Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Tanpa Peristiwa Rengasdengklok, "Catatan" HUT RI Mungkin Berbeda

16 Agustus 2020   18:18 Diperbarui: 17 Agustus 2020   15:21 2127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bung Hatta (berdiri) ketika menjelaskan lagi pendapatnya tentang saat-saat menjelang Proklamasi Kemerdekaan di rumah bekas penculiknya, Singgih (baju batik hitam). Tampak dari kiri kekanan: GPH Djatikusumo, D. Matullesy SH, Singgih, Mayjen (Purn) Sungkono, Bung Hatta, dan bekas tamtama PETA Hamdhani, yang membantu Singgih dalam penculikan Soekarno Hatta ke Rengasdengklok. (Kompas/JB Suratno)

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) akhirnya genap berusia 75 tahun pada Senin, 17 Agustus 2020,  terhitung sejak dibacakannya teks "Proklamasi Kemerdekaan" oleh Soekarno bersama Mohammad Hatta, pada 17 Agustus 1945, pukul 10.00 WIB di Jl. Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta.

Terwujudnya proklamasi kemerdekaan NKRI tentu tidak terlepas dari peran penting beberapa pihak, para pendahulu, tokoh bangsa. Di antaranya, mereka yang tergabung dalam "golongan tua" dan "golongan muda".

Tokoh dari golongan tua yang dimaksud diwakili oleh Soekarno, Mohammad Hatta, Ahmad Subardjo, Mohammad Yamin, Buntaran, Syamsi, dan Iwa Kusumasumantri. Mereka dinamakan "Kelompok Sukarno".

Sementara tokoh golongan muda merupakan perwakilan pemuda dan pelajar yang berasal dari beragam lokasi perkumpulan (Gedung Menteng 31, Markas Prapatan 10, dan Asrama Baperpi Cikini 71).

Mereka-mereka yang disebut "Kelompok Sukarni" ini di antaranya Sukarni, Chairul Saleh, Yusuf Kunto, Muwardi, Shodanco Singgih, Wikana, Sayuti Melik, Sudiro, BM Diah, Djohar Nur, Kusnandar, Subadio, Subianto, Margono, Adam Malik, dan Armansyah.

Apakah proses proklamasi kemerdekaan berjalan lancar? Tidak. Dahulu prosesnya berjalan dalam kondisi menegangkan. Golongan tua dan golongan muda berselisih pendapat. Keduanya beda penafsiran dan langkah.

Golongan tua ingin agar proklamasi berjalan normal sesuai agenda kerja Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang diketuai oleh Soekarno, sedangkan golongan muda membangkang, tidak mau mengikutinya.

Alasan golongan muda membangkang yaitu karena PPKI dianggap sebagai lembaga bentukan penjajah, Jepang. Mereka tidak mau Jepang campur tangan lagi dalam urusan kemerdekaan Indonesia, seusai negara itu menyerah kepada sekutu pada 14 Agustus 1945.

Soekarni dan kawan-kawan meminta golongan tua pimpinan Soekarno sesegera mungkin memproklamasikan kemerdekaan, meskipun terjadi pertumpahan darah atau kehilangan nyawa.

Kemerdekaan Indonesia harus "tertoreh" sebagai hasil perjuangan bangsa, bukan hadiah atau pemberian Jepang. Itulah keinginan golongan muda kepada golongan tua.

Pertimbangan lain dari golongan muda yakni, tanggal kemerdekaan belum jelas kapan saatnya. Mereka berpikir, jangan-jangan hanya upaya licik Jepang yang masih ingin melanjutkan kekuasaannya di Indonesia.

Puncak dari konflik kedua golongan akhirnya berujung pada "penculikan" Soekarno dan Mohammad Hatta pada 16 Agustus 1945 di rumah seorang petani Tionghoa bernama Djiaw Kie Siong, di Rengasdengklok, Jawa Barat.

Soekarno dan Mohammad Hatta diculik pada dini hari, dan didesak memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, tanpa tawar-menawar. Para "penculik" itu adalah Shodanco Singgih (bertindak sebagai pimpinan penculikan), Sukarni, Wikana, Aidit, dan Chairul Saleh.

Setelah terjadi perundingan dan berbuah kesepakatan soal tanggal proklamasi kemerdekaan, akhirnya pada pukul 03.00 WIB, Soekarno dan Mohammad Hatta dibawa kembali ke Jakarta untuk istrahat sembari mempersiapkan diri.

Teks Proklamasi Kemerdekaan ternyata betul dibacakan pada 17 Agustus 1945, pukul 10.00 WIB di Jl. Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta (tepatnya di Tugu Proklamasi sekarang).

Naskah yang dibaca hasil tulisan tangan Soekarno sesaat setelah diculik, ditambah naskah sisipan dari Mohammad Hatta, dan selanjutnya diketik oleh Sayuti Melik menggunakan mesin ketik milik kantor Kepala Perwakilan Angkatan Laut Jerman, Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler.

Peristiwa Rengasdengklok (16 Agustus 1945) sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia | Gambar: tribunnews.com/ Wikipedia
Peristiwa Rengasdengklok (16 Agustus 1945) sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia | Gambar: tribunnews.com/ Wikipedia
Berikut bunyi Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang dibacakan Soekarno yang didampingi oleh Mohammad Hatta:

PROKLAMASI

Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara saksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05
Atas nama bangsa Indonesia.

Soekarno/Hatta.

Kalimat pertama rancangan Soekarno, dan kalimat kedua tambahan Mohammad Hatta. Sementara yang lainnya diteruskan oleh Sayuti Melik. Angka '05' digunakan sesuai tahun penanggalan yang berlaku di Jepang kala itu, "tahun 2605".

Sah, Indonesia merdeka. Dan kini usianya telah menginjak angka 75 tahun. Usia yang cukup matang. Mengingat prosesnya yang amat panjang dan jejak perjuangan yang luar biasa, mestinya kemerdekaan terus disyukuri dan dinikmati.

Kembali ke pokok uraian, bagaimana jika seandainya tidak terjadi peristiwa menegangkan di Rengasdengklok, seperti apa catatan sejarah Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia?

Pertama, sesuai yang diuraikan di atas, proklamasi kemerdekaan merupakan buah konflik pendapat antara golongan tua dan golongan muda. Mungkinkah akan tetap Soekarno yang menjadi proklamator jika kala itu ia dan kawan-kawan menolak berunding untuk sepakat dengan golongan muda?

Mungkin iya dan mungkin juga tidak. Seandainya yang "kalah" dalam konflik saat itu adalah golongan muda, maka kemungkinan besar Soekarno yang 'kelak" jadi proklamator meskipun tanggal proklamasi tidak tepat pada 17 Agustus 1945.

Kemungkinan berikutnya yaitu bukanlah Soekarno proklamatornya. Termasuk bukan presiden pertama. Melainkan salah seorang dari golongan muda tadi yang "memaksakan" kehendak mau merdeka sesegera mungkin. Bisa saja Sukarni atau yang lainnya.

Kedua, seandainya golongan tua yang menang serta bersedia menerima "arahan" dari Jepang, maka tanggal peringatan kemerdekaan Indonesia belum tentu 17 Agustus.

Sebab penentuan tanggal berdasarkan kesepakatan golongan tua (yang sudah pasti wajib juga direstui oleh Jepang). Dengan begitu, artinya usia kemerdekaan Indonesia saat ini belum tentu pula menjadi 75 tahun. Bisa lebih mudah lagi.

Ketiga, kalau akhirnya tanggal kemerdekaan bukan "17 Agustus 1945", maka simbol-simbol unik yang terdapat di "Burung Garuda" (bulu di bagian leher, ekor, dan seterusnya) jelas tidak seperti yang ada sekarang.

Keempat, batal merdeka pada 17 Agustus 1945, lagu-lagu wajib nasional yang selama ini dinyanyikan tidak mungkin ada. Atau ada tetapi disesuaikan. Misalnya, lagu "Hari Merdeka" karangan Husein Mutahar, dan sebagainya.

Kelima, bila tanggal kemerdekaan merupakan kesepakatan PPKI (golongan tua) dan dicampuri oleh Jepang, kiranya kemerdekaan bakal dikenang sebagai hadiah atau pemberian, bukan hasil usaha keras bangsa Indonesia.

Demikian kemungkinan yang akan terjadi dengan "catatan" HUT Kemerdekaan Indonesia seandainya tidak terjadi Peristiwa Rengasdengklok. Maka patutlah bangsa Indonesia berbesar hati menerima kejadian buruk tersebut.

Di samping itu, "pembangkangan" golongan muda dan kebesaran hati golongan tua juga mesti diapresiasi. Yang satu mengusulkan, sementara yang lain mendengarkan dan mencari solusi terbaik.

Konflik di antara kedua golongan yang berbuah manis pantas disyukuri oleh seluruh anak bangsa. Terkadang memang sesuatu yang baik itu terpaksa diawali dengan konflik terlebih dahulu.

Selamat memperingati HUT ke-75 Republik Indonesia, 17 Agustus 2020. Semoga NKRI tetap jaya dan semakin maju. Merdeka!!!

***

Referensi: [1] [2] [3] [4] [5]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun