkan notifikasi hp nya kala pesan wa ada yang masuk dan tidak jarang Linggom sesekali hanya sekedar melihat gambar profil dari nomor wa yang baru mengisi daftar penduduk di hp nya. Yang walaupun terkadang gambar profil wa nomor tersebut tidak ada alias tidak pakai foto profil.
Seiring berjalanannya waktu, kini Eka dan Linggom sudah mulai terbiasa dengan chat dan teleponan sampai larut malam dan bahkan sampai dini hari. Entah apa yang mereka bahas, mulai dari keluarga, tempat tinggal, hoby, akademik dan sampai pada kampung halaman serta keluarga. Hari demi hari mereka lalui dengan chat dan teleponan dan sesekali video call-an. Entah kapan persisnya, kini Linggom sudah mulai terasa nyaman dengan keakraban mereka. Dan tak jarang kata rindu juga terucap dari percapakan mereka, walalupun itu hanya lewat dunia maya.
"emtah kenapa aku kok bisa rindu samamu ya" kata Linggom
Eka yang secara usia dua tahun dibawah Linggom merespon perkataan tersebut layaknya dua orang dewasa yang telah hampir sepakat untuk mengikatkan suatu hubungan pertemanan dalam ikatan "pacaran" mungkin lebih sederhana.
"yaudah, ngopilah tros" jawab Eka
Rupanya saat itu, Linggom sedang berada di kampung halaman yang tidak terlalu jauh dari pinggiran danau toba. Dan dengan basa-basi Linggom menawarkan untuk ngopi bareng di kampungnya.
"yoklah yokh, tapi aku lagi dikampung ini" balas Linggom.
"aku rencana hari rabu pulang kampung"
"yaudah nona, kalo sempat singgahkanlah. Ntar saya bawa jalan-jalan dehk" jawab Linggom penuh harap Eka singgah di kampungnya. Yang kebetulan Eka akan melewati kampung Linggom sebelum sampai ke kampungnya.
Entah bagaimana mulanya, Linggom memanggil Eka dengan kata "nona" dan Eka memanggil Linggom dengan kata "anak muda" dan sejak nama panggilan itu disematkan mereka kelihatan akrab dan sepertinya sudah lebih dekat dari teman biasanya.
Pertemuan pertama setelah kenalan
Rabu pagi itu, pesan Eka di terima oleh Linggom.
"bang,aku gerak jam 9 pagi dari Medan ya. Nti aku turun dimana?" isi pesan Eka.
"turun di SPBU Kota ajak kak, ntr aku jemput. Kka  ada bawa tas besar? Kalo nggak kerumah ku aja? Tapi gak usah dehk. maila au (malu aku`), soalnya belum pernah bawa teman cewe kerumah, ntr dikirain pulak lao martuppol kan" canda Linggom dengan emot tertawa dari pesan WA nya.
"ok bang, aku turun di SPBU aja, tapi aku ada satu tas besar ini" balas Eka tanpa merespon candaan Linggom tersebut.
"yaudah, ntr kita titip di tempat kawan aja nanti, kabarin aja ya" jawab Linggom.
Entah apa sebabnya, Linggom sepertinya senyum-senyum sendiri dan ada perasaan dag-dig-dug sepertinya menanti pertemuan itu. Dan yang pasti Linggom merasa bahagia.
Siang harinya sekitar setengah 2 siang, Eka telah tiba.
"uda dimana anak muda? aku uda di SPBU ini. Hatop jo bos,gok akka bawa ison (cepat ya, banyak laki-laki disini), ntr diculik pulak aku kan" kata Eka ditambah emoticon senyum.
"otw nona" balas Linggom sambil langsung ngebut membawa sepeda motornya.
"Halo nona, slmat datang di Danau Toba" canda Linggom sambil senyum gemetaran karena ini adalah pertemuan pertama mereka. Yang walaupun wajah Eka sepertinya sedikit kesal karena sudah menunggu agak lama. Dan mereka pun bergegas untuk menyimpan tas Eka.
"ditanya-tanya abang itu tdi aku, kubilang aja dijemput, kuantarlah kau dek katanya tadi" jawab Eka sambil menaiki motor Linggom.
"hahahaahah,sory nona agak lama tdi, hehehe"jawab Linggom dan sembari membawa motornya dia mengajak untuk makan siang dulu, karena pasti Eka belum makan siang.
"yaudah,kita makan aja dulu.pasti dang mangan dope ho kan (kau pasti belum makan kan?)" ajak Linggom
"pas lah itu, uda agak lapar juga aku,dari Medan tadi belum makan memang aku"
Sembari menuju tempat makan, Linggom berlagak seolah-olah jadi seorang tour guide yang menjelaskan setiap tempat yang mereka lewati. Maklumlah, tempat mereka makan tidak terlalu dekat. Kebetulan ada tempat tongkrongan baru buka di sekitaran sini.
Kurang lebih 8 menit, mereka pun tiba di tempat tersebut dan langsung memesan makanan nya masing-masing. Eka yang memang kelihatan lapar dipersilahkan Linggom untuk memesan makanan duluan.
"kak,aku nasi goreng sama lemon tea aja" pesan Eka.
"aku jus nenas aja kak, tapi gulanya sikit aja ya" pesan Linggom.karena Linggom memang sudah makan sebelumnya.
Sembari menunggu pesanan, Linggom mencoba memecah keheningan dengan jantung yang berlomba-lomba untuk berdetak saat berbicara dengan Eka. Linggom memang orang yang pemalu, dan jarang bertemu dengan perempuan untuk posisi yang seperti itu. Jadi wajar jika dia bingung dan tak tahu bagaimana memulai sebuah pembicaraan dengan perempuan.
"berangkat jam berapa dari Medan tadi?" Tanya Linggom sambil gemetaran
"jam 9,makanya gk sempat tdi sarapan" jawab Eka santai sambil memainkan hp nya dan tak berapa lama pesanan mereka pun sudah sampai.
"jadi, aku aja yang mkan ini?" Tanya Eka.
"hajarlah nona,uda mkan tdi aku. Gas ma,asa tor jalan-jalan hita (makanlah,biar kita jalan)" jawab Linggom. Yang dengan diam-diam memerhatikan wajah Eka saat makan. Yang dari situ Linggom tau jika Eka juga malu-malu saat makan tersebut sebab muka Eka sedikit memerah saat itu.
Sambil Eka makan,Linggom kembali memecah keheningan itu dengan bertanya jam berapa nanti pulangnya, agar Linggom tau harus membawa Eka kemana.
"nona, sampai jam berapa bisa disini?atau sampai jam berapalah paling lama?" Tanya Linggom.
Sambil memerhatikan jam tangannya, Eka pun menjawab " antara jam 6 atau jam 7 lah,biar aku gak kelamaan kali nyampe di kampung"
"ok,cocok" sambung Linggom.
Setelah selesai makan, mereka pun bergerak menuju sebuah dataran tinggi yang berada di sekitar kampung Linggom yang waktu tempuhnya sekitar 15 menit ditambah kondisi jalan yang kurang bersahabat karena banyak lobang-lobang kecil dan aspal yang sudah rusak. Karena memang seperti itulah kondisi pariwisata Danau Toba saat itu,khususnya kampung Linggom yang sangat minim perhatian dari pemerintah daerahnya, padahal kampungnya merupakan salah satu pintu gerbang memasuki kawasan Pariwisata Danau Toba
Lima belas menit berlalu dan mereka tiba ditempat tujuannya. Sambil berjalan Linggom bertanya.
"tau gak kenapa nama tempat ini Bukit Senyum?"
"tadi aku berpikir bahwa bentuk bukitnya seperti orang tersenyum, padahal nggak. Gak tau" jawab Eka
"katanya, siapapun yang datang kesini pasti akan tersenyum, makanya diberi nama Bukit Senyum, nahkkk senyum kan" canda Linggom sambil melihat Eka sedang tersenyum.
"Oh, betapa anggunya senyum mu nona" gumam Linggom dalam hatinya sambil tersenyum.
Lima belas menit lamanya mereka berada diatas sana, Linggom mengajak nya kembali dan berencana membawaya ke sebuah tempat pengasingan Bung Karno ketika diasingkan dulu. Sebelum kembali, Linggom dengan malu dan sok jual mahal mencoba mengajak Eka untuk berfoto.
"tpi kyaknya berfotolah dulu kita, tapi pakai hp mu ya soalnya kamera hp ku nggak bagus" sahut Usep malu-malu
"sini-sini, mana ne backgroundnya yang bagus" Tanya Eka sambil mengeluarkan hp dari tas kecil miliknya.
"Nampak danau nya aja biar kren" cetus Usep
Dan mereka pun berswafoto sebelum akhirnya mereka kembali  dan singgah di tempat Pengasingan Bung Karno dulu.
Kembali berlagak bagai seorang tour guide Linggom menceritakan sedikit tentang  tempat itu, yang saat ini pengelolaanya berada dibawah Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang walaupun sebenarnya Linggom sebagai orang putra daerah belum pernah masuk kedalam tempat tersebut.
"disinilah dulu Bung Karno diasingkan oleh Belanda, kurang lebih 3 bulan lamanya"
"ohk, gitu" jawab Eka dengan santai.
Sambil berjalan menuju pantai Pesanggrahan, kembali Linggom mengajak Eka untuk berfoto.
"cocok ini, fotokanlah tros"
"fotolah dulu aku pakai hp mu" balas Eka
"kamera hp ku gk bagus, pake hp mu aja sini"
"udah, pakai hp mu aja dulu"
"okeh-okeh, berdiri lah disitu biar ku foto, kalo hasilnya jelek, salahkan hp ku nanti ya" canda Linggom.
"nahk.liat ne, gak bagus kan kamera hp ku, sini pakai hp mu aja" kata Linggom sambil menunjukan hasil jebretan kameranya kepada Eka.
"yakh,golap.ai aha di (kok gelap)" kata Eka sambil tertawa dan membuat Linggom makin terngangang melihat Eka tertawa yang pasti membuat hati Linggom terasa adem.
Sambil mengeluarkan hp nya, Eka meminta Linggom untuk memfoto dirinya.
"foto dulu aku disini bang"
"nah, bereng jo hsail naon, attor beda kan (liat hasilnya ini, bedakan dengan hp ku tadi)" kata Linggom sambil menunjukkan hasil jebretan  kamera hp milik Eka.
"selfie lah dulu kita attong, tpi kau yang megang hp nya ya, gk biasa aku selfie-selfie" kata Linggom sambil tertawa untuk menutupi rasa malunya. Maklumlah, Linggom ini orang pemalu abis kalo kata anak Medan
"ok" kata Eka sambil mempersiapkan kamera hp nya.
Setelah berselfie sekitar 4 atau 5 kali, Eka sesekali sudah melihat jam tangannya dan Linggom paham maksudnya.
"kyaknya uda agak gelap ini" kata Eka
"ok nona,kita langsung gerak aja. Kau mau naik bus apa?" Tanya Linggom, kerana memang hanya bus itu yang sampai ke kampung Eka, walaupun masi banyak angkutan yang lain.
"aku naik KBT aja anak muda, tapi mana yang lebih cepat aja nanti"
"ok,kita ambil tas mu dulu, sekalian kita tunggu ditempat abang itu aja, nanti lewat dari situ juga mobilnya"
Merekapun bergegas menuju tempat teman Linggom untuk mengambil tas dan perjalan mereka diguyur gerimis. "Oh, alangkah romantis nya cerita perjalanan ini, pertemuan pertama dan respon yang positif dari dia.apa arti semua ini?" Gumam Linggom sambil tersenyum dibawah rintik-rintik gerimis yang membahasi aspal dan pundak mereka berdua saat itu.
Saat tiba ditempat, Linggom meminta tas Eka yang dititipkan tadi dan sembari bertanya kepada temannya.
Sebenarnya Linggom sudah was-was dan sedikit mulai khawatir soal kepulangan Eka.sejenak  terlintas dalam benak Linggom, seorang wanita yang baru dia kenal dan baru bertemu sekali dengan tanpa sengaja, mau dan berani untuk berkorban seperti ini, karena memang mereka baru kenal dan bukan siapa-siapa.
Sambil melihat-lihat mobil yang lewat barang kali itu adalah mobil yang ditunggu-tunggu, sesekali Linggom memerhatikan wajah Eka yang nampaknya sudah kedinginan karena memang kelihatannya pakain yang digunakan Eka agak tipis walaupun itu kaos panjang tangan. Terlintas dipikiran Linggom seperti rasa bangga atas kehadiran Eka. Dan Linggom berpikir bahwa dia layak untuk diberikan penghargaan soal perasaan bahwa Linggom memang sepertinya mulai menaruh perasaan kepada Eka walaupun itu belum pasti. Linggom takut itu hanya sebuah perasaan kagum semata dan dia tiba-tiba menghilangkan dari pikirannya semua hal tadi soal perasaan kepada Eka.
Ahk, nga rittik on (ini gilak), baru kenal mana mungkin bisa langsung gitu? Nipi nama I (mimpi itu) gumam Linggom.
 "kita ke loket bus nya aja gimana" Tanya Linggom memecah keheningan
"yaudah, gak papa.uda jam 8 lewat ini" jawab Eka sambil menunjukkan jam tangannya.
Mereka pun bergegas menuju loket busnya dengan guyuran gerimis yang semakin deras. Saat tiba di loket tersebut mereka memutuskan untuk naik angkutan apa saja yang penting Eka bisa sampai dikampungya. Sambil merasa bersalah, Linggom bergumam bahwa jika seandainya juga tidak ada kendaraan lagi, mau tidak mau Linggom akan membawa Eka kerumahnya untuk istirahat mala mini. Sebenarnya tidak masalah, tapi baru kali ini Linggom membawa wanita kerumahnya dan yang pasti orang tuanya akan bertanya-tanya, karena memang Linggom tidak pernah membawa teman wanita seorang diri kerumahnya, lain lagi keadaan besok pagi yang harus dihadapi,soalnya Linggom bertetangga dengan warung yang setiap paginya bapak-bapak dan beberapa teman sebayanya sengaja untuk ngopi di tempat itu yang pastinya jika mereka tahu Linggom bawa teman wanita kerumah, mereka akan mengira itu adalah teman istimewa atau pacar Linggom, kerena mereka juga tahu bahwa Linggom tidak pernah membawa dan berkenalan dengan cewe karena bagi mereka Linggom adalah sosok yang sangat malu bertemu,berbicara dan berkenalan dengan wanita.
Dan seketika,mobil yang ditunggu-tunggu pun tiba. Ahk, seperti baru selesai berak,Linggom akhirnya merasa lega bahwa Eka masih memiliki angkutan untuk pulang. Yang walaupun sebenarnya tidak masalah jika malam itu, Eka harus bermalam dirumahnya. Toh,Linggom sudah dewasa dan orang tuanya juga mengerti akan hal tersebut.
"aku balik ya anak muda, sampai jumpa di Medan" kata Eka sambil menaiki mobil tersebut.
"ok nona, hati-hati. Kalo uda sampai kabarin ya" sahut Linggom sambil melambaikan tangannya dan menghidupkan sepeda motornya untuk kembali ke rumah. Dan disepanjang perjalanan Linggom tersenyum bahagia mengingat apa yang telah dia jalani hari itu. Hari itu,benar-benar berwarna dan bersejarah bagi Linggom. Sebab sosok seorang wanita yang baru dia kenal dan seolah ada perasaan bahagia yang tidak bisa dijelaskan  setelah berkenalan dan bertemu untuk pertema kalinya setelah perkenalan mereka saat itu. Sungguh hari yang indah.
Sejak pertemuan pertama tersebut, Linggom semakin menjadi-jadi. Terkadang Linggom berimajinasi "seolah-olah" telah menjalin hubungan dengan Eka dan sesekali Linggom juga berpikir bahwa ini semua hanyalah reaksi normal dari seseorang kepada temannya atau karena dia memang orang yang friendly sebab dia juga bisa dengan mudah dekat dengan laki-laki lain dan perlakuan nya kepada Linggom juga sama kepada teman laki-laki lainnya, namun bagi Linggom sosok seorang Eka adalah wanita yang unik dan memiliki daya tarik sendiri.
Seiring berjalannya waktu dan setelah pertemuan kala itu, intensitas pertemuan dan komunikasi antara Eka danLinggom semakin meningkat. Tak jarang keduanya saling bertukar pikiran dan bercerita tentang keluarga. Dan herannya, Linggom merasa sedikit heran sebab terkadang Eka selalu dengan beraninya cerita tentang kehidupan pribadinya dan keluarganya, namun Linggom berpikir itu adalah bentuk kepercayaan sesorang kepada kita kala dia berani untuk mengungkapkan tentang pribadi dan keluarganya kepada kita dan sebenarnya Linggom merasa sangat bangga saat itu, karena menilai bahwa Eka percaya kepadanya sebab berani bercerita tentang pribadi keluarganya kepada Linggom.
Kurang lebih 3 jam sejak pertemuan mereka, hp Linggom kembali bergetar dengan pesan singkat dari Eka yang mengatakan bahwa dia telah sampai.
"halo anak muda, aku sudah sampai ya. Terimakasih sudah dibawa jalan-jalan" isi pesan eka pada Usep
"siap nona,istirahatlah sudah malam" jawab Usep
Pertemuan di Medan
Setelah berselang beberapa waktu, sembari menanyakan kabar,disela-sela pembicaraan mereka lewat pesan WA, Linggom yang semakin hari semakin penasaran mencoba mengajak Eka untuk berenang
"haloo nona,suka berenang gk?"
"suka, tapi gak tau"jawab Eka
"cocoklah itu, brenang yokh?" ajak Linggom
"ayokh, kpn?dmana?"
"kolam berenang selayang gmna?
"jauh x itu anak muda, gk kasihan kau?aku cewe lohk" canda Eka
"ok, ada tawaran gk?
"gimana kalo hari minggu aja di kolam renang bahagia jam 4?"
"ok,cocok"jawab Linggom
Hari yang mereka janjikan pun tiba. Dan Linggom terlebih dahulu menuju tempat yang mereka sepakati. Sembari menunggu Eka, Linggom sesekali melihat hp nya yang sudah dia masukan kedalam tas nya, karena memang dia sudah siap untuk berenang sebab pesan Eka tiba-tiba bahwa dia datang agak terlambat.
"anak muda, aku sedikit terlambat ya, berenang aja duluan"
"ok nona, aku duduk dibangku nom.13 ya"
Entah dia lama ada yang ditunggu atau memang sedang ada kerjaan lain, Linggom juga kurang tahu, namun yang pasti sebelumnya Linggom sempat berpesan agar dibawakan makanan untuk dimakan setelah berenang nantinya, tpi harus dimasak sendiri. Entah apa yang mendasari, Linggom seberani itu, tapi yang pasti entah berat hati atau terpaksa Eka mengiyakan permintaan tersebut walaupun sebelumnya dia mengatakan bahwa dia kurang paham soal masak-memasak. Sambil berenang sesekali Linggom memperhatikan kearah gerbang masuk menggambarkan rasa penantiannya yang nampaknya sudah tidak sabar.
Merasa kelelahan saaat bernang, Linggom memutuskan untuk istirahat sejenak. Sambil melihat-lihat hp nya, Eka dan temannya Marta pun datang dan sudah siap dengan pakain renangnya. Sambil meletakkan barang Eka menyampaiakan bahwa alasan mereka sedikit telat datang adalah tiba-tiba saja saudaranya datang dan ada hal yang harus mereka kerjakan.
"maaf anak muda, tadi pas mau berangkat datang anaknya mak tua" kata Eka.
Ohk ia, mak tua itu panggilan untuk saudara perempuan ibu kita yang lebih tua dari ibu kita.
"ok nona, selow. Aman itu. Lompat lah langsung, apa lagi. Hehehe" sahut Linggom.
Sembari masih mempersiapkan barang-barangya, Linggom masih memainkan hp nya untuk menutupi rasa groginya, karena dia memang sangat grogi jika bertemu dengan Eka. Maklumlah dia memang selalu begitu jika bertemu dengan seseorang yang dia anggap istimewa. Sesudah itu, mereka pun berenang bersama dan menikmati keseruan hingga hampir petang kala itu. Merasa sudah lelah, mereka pun istirahat sembari menikmati masakan yang dibawa oleh Eka. Awalnya Linggom malu-malu tapi keadan lapar setelah berenang, memaksanya untuk menikmati masakan tersebut. Dan sejujurnya masakan itu hambar. Tapi untuk menyenangkan Eka, dia harus berbohong untuk mengatakan makanan itu enak
"maaf anak muda, aku kurang pintar untuk memasak, jadi kalau rasanya kurang enak dimaklumi saja" kata Eka
"uda paten ini nona, enak kok" sahut Linggom. Walaupun sebenarnya dia berbohong.
Benar atau tidak, Marta mengatakan jika alasan mereka telat adalah bukan karena kedatangan saudara mereka, melainkan menunggu-nunggu Eka menyelesaikan masakannya.
"sebenarnyakan pariban, kami lama gara-gara Eka, soalnya dia rempong kali tadi. Katanya harus membuatkan masakan yang rasanya istimewa buatmu" kata Marta terbahak-bahak
"hahahah, enak kok. Jadi segan aku nge-repotin" jawab Linggom
Dan mereka pun menikmati makanan tersebut sebelum akhirnya pulang. Namun, karena baru beberapa kali bertemu, Linggom menawarkan untuk minum kopi bersama dulu. Kebetulan ada warung kopi dan sekaligus sebagai perpustakaan dekat mereka berenang. Namanya Literacy Coffe.
"bagaimana kalo kita ngopi dulu?" Tanya Linggom.
"ok" sahut Eka
Mereka pun menuju tempat tersebut. Dan memang Linggom pun mengetahui tempat tersebut dari media social dan baru pertama kali ketempat tersebut. Sembari membaca buku dan bercerita mereka menikmati kopi yang mereka pesan setelah tiba tadi. Tak terasa, waktu telah memaksa Eka dan Marta untuk segera pulang. Mereka pamit pada Linggom dan memang sepertinya Linggom juga akan beranjak pulang dan mereka pulang bersama karena kebetulan jarak antar Literacy Coffe tersebut agak lumayan jauh dari Kos Linggom
"ok anak muda, hati-hati dijalan"
"siap nona, mudah-mudahan nggak nyesal brenang dan ngopi bareng ya" balas Linggom
"siap" jawab Eka dengan senyum yang sedikit meluluhkan hati Linggom. Yang entah kenapa dia bisa begitu terpesona dengan senyuman Eka.
Dan mereka pun melewati hari-hari seperti orang yang sedang dimabuk cinta, padahal mereka berdua hanya teman biasa. Terkadang perlakuan sederhana Eka membuat Linggom yakin akan hadirnya sebuah rasa diantara mereka berdua. Entah Linggom yang berlebihan menilai tapi dia merasakan adanya bentuk-bentuk kehadiran cinta diantara mereka berdua.
Kehilangan Ayah
Pada masa itu, Linggom sedang proses penyusunan skripsinya yang terpaksa harus dia slesaikan. Sebenarnya dia tidak ingin wisuda tahun itu. Tapi keadaan memaksa harus untuk wisuda. Linggom adalah anak pertama dari 4 bersaudara. Sebenarnya dia tidak mengharapkan jadi anak pertama,tapi karena kebetulan dia yang lahir pertama maka dialah yang jadi anak pertama. Kemudian lahirlah Rian, Reza, dan Jacky. Mereka adalah adik-adik yang baik menurut Linggom. Rian sudah tamat SMA namun tidak berniat untuk kuliah ditambah tato dibadannya makin menunjukan sedikit sifat pasaran yang dia miliki, sehingga dia lebih memilih untuk merantau mencari kerja. Reza adalah anak ketiga dan sekaligus satu-satunya anak perempuan dan pada saat itu masih smester 2 di salah satu perguruan tinggi swasta di Kota Pematang Siantar dan Jacky adalah anak terakhir yang masi duduk dibangku kelas 3 salah satu SMK Negeri di Medan. Ayah Linggom dulunya bekerja sebagai koki disalah satu hotel dikawasan pariwisata Danau Toba, namun sudah pensiun. Dan untuk memenuhi kebutuhan keluarga ayah Linggom bertani sedangkan ibu Linggom bekerja sebagai tenaga pendidik di salah satu SD Negeri dekat kampung Linggom dan  syukur dapat membantu ayah Linggom untuk memenuhi kebutuhan harian mereka sekaligus untuk memenuhi kebuthan biaya kuliah Linggom dan adiknya. Untuk adiknya yang terakhir mereka tidak terlalu memikirkan biaya karena dibiaya oleh PemprovSu dan hanya sesekali mengirimkan uang jajan, sebab dia tinggal diasrama yang otomatis semua kebutuhan ditanggung oleh pihak sekolah. Perihal wisuda yang terpaksa Linggom lakukan,semua berawal saat Linggom harus menerima kenyataan bahwa ayahnya meninggal. Saat itu, pada saat perayaan Natal lingkungan tempat tinggalnya, tiba-tiba ayah Linggom harus masuk rumah sakit karena secara tiba-tiba darah keluar dari hidung ayahnya. Tepat setengah 2 dini hari, Linggom dibantu teman-teman saat itu membawa ayahnya ke UGD guna mendapat pertolongan pertama. Namun, sampai tengah hari besoknya tidak ada perubahan yang signifikan dan Linggom memutuskan untuk membawa sang ayah berobat ke Pematang Siantar agar lebih intensif, namun setelah satu malam dirawat, pihak rumah sakit mengatakan harus segera dibawa ke Medan, karena peralatan di rumah sakit mereka saat itu tidak memadai, maka Linggom pun segera mengiyakan anjuran perawat tersebut. Namun saat pengurusan keberangkatan agar dirujuk ke Medan sempat terjadi sedikit perdebatan antara Linggom dan perawat ketika menentukan rumah sakit mana yang akan dituju. Saat itu Linggom menolak rumah sakit yang direkomendasi oleh pihak rumah sakit tersebut dan meminta kepada rumah sakit swasta lain. Namun, perawat mengatakan bahwa ruangan disitu penuh semua. Dan seketika Linggom tertawa, sebab sebelumnya dia telah menanyakan kepada temannya yang bekerja di rumah sakit yang akan dituju tersebut dan dari situlah Linggom mengetahui bahawa ada semacam persekongkolan antar rumah sakit bahwa setiap pasien yang dirujuk dari rumah sakit A ke rumah sakit B, maka pihak rumah sakit B akan memberikan sebuah fee atau komisi ke rumah sakit A tersebut. Dugaan itu diperkuat oleh seorang teman Linggom yang menjadi seorang perawat disalah satu rumah sakit swasta di Medan yang saat itu juga Linggom telepon untuk menanyakan ruangan di rumah sakit dia bekerja. Dan pada akhirnya, berkat bantuan seorang senior Linggom dari organisasinya mereka pun bisa mendapat sebuah ruanga di salah satu rumah sakit swasta di Medan. Linggom memang anak organisasi, sehingga dia bisa minta tolong kepada senioran dan teman-teman yang lain. Dan itu merupakan salah satu mamfaat berorganisasi ketika menjadi mahasiswa.
Setelah selesai mengurus adminstrasi, mereka pun berangkat menuju rumah sakit tersebut, dan setelah tiba dengan menyebut nama senioran tersebut perawat itu dengan cepat memberikan pertolongan dan setelah mengisi bagian administrasi, ayah Linggom sudah langsung mendapat kamar dan mendapat perawatan sekitar 2 hari di rumah sakit tersebut. Namun pada hari kedua, pihak rumah sakit malah merujuk ke rumah sakit swasta lainnya dengan alasan kelengkapan alat. Bahwa di rumah sakit tersebut alatnya lebih lengkap. Tepat pada pukul 11 malam kala itu, mereka pun membawa sang ayah ke rumah sakit tersebut. Sesampai di rumah sakit tersebut, keadaan ayah Linggom sudah semakin parah dan sudah dibantu dengan alat pernapasan. Setelah satu jam lebih di ruang UGD, mereka kemudian mendapat kamar dan membawa sang ayah kekamar tersebut. Namun keadaan semakin memburuk. Terlihat dengan jelas bahwa saat itu ayah Linggom sudah sangat susah untuk bernafas. Yang saat itu, ibu Linggom sudah keliahatan pasrah kepada keadaan saat itu. Dan tak berselang beberapa lama sang ayah telah menghembuskan nafas terakhirnya dan itu terlihat jelas dimata Linggom ketika sang ayah menghembuskan nafas terakhirnya.
Dan hal tersebut menjadi titik awal dari segalanya, setelah sang ayah dimakamkan. Hari-hari yang dilalui terasa ada yang kurang. Namun Linggom berprinsip, bahwa apapun yang terjadi hidup tetap harus dijalani. Setelah kembali ke medan untuk menyelesaikan studinya, teman-teman Linggom yang saat itu tidak dapat hadir ketika ayahnya meninggal minta maaf dan memberikan dukungan secara moral dan materil kepada Linggom. Karena memang pada saat itu sedang libur natal dan tahun baru dan teman-teman kampus masih dikampung masing-masing. Mulai saat itulah Linggom bertekad menyelesaikan studinya agar dapat meringankan beban orang tuanya. Dalam keadaan terpaksa dia harus menyelesaikan studinya. Linggom menilai, bahwa seorang sarjana hukum tidak berguna dikampung halamannya, sama saja dengan anak SMA yang baru tamat sekolah dan langsung kerja. Linggom masih bercita-cita untuk membangun sebuah system agar setiap sarjana tidak malu untuk pulang kampung. Agar setiap sarjana mampu untuk mengimplementasikan ilmu yang dia dapatkan sejak kuliah. Sebab tidak semua masyarakat berkesempatan untuk kuliah, jadi apa salahnya jika para sarjana berbagi ilmu dengan mereka yang tidak kuliah. Itulah salah satu impian Linggom dari sekian banyak mimpi yang dia miliki.
Sidang Sikripsi
Setelah Linggom menyelesaikan semua praktek dan tugas lainnya, kini Linggom sudah mengajukan permohonan untuk sidang meja hijau (skripsi). Dan setelah menunggu sekitar 2 minggu, maka jadwal Linggom untuk sidang pun keluar. Bahagia mendapat jadwal sidang, bukannya meberitahu ibunya, malah orang pertama yang dia beritahu dan undang adalah Eka. Setelah dia mendapatkan undangan untuk sidangnya, dia segera pulang dan meminta temannya sebelum pulang untuk memfoto undangan tersebut. Maklumlah, kamera hp Linggom sedikit tidak bersahabat. Setelah memastikan temannya mengirim foto tersebut, diapun pulang ke kos dengan perasaan yang bahagia sebab sebentar lagi dia akan segera menyelesaikan studinya, walaupun dengan terpaksa. Setelah sampai dikos, dia langsung mengirimkan undangan sidang skripsi tersebut kepada Eka melalui pesan Wa.
"halo nona, aku ada sesuatu pesan untuk mu"kata Linggom sembari mengirim foto undangan ujian sidang meja hijaunya
"wahk, slamat anak muda. Kuusahakn aku datang, soalnya mama minta aku pulang kampung dalam minggu ini" jawab eka.
Walaupun jawaban Eka sedikit kurang enak, sebab saat itu Linggom mengharapkan Eka untuk datang. Namun karena tidak memiliki alasan untuk sedikit memaksa Eka untuk datang, Linggom hanya bisa pasrah saja.
"ok nona, kalo sempat datang ya"
"baik anak muda, akan kuusahakan. Apasih yang enggak buat mu"canda Eka sambil tertawa kecil.
Tidak seperti mahasiswa lainnya yang akan menghadapi sidang, Linggom kelihatan sangat santai saja. Seolah-olah tidak akan sidang skripsi. Yang bagi sebagaian mahasiswa itu adalah titik dari segala perjuangan kuliah selama 4 tahun (bagi mereka yang mengikuti perkuliahan dengan standart). Bahkan, 2 hari sebelum sidang, Linggom masih sempat ikut aksi damai turun kejalan, tepatnya didepan kantor Gubernur Sumatera Utara untuk menyikapi persoalan penyegelan gereja yang terjadi di Jambi saat itu. Walaupun sebenarnya Linggom sangat takut jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, karena saat itu massa aksi sangat ngotot untuk ditemui oleh Gubernur untuk menerima langsung pokok-pokok aspirasi massa aksi saat itu. Ditambah dengan adanya pemblokiran jalan oleh massa aksi. Hal itu membuat Linggom semakin takut dan sebenarnya yang dia takutkan adalah jika terjadi kerusuhan dan dia ikut ditangkap dan tidak bisa menyelesaikan sidangnya. Walaupun sebenarnya dia sangat ingin ditangkap ketika aksi namun dengan harapan tidak dipukuli dan di lepaskan beberapa jam berikutnya. Karena sesungguhnya itu sangat menantang adrenalin baginya. Namun setelah melakukan aksi kurang lebih 4 jam, akhirnya mereka membubarkan diri dan pulang ke skretariat masing-masing.
Malam harinya sebelum sidang, Linggom merasa bahagia karena esoknya dia akan menjadi seorang sarjana. Sambil merapikan pakaian dan berkas yang akan digunakan untuk besok, dia kembali mengingatkan temannya yang mengurus konsumsi untuk besok. Karena memang pada umumnya dikampus mereka jika ada yang sidang meja hijau, sebagai ungkapan bahagia dan terimaksih mereka yang sidang selalu menyediakan makanan bagi teman-teman mereka yang datang saat itu.
"halo yun, gimana makanan besok? Aman?"
"uda bang, aku uda bilang biar Rosmauli yang pesan. Kita bayar 135 ribu satu orang ya" jawab Yuni.
Yang pada saat itu mereka ada 5 orang yang sidang, yaitu Linggom,Yuni, Rosmauli, Nesia dan bang Togar senioran mereka.
Keesokan harinya, hari yang sangat menegangkan untuk kelima mahasiswa itu telah tiba. Dengan bayang-bayang antara gugup,dosen yang dianggap killer dan semangat untuk mencapai sebuah gelar para mahasiswa itu satu persatu memasuki ruangan untuk diuji oleh para dosen penguji masing-masing.
"Usep Parlinggoman Simbolon" teriak salah satu dosen memanggil Linggom untuk memasuki ruang ujian sidang meja hijau.
Ujian sidang meja hijau tersebut mengharuskan Linggom harus bisa menjawab segala pertanyaan yang diberikan oleh ketiga orang dosen penguji tersebut.
"apa hal yang melatarbelakangi saudara untuk mengangkat judul skripsi seperti ini?" Tanya seorang Dosen dalam ujian skripsi tersebut
"begini Ibu, secara umum, setiap anak yang menjadi korban suatu tindak pidana tidak sepenuhnya mendapatkan hak-hak nya, kebanyakan para korban tidak mengetahui bahwa mereka sebenarnya berhak menuntut para pelaku tindak suatu pidana selain dengan apa yang telah diatur didalam KUHP" jawab Linggom dengan tegas karena memang telah menguasi benar apa yang menjadi skripsinya tersebut
Setelah ujian berlangsung selama kurang lebih 45 menit, Linggom pun keluar dari ruangan dengan senyum bahagia yang dilemparkannya kepada teman-temannya yang menanti diluar ruangan. Ucapan selamat dan berbagai hadiah diterima Linggom, serta ajakan untuk berfoto bersama pun berlangsung dengan penuh sukacita. Kelima mahasiswa yang telah usai melaksanakan sidang meja hijau itupun juga melakukan foto bersama sebagai kenang-kenangan untuk mereka. Sembari teman-temannya masih sibuk berfoto, Linggom menghindari teman-temannya dan mengambil telepon gemgam yang layar kacanya sudah retak dan rusak itu.
"halo mak" sahut Linggom ketika panggilan teleponnya sudah dijawab
"ia nak, ada apa? Kan baru minggu lalu ibu kirim uang bulananmu." Jawab ibu Linggom yang mendapat panggilan itu.
"bukan bu, Linggom tidak minta uang. Linggom cuman mau ngasi tau kalo Linggom sudah sarjana bu, saya baru selesai sidang"balas Linggom dengan mata yang berkaca-kaca
"bah, terimakasih Tuhan, selamatlah ya nak, ibu senang mendengarnya" sahut ibu Usep
"yaudah bu, nanti Linggom kabari lagi kapan acara wisudanya ya" jawab Linggom sembari menutup teleponnya dan kembali menemui teman-temanya
"yoklah, makan dimana kita ini? Jelaslah uda sarjana ya kan?" cetus Chiko teman Linggom
"bentar lah dulu woi, ada kawan mau datang lagi ini" jawab Linggom semabari melihat-lihat hp nya berharap teman yang ditunggunya itu memberi kabar.
Dan setelah sekian lama sosok teman yang ditunnggu-tunggunya pun tiba, yang sontak membuat teman-teman lain teriak seraya usil sebab yang datang adalah seorang wanita berparas cantik dan tinggi yang ditangan kanannya memegang setangkai bunga sebagai ucapan selamat kepada Linggom
"lama juga ya" sahut Linggom sembari mengajaknya bertemu dengan teman-teman yang lain.
"oh ini bang yang ditunggu-tunggu itu, perasaan kek kenal" usil Mei sambil tertawa
Setelah berfoto bersama, kemudian mereka pergi mencari makan bersama di sekitar lokasi kampus Linggom. Bercerita dan bercanda ria yang tidak terasa sudah sampai pada pukul 10 malam.
"anak muda, bisalah antar aku duluan pulang"pinta wanita itu sambil melihat jam ditangan kanananya.
Sembari berpamitan, Linggom pun mengantarkan temannya itu untuk pulang.
Â
Masa Pemilihan Ketua Organisasi
Linggom adalah sosok seorang mahasiswa yang aktif berorganisasi dan setelah tamat, dia juga masih aktif berorganisasi. Saat itu akan ada pemilihan ketua organisasi mereka. Segala dinamika tercipta saat itu, termasuk peran Linggom untuk memenangkan calon ketuanya. Selain kesibukannya di orgnanisasi, dia bersama seorang temannya juga membuat sebuah tempat belajar dan bermain untuk anak-anak dikampung asal mereka. Setelah beberapa kali memposting bahwa rumah belajar mereka membutuhkan beberapa dukungan berupa buku dan alat tulis. Sore itu, tiba-tiba Eka mengabari ada beberapa buku yang akan disumbangkan dan mereka berjanji bertemu sambil mengopi.
"anak muda, ada beberapa buku ini untuk adik-adik di pondok bacamu, kuantar atau jemput?" tanya Eka melalui pesan singkatnya.
"kujemput saja ya. kita ketemu disekitaran tempat tinggalmu, sekalian ngopi ya"balas Linggom.
Sembari memakai sepatu, Linggom menelpon temannya yang memang kebetulan mencalonkan sebagai ketua cabang di organisasinya tersebut untuk meminjam motornya.
"bg, aku minjam motor abang bentar ya? aku mau jemput buku ada yang mau donasi" pesan Linggom ke temannya itu
"aih, ini sudah jam berapa gom? Kan kita sebentar lagi mau buka rapat pemilihan" balas temannya
Sambo nama temananya tersebut. Sambo adalah seorang pemuda asal Kupang yang mencalonkan diri sebagai ketua yang sebelumya mereka telah sepakat bahwa Linggom lah yang akan menjadi ketua dan Sambo sebagai Sekjend, akan tetapi karena beberapa pertimbangan dan arahan para senior, akhir nya Linggom mundur dan mendukung Sambo sebagai Ketua.
"yaudah gom, pakailah tapi jangan lama-lama sebentar lagi juga kita akan memulai rapat dan pemilihan ketua" balas Sambo
Dengan buru-buru, Linggom pun bergegas menuju tempat yang telah disepakati bersama Eka. Setibanya, dia langsung memberitahu Eka bahwa dia sudah ada dilokasi.
"halo nona, aku sudah sampai ini" pesan Linggom kepada Eka melalui sambungan teleponnya
Tak berselang berapa lama, Eka tiba dan mereka berbicara santai sembari menikmati makanan dan minuman yang dipesan tadi.
"oh ia, ini bukunya anak muda. Itu buku-buku pelajaran ku dulu, mudah-mudahan bisa bergunana ya, salam untuk adik-adik dipondok baca kalian, mudah-mudahan suatu saat aku bisa bermain kesana" sembari Eka menyerahkan sekardus buku yang disusun nya rapi
"terimakasih nona, salam akan aku sampaikan" balas Linggom sembari menerima buku-buku tersebut.
Tak terasa, mereka telah duduk bersama kurang lebih 3 jam di tempat itu. Linggom yang memang dari awal telah menaruh hati pada Eka memang berencana menyampaikan langsung perasaan itu kepada Eka. Namun sayangnya, Linggom adalah seorang aktivis yang ketika aksi saja bersuara lantang dan berani menantang siapa saja akan tetapi nyalinya akan ciut ketika dihadapkan dengan dialektika romantisme. Memang itu adalah kebanyakan problematika para aktivis.
"Apa aku sampaikan saja apa yang kurasakan ya, berhubung sekarang tanggal yang cantik" gumam Linggom dalam hati yang kebetulan saat itu adalah tanggal 14 Februari 2019. "bukankah ini adalah tanggal dimana para anak muda merasakan indahnya cinta? Dan apakah pertemuan ini juga sebagai penanda bahwa alam juga mendukung dan setuju dengan apa yang aku rasakan?" kembali Linggom bertengkar dengan perasaan dan logikanya. "ah sudahlah, mungkin ini bukan waktu yang tepat, barangkali aku harus mengumpulkan keberanian dulu untuk bisa menyampaikannya" gumam Linggom.
"baiklah nona, kita bergerak saja, adalagi yang masih harus aku kerjakan, kebetulan kami hari ini pemilihan ketua" cetus Linggom memecah keheningan sore itu. Tak terasa waktu telah menunjukkan pukul 18.58 Wib. Dan sore itu, cuaca agak mendung. Dan ketika akan beranjak, tiba-tiba guyuran gerimis menemani sore itu menemui malam. Dan mereka batal untuk beranjak dari tempatnya masing-masing.
"ah,sial hujan lagi. Pesan kembali kopimu nona sepertinya ini akan hujan." gerutu Linggom sembari meletakkan kembali kardus yang berisi buku-buku tadi.
"aku lemontea hangat aja" sahut Eka
Sembari menunggu hujan reda, pikiran dan bayang-bayang soal perasaan itu kembali menghantui Linggom. Kondisi alam itu juga memaksa Linggom untuk menterjemahkan sendiri kenapa tiba-tiba bisa turun hujan. "apakah alam juga memaksaku untuk berani mengatakan ini?" gumam Linggom. "Ah sial, sepertinya aku harus menyelesaikan ini semua, apapun hasilnya dan bagaimanapun tanggapannya,aku harus berani mengungkapkan ini"
"hey nona, sepertinya aku sukalah samamu" ucap Linggom tiba-tiba memecah keheningan sore itu.
Dengan perasaan heran dan penuh tanya, Eka dengan muka nya yang merah malah tertawa sembari merapatkan jidatnya ke meja. Wajahnya seolah-olah ingin mengatakan "wow,ternyata kamu berani juga mengatakan itu". Dan seketika Linggom bingung, antara perasaanya yang dicampur adukan atau menyesal telah mengungkapkan hal tersebut. Dan benar saja dugaannya, Eka merespon hanya dengan santai dan mengagumi keberanian Linggom untuk mengatakan hal tersebut.
"hahahaha, salut samamu anak muda. Ternyata kau berani juga untuk mengatakan itu ya" balas Eka menanggapi apa yang diutarakan oleh Linggom.
"ah sudah, lupakan saja nona. Kita bergerak ya, hujannya sudah reda dan teman-teman juga sudah menelpon dari tadi." timpal Linggom mencoba menutupi kegrogiannya
Sebelum beranjak, apakah itu jujur atau tidak, Linggom memperhatikan tatapan Eka yang sepertinya lebih serius dari sebelumnya dan tiba-tiba Eka membuyarkan tatapan Linggom. "anak muda,tidak harus aku jawab saat ini kan? Kasih aku waktu satu bulan ya" balas Eka memecah tatapan Linggom.
"yasudah, tidak apa-apa nona" balas Linggom. "itu juga sudah merupakan jawaban nona, sebab untuk anak gerakan seperti kami, menerjemahkan retorika seperti itu bukanlah suatu perkara yang sulit" gumam Linggom dalam hati sembari membawa kardus berisi buku tersebut.
Saat diparkiran, hipotesa Linggom yang menyatakan bahwa retorika Eka adalah jelas menolaknya, kini kembali harus diteliti, sebab saat Linggom akan mengendarai motornya, Eka menitipkan sebungkus kado kecil.
" selamat Hari Valentine anak muda, jadilah berkat buat banyak orang" bisik Eka diparkiran itu sembari menyerahkan kado kecil sebuah coklat bermerek Silverqueen. Yang saat itu diterima Linggom tanpa berkata apa-apa selain melempar senyum dengan pipi nya yang sudah pasti merah merona. Dan disepanjang jalan Linggom tersenyum-senyum sendiri.
"ah kau dari mana aja Gom?" tanya Sambo yang sedari tadi sudah menunggu bersama teman-teman yang lain
"sory bang, macet" balas Linggom seolah tidak bersalah karena sudah telat
Sembari berjalan memasuki ruangan Sekretariat Linggom berbisiki kepda Sambo. "bang, berengsek itu, aku tidak lulus uji kriteria sama Eka" bisik Linggom.
"Hahahaha, kau ditolak gom?" tanya Sambo
"biarlah bang, dia bilang kasi aku waktu satu bulan, kan itu sudah jelas apa artinya bagi kita" jawab Linggom sembari mengambil kursi karena rapat pemilihan ketua akan segera dimulai.
Satu bulan berlalu
Waktu terus berjalan dan sebulan sudah Linggom menanti kabar dan keputusan dari Eka, namun tak kunjung datang. Sore itu, senja kembali menerpa pinggiran Danau Toba dan dari sanalah Linggom memutuskan untuk menanyakan kabar kepada Eka
"halo nona, apa kabar? Aku yakin kau pasti sehat dan baik-baik saja. To the point saja ini ya, terkait hal kemarin, sudahlah dilupakan saja nona, saya juga tidak mau mengambil pusing untuk itu." Isi pesan Linggom pada Eka yang pada saat itu langsung dibalas Eka melalui panggilan teleponnya.
"halo anak muda, aku minta maaf ya. Aku bukannya aku tidak mau memberimu kabar. Hanya saja aku bingung harus memberikan jawaban apa terhadap apa yang kau sampaikan kemarin. Aku juga tidak bisa membohongi perasaan ku samamu, hanya saja ada sesuatu hal yang tidak bisa kugambarkan dengan kata-kata sehingga aku bingung untuk memberimu jawaban apa. Aku yakin, dengan karakter sepertimu, kau akan menemukan yang lebih baik dari aku. Kau orang baik dan akan sangat beruntung wanita yang bisa bersamamu nanti. Untuk saat ini, aku minta maaf dulu anak muda, mungkin kita lebih baik berteman aja. Aku juga masih baru selesai kuliah, aku masih harus membuat ibuku bangga, aku masih harus mengambil S2, dan ada beberapa mimpi lagi yang harus aku wujudkan. Semoga kau mendapatkan yang lebih baik dari aku, semoga kita sama-sama sukses dan yang terbaik menghampiri kita. Sejujurnya harus kuakui, soal perasaan itu memang ada, but its too complicated for you anak muda." Ucap Eka.
Susunana kalimat retorika itu telah menghempaskan sesuatu dari jiwa dan raga Linggom. Seolah ada yang tersentak keluar namun tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Dengan mencoba untuk tetap tenang, Linggom dengan terbata-bata dan bibir yang gemetaran, membalas suara dibalik telepon itu dengan punuh retorika juga.
"ah,sudahlah nona, sejak kau meminta waktu satu bulan lagi untuk menjwabnya, bagiku itu sudah jawaban bahwa kau memang belum siap atau bahkan memang tidak menaruh hati padaku, tidak apa-apa. Bagi orang seperti kami, gagal adalah hal yang biasa, kami akan terkejut kalau kami diterima atau kami berhasil hehehehe" jawab Linggom bergurau menutupi kekecewaanya.
"baiklah nona, barangh kali saya kurang beruntung, tapi kita tetap bisa jadi teman, barangkali mau pulang kampung dari medan, singgah lah barang sebentar saja, dengan melihat senyummu pun saya sudah senang" kata Linggom dengan penuh bohong untuk memecah keheningan di telepon seluler itu
"iya, akan aku kabari" jawab Eka dengan sedikit kaku.
Seolah mereka berdua menjadi orang yang sudah asing yang tidak pernah saling kenal dan seolah melupakan bahwa mereka pernah juga teleponan dari malam hari sampai ayam berkokok saling lempar retorika satu sama lain, saling bercertia tentang pribadi masing-masing. Namun sejak telepon seluler itu tidak terhubung lagi, keduanya adalah insane yang sudah asing satu sama lain.
Dengan perasaan yang tidak bisa diutarakan, Linggom menggemgam telepon seluler miliknya sambil menatap Senja dari tepian danau toba sore itu sembari bergumam didalam hatinya "benar,senja itu adalah sesuatu yang indah,dekat dan tepat berada dihadapan kita, namun senja tidak dapat digapai, sebab senja akan segera berganti dengan malam yang sepi dan penuh kenangan"
Undangan pernikahan
Hari-hari yang dilalui oleh Linggom makin hari berangsur-angsur berjalan sebagaimana biasanya. Setelah sebelumnya, kejadian dan percakapan dikala senja itu sempat membuat hati dan pikirannya tidak sejalan. Satu hal yang tidak dilupakan ketika senja kala itu adalah, dengan diam-diam Linggom mengirimkan sebuah karya yang benar-benar dia rasakan dan sebagai bentuk ekspresi dari hal yang benar-benar dia rasakan. Puisi singkat yang dikemas dengan beberapa editan video dan music sehingga terdengar bahwa puisi itu benar-benar hidup. Sekali lagi, Linggom memutar video itu sambil membaca puisi yang indah itu didalam hatinya:
Ntah bagaimana awalnya
Susah uintuk dijelaskan
Hal-hal sederhana yang kau berikan
Ngopi setelah berenang misalnya
Atau jemput buku gitu biar ada alasan untuk bertemu dan ngopi bareng
Aku juga bingung nth kenapa
Tapi yang pasti
Sejak pertemuan mie aceh jermal kala itu
Dari yang tidak pernah menggunakan paket internet
Aku jadi terniat beli paket internet
Sejak kau berikan nom.wa mu
Lambat laun aku sadar
Ternyata kau jadi seseorang yg menjadi ku prioritaskan
Selain kuliah dan orang tua
Bagaikan lampu hijau dipersimpangan
Kau selalu hadir membawa warna dan tawa
Diselah hari-hariku yg sebelumnya hitam putih
Nth itu lewat wa ,tlpon bahkan vc-an
Yg pasti kau selalu hadir membawa tawa
Hampir dua tahun setelah pertemuan mie aceh jermal
Ditambah dengan hal-hal sederhana yang telah kita lalui
Aku seolah yakin
Utk mngjak mu menjalin hubungan lebih dari teman biasa pada umumnya
Berkali-kali kucoba beranikan diri utk mngatakannya
Tpi,mau bagaimnapun klo memang dasarnya tdk berani ya memang tak akan pernah berani
Hingga pada akhirnya,kucoba memberanikan diri
Utk mngatakannya walau dgn kosa kata yg berantakan
Yg setelah itu,jwabanmu membuatku sadar
Bahwa bagiku, kau adalah....
Senja yang tak tergapai
Trimkasih utk semua hal-hal sederhana yg kita lalui
Yg tanpa 'ku sadari aku nyaman tanpa alasan utk berada disamping mu
"Ah sial, ternyata dulu aku bisa remomantis dan selebay ini"gumam Linggom sembari membersihkan air matanya yang telah berkaca-kaca dan tertawa kecil menutupi rasa malunya sendiri
Tidak kurang dari 1 tahun, tiba-tiba malam itu telepon seluler Linggom berbunyi. Eka adalah nama pemanggil dari panggilan seluler itu. Dengan sedikit grogi dan dicampur dengan perasaan yang sangat bahagia, Linggom menjawab panggilan itu dengan pura-pura tenang menutupi rasa bahagianya.
"halo nona, apa kabar? Lamo tak besuo" jawab Linggom sambil tertawa
"puji tuhan sehat anak muda, lagi sibuk kah?" tanya Eka sedikit formal dan penuh basa -- basi
"santai-santai, apa cerita ini" balas Linggom
"ada sesuatu yang mau kusampaikan. Tapi aku mau nanya dulu, aku sampaikan disini atau saat kita bertemu nanti? Aku mau maen-maen ke tempatmu, apakah kita bisa bertemu?" tanya Eka
"sudah, cerita disini aja, ada apa nona, kek formal kali bah" jawab Linggom dengan logat Medannya
"aku akan menikah, bulan lima awal. Aku pamit ya." Cetus Eka tanpa basi-basi
Sejenak Linggom seolah menjadi anak bayi yang tidak bisa berbicara dan berkata apapun setelah mendengar perkataan Eka barusan. Pelan-pelan dia mencermati dan mempelajari setiap kosa kata yang keluar. Sebab sebelumnya, mereka berdua adalah dua insane yang selalu melemparkan perkataan dengan penuh retorika. Linggom, berpikir apakah ini retorika gaya baru yang disampaikan tanpa memperhatikan estetika dan dialektika setiap kalimatnya? Dengan penuh tanya, Linggom menatap wajah actor yang mengucapkan dialog tadi melalui sambungan seluler vc-an tersebut. Seolah tak percaya, wanita yang dikenal nya beberapa tahun lalu, wanita yang pernah menolaknya ini akan tiba-tiba menikah. Wanita yang dikenal ambisius dengan sejuta mimpi itu akan menikah. Sejenak,Linggom teringat dengan segala hal yang dilalui dan dijalani bersama. Â "kita memang tidak sembat memiliki hubungan yang serius, akan tetapi hal-hal yang kita lalui bagaikan orang yang telah saling memahami satu sama lain" gumam Linggom. Gengsi memperlihatkan matanya akan berkaca-kaca, Linggom menyudahi percakapan mereka
"selamat berbahagia nona, aku juga tidak menyangka akan seperti ini. Berbahagialah dengan pilihanmu, sukses untuk pemberkatan pernikahanmu" tegas Linggom sembari menutup teleponnya tanpa menunggu jawaban balasan dari Eka. Dan sejak saat itu, mereka tidak pernah lagi bertemu dan berkomunikasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H