Ketika saya dulu di bangku SMP, sementara kakak-kakak saya sudah di SMA -padahal hanya ada dua sepeda di rumah- nggalap menang sangat sering kita lakukan dengan cara menyembunyikan kunci sepeda. Siapa lebih dulu "menguasai kunci," dialah yang pagi harinya berangkat sekolah naik sepeda. Dia yang kalah, ke sekolahnya jalan kaki atau harus memboncengkan jika searah.
Jadi, nggalap menang pasti akan berakhir, baik berakhirnya itu untuk sementara waktu ataupun mungkin untuk selanjutnya dan seterusnya. Pengalaman kami berebut (baca menang-menangan) pegang kunci pada akhirnya menemukan kesepakatan bersama, antara lain: Siapa pun yang pegang kunci maupun yang kalah, besok pagi harus bangun lebih awal agar berangkat ke sekolah dapat lebih awal. Mengapa harus lebih awal? Pemenang (pemegang kunci) besok harus rela mengantar ke lokasi yang paling dekat dengan sekolah si kalah (masih disambung jalan kaki), baru si menang meneruskan perjalanannya ke sekolahannya. Besok paginya rute bisa berubah tergantung siapa pemenangnya.
OL, karena sudah diputuskan, pastilah akan segera diimplementasikan; sementara itu saya yakin kondisi nggalap menang (kendati saat ini betul-betul sedang geger genjik) berangsur-angsur akan mereda, entah untuk jangka waktu lama ataupun singkat.Â
Pada intinya, daya tahan orang itu pasti mengalami penurunan, karena itu siapa akan mampu bertahan lama-lama untuk demo terus, misalnya. Persediaan logistik juga bisa semakin menipis atau terbatas, karena itu siapa akan mampu terus-menerus menyediakan. Pada intinya, kita itu mengejar tujuan yang sama, yakni peningkatan kesejahteraan bersama, karena itu siapa akan mampu bertahan untuk berbeda pendapat terus lewat golek menange dhewe. Semua akan kembali normal.
Mari berlogika secara rasional saja, demikian: Tujuan baik (terciptanya peningkatan kesejahteraan bersama) harus (bahkan telah) dirumuskan dengan baik; dan akan dilaksanakan dengan baik manakala ada dukungan baik oleh siapa saja yang berkehendak baik.
-0- Â
Oleh Tukiman Tarunasayoga