Kalau melihat hasil akhirnya, jawabannya cukup jelas. AS memegang kendali penuh. Mereka bisa mengancam, memaksa, lalu membuat kita menerima syarat-syarat baru dengan konsekuensi berat, tapi dibungkus dalam narasi "kerja sama ekonomi".
Kesepakatan ini menyiratkan satu hal: dalam dunia perdagangan global, negara kecil atau menengah harus pintar menavigasi antara kepentingan dan tekanan.
Dan tidak semua tekanan bisa ditolak.
Pelajaran Mahal dari Negeri Adidaya
Apa pelajaran dari kisah ini?
- Bahwa dalam perdagangan internasional, persahabatan tidak menjamin perlakuan istimewa.
- Bahwa diplomasi butuh kecerdasan, tapi juga keberanian untuk berkata "tidak".
- Dan bahwa ketergantungan terhadap satu pasar, betapapun besar nilainya, bisa membuat kita lemah dalam negosiasi.
Ke depan, Indonesia harus:
- Diversifikasi pasar ekspor,
- Perkuat daya saing produk,
- Dan bangun posisi tawar, bukan sekadar posisi tawar-menawar.
Karena kalau setiap hubungan dagang harus dibayar dengan konsesi besar dan harga mahal, kita patut bertanya: apakah ini kemitraan, atau hanya bentuk baru dari ketimpangan global?***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI