Barangkali sebagian besar publik sudah tahu bahwa salah satu syarat yang diajukan Partai Gerindra kepada Joko Widodo sebelum dilangsungkannya pertemuan untuk rekonsiliasi pasca Pilpres 2019 adalah perihal pemulangan Habib Rizieq Shihab (HRS) dari Arab Saudi.
Gerindra dan Prabowo meminta agar pemerintah memfasilitasi kepulangan HRS ke tanah air, dan tidak berusaha menghalang-halanginya.
Baca: Jika Terima Rekonsiliasi Versi Gerindra, Jokowi Turunkan Wibawanya
Sekadar mengingat kembali, HRS berada di Arab Saudi selama 2 tahun lebih, sejak April 2017. Tujuannya awal dia ke sana yaitu dalam rangka menunaikan ibadah umroh.
Patut diingat pula, sebelum HRS ke Arab Saudi, diketahui ada sekian kasus hukum yang membelitnya, misalnya adalah kasus chat (percakapan) via WhatsApp berkonten pornografi dengan seorang perempuan bernama Firza Husein.Â
Setahun kemudian pihak kepolisian memutuskan untuk menghentikan penyelidikan kasus tadi, alasannya bukti-bukti yang ditemukan tidak cukup.
Kasusnya telah dihentikan dan mestinya kewajiban menunaikan ibadah umroh juga selesai. Lalu mengapa HRS harus berada di luar negeri dalam waktu lama? Ada apa dengan HRS, apakah dia enggan pulang karena masih ada kasus-kasus lainnya?
Tentu yang berkompeten menjawab ini adalah HRS sendiri dan pihak kepolisian sebagai penegak hukum.
Namun mantan Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Dahnil Anzar Simanjuntak mengaku, penghalang HRS pulang ke Indonesia yakni karena adanya semacam "portal" yang dia istilahkan faktor 'X'. Menurut Dahnil, 'portal' itu hanya bisa dibuka oleh pemerintah.
"Masalahnya adalah Habib itu bukan tidak mau pulang, tapi tidak bisa pulang. Kenapa? Karena saya sering menyebutnya sebagai faktor 'X', faktor 'X' itu bisa merobohkan portal yang menghambat Habib Rizieq pulang itu pemerintah sendiri, jadi makanya sebenarnya bolanya yang bisa membuka pintu Habib Rizieq pulang itu di pemerintah sendiri. Itu portal di tangan pemerintah, Habib itu nggak bisa keluar dari Arab Saudi, tentu itu ada.... Kita nggak tahu apa komunikasi pemerintah Indonesia dengan pemerintah Arab Saudi, itulah yang kita harapkan dibuka pemerintah Indonesia sehingga Habib bisa kembali ke sini, bisa kembali dengan umat berdakwah," ujar Dahnil.
Benarkah ada "portal" atau faktor 'X' itu? Benarkah pula hal itu yang menyebabkan HRS sulit pulang ke Indonesia?
Mendengar pengakuan yang disampaikan Dahnil, Dubes RI untuk Arab Saudi, Agus Maftuh Abegebriel memperjelas maksudnya.Â
"Pertama, karena overstay. Cara penyelesaian ya bayar denda overstay sekitar 15 sampai dengan 30 ribu riyal. Rp 110 juta per orang," kata Maftuh.Â
Artinya kemungkinan masa berlaku visa HRS kadaluarsa serta denda yang dibebankan barangkali juga belum dibayar. Dan meskipun misalnya sudah membayar denda, tapi kalau HRS diketahui pemerintah Arab Saudi sedang punya kasus hukum (pidana dan/atau perdata), tidak ujug-ujug diizinkan pulang ke negara asal, Indonesia.
"Itu pun dengan catatan tidak ada masalah hukum, baik perdata maupun pidana, di Saudi," tutur Maftuh.
Nah, informasi seperti yang diutarakan Maftuh inilah yang mesti dipahami Dahnil. Harusnya sebelum menyebut "portal" atau faktor 'X', dia terlebih dahulu memahami aturan yang berlaku di Arab Saudi.
Lalu apakah maksud Dahnil (bersama Prabowo dan Gerindra) Presiden Jokowi harus mencampuri aturan negara lain? Apakah Arab Saudi bersedia aturannya diintervensi?
Seandainya pun bisa, sangat tidak elok. Indonesia akan dipandang rendah, karena jelas upaya itu dilakukan demi kepentingan politik.Â
Jadi sudah jelas ya?Â
***
Referensi: detik.com