7. Menjadi Sumber Konflik di Lingkungan Sekolah
Sekolah mestinya jadi ruang belajar yang teduh. Tapi jika ada guru yang justru menambah konflik, suka bergosip, menjatuhkan rekan, atau membawa politik praktis ke ruang kelas, suasana belajar akan rusak. Murid pun ikut menyerap ketegangan itu.
8. Tidak Profesional
Disiplin, etika, dan penampilan adalah wujud keteladanan. Guru yang tidak profesional; entah datang seenaknya, berbicara kasar, atau berperilaku tidak pantas, sebenarnya sedang mengajarkan sesuatu yang jauh lebih berbahaya: bahwa ucapan dan tindakan boleh berbeda.
Contoh:Â Guru yang mengajarkan pentingnya disiplin, tapi dirinya sering masuk kelas terlambat.
9. Hanya Mementingkan Kesejahteraan Pribadi
Tidak salah jika guru memperjuangkan hak finansialnya. Namun menjadi masalah bila orientasi itu mengalahkan panggilan mulia profesinya.
Ketika kesejahteraan dijadikan satu-satunya ukuran, murid hanya akan dipandang sebagai sumber keuntungan.
Contoh:Â Guru yang mewajibkan murid membeli bukunya atau menjanjikan nilai tinggi lewat les privat berbayar.
10. Terlibat dalam Praktik Tidak Etis
Inilah racun paling berbahaya dalam dunia pendidikan. Guru yang terlibat pungli, manipulasi nilai, atau praktik kecurangan lainnya bukan hanya merusak nama baik profesinya, tapi juga mengajarkan kepada murid bahwa ketidakjujuran bisa dijadikan jalan pintas.
Guru: Aset atau Beban?
Tidak ada bangsa besar tanpa guru yang bermutu. Guru yang berintegritas akan selalu menjadi aset tak ternilai.
Akan tetapi, guru yang terjebak pada ciri-ciri di atas justru merugikan bangsa, karena ia menghamburkan anggaran tanpa menghasilkan kualitas manusia yang lebih baik.
Maka, tanggung jawab perbaikan bukan hanya pada guru itu sendiri, tetapi juga pada sistem. Pemerintah yang harus membekali, sekolah yang harus membina, masyarakat yang harus menghargai, dan murid yang harus menghormati.
Jika semua pihak bergerak, istilah "guru sebagai beban" tidak lagi relevan. Sebab sejatinya, seorang guru sejati adalah penopang bangsa.***