Seragam boleh berganti, tetapi kehormatan loreng harus tetap abadi sebagai simbol kedaulatan dan identitas militer Indonesia.
Pergantian Pakaian Dinas Lapangan (PDL) Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari Loreng Malvinas (yang telah menjadi ikon sejak 1982) ke corak baru digital sage green merupakan langkah historis dan strategis.
Keputusan ini, sebagaimana tertuang dalam Keputusan Panglima TNI (Keppang) tertanggal 27 September 2025, bukan semata perkara estetika, melainkan hasil kajian mendalam yang berangkat dari kebutuhan operasional prajurit di lapangan.
Wakil Panglima TNI Jenderal Tandyo Budi Revita menegaskan bahwa pembaruan seragam ini bertujuan menyesuaikan pakaian dinas dengan karakter operasi dan medan penyamaran di era modern.
Setelah lebih dari empat dekade digunakan, Loreng Malvinas dinilai perlu digantikan oleh corak baru yang lebih adaptif. Motif digital dengan pola kecil dan warna sage green diklaim lebih efektif untuk kamuflase karena lebih menyatu dengan vegetasi Indonesia, terutama di area hutan tropis.
Selain fungsi tempur, seragam baru juga diharapkan meningkatkan kenyamanan, kebanggaan, dan militansi prajurit di medan tugas.
Identitas yang Tak Sekadar Kain
Di balik pergantian ini, ada satu persoalan yang tak kalah penting: status Loreng Malvinas setelah "pensiun."
Corak yang telah menemani perjalanan panjang TNI itu tidak boleh diperlakukan sebagai warisan bebas pakai, apalagi menjadi bahan seragam organisasi kemasyarakatan (Ormas) atau kelompok sipil tertentu.
Loreng Malvinas bukan sekadar kain bercorak loreng; ia adalah identitas visual negara. Di balik setiap helai benangnya melekat simbol kehormatan, pengorbanan, dan wibawa institusi pertahanan.