Di ranah domestik, Prabowo harus menjelaskan bahwa langkahnya sesuai hukum dan demi kepentingan nasional, agar tidak ditafsirkan melemahkan martabat bahasa.
Di ranah internasional, pidato ini adalah momentum penting. Indonesia kembali tampil setelah absen satu dekade. Menggunakan bahasa Inggris memastikan sorotan dunia jatuh pada substansi, bukan sekadar simbol.
Secara global, banyak pemimpin non-Inggris memilih jalur pragmatis serupa. Presiden Tiongkok tetap berbahasa Mandarin; Presiden Prancis memilih bahasa Prancis. Tetapi banyak pemimpin Global South menggunakan bahasa Inggris agar lebih efektif. Pilihan Prabowo menegaskan Indonesia berada di jalur pragmatis ini.
Sah secara Hukum, Tepat secara Diplomasi
Jika dibaca secara utuh, Perpres 63/2019 jelas memberi ruang bagi Presiden untuk menggunakan bahasa asing dalam forum internasional. Pasal 7 adalah pintu legal yang sah.
Dengan demikian, menurut saya:
Secara hukum, tidak ada pelanggaran. Perpres justru mengantisipasi kebutuhan diplomasi global.
Secara diplomatik, penggunaan bahasa Inggris memperkuat daya jangkau pesan Indonesia, menjamin efektivitas komunikasi, dan meningkatkan pengaruh di forum internasional.
Secara identitas, bahasa Indonesia tetap dipertahankan melalui dokumen resmi dan transkrip pidato, sehingga martabat bahasa tidak tereduksi.
Menyeimbangkan Kedaulatan dan Globalisasi
Kontroversi ini seharusnya mengingatkan kita pada pertanyaan lebih besar: bagaimana menyeimbangkan kedaulatan bahasa dengan tuntutan globalisasi?
Bahasa Indonesia tetaplah simbol persatuan bangsa, bahasa resmi negara, dan identitas kolektif. Namun, dalam diplomasi global, kita juga harus realistis. Pesan yang tidak didengar sama saja dengan pesan yang tidak pernah disampaikan.
Mungkin justru di sinilah letak kebijaksanaan Perpres 63/2019. Ia bukan instrumen kaku, melainkan aturan yang cukup lentur untuk menjaga martabat bahasa sekaligus memberi ruang manuver bagi diplomasi.***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI