Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Analisis Singkat Hasil Sidang Perdana Sengketa Pilpres 2019

14 Juni 2019   18:03 Diperbarui: 19 Juni 2019   01:09 4241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sidang perdana sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini (Jumat, 14 Juni 2019) telah selesai. Agendanya adalah mendengar pembacaan pokok permohonan dan petitum (tuntutan untuk dikabulkan hakim) yang diajukan oleh tim kuasa hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) nomor urut 02 Prabowo-Sandiaga.

Sedangkan sidang selanjutnya akan digelar pada Selasa, 18 Juni 2019. Di sidang ini agendanya yakni mendengarkan tanggapan atau pembelaan dari pihak termohon dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan pihak terkait yaitu kubu pasangan capres-capres nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf Amin serta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Semoga berjalan aman dan lancar seperti yang berlangsung pada sidang perdana hari ini.

Berkas Permohonan Sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden yang dibacakan tim kuasa hukum Prabowo-Sandiaga sejumlah 146 halaman (plus 1 halaman cover). 

Sekadar informasi, berkas yang dibacakan tersebut merupakan hasil revisi yang diserahkan pada 11 Juni lalu, di mana berkas awal sudah diserahkan pada 24 Mei 2019.

Mendengar dibacanya hasil revisi, tim kuasa hukum KPU dan kubu Jokowi-Ma'ruf Amin sempat melayangkan protes kepada majelis hakim. Mereka meminta agar yang dijadikan sebagai pokok permohonan adalah berkas lama. 

Akan tetapi majelis hakim tetap mengizinkan berkas baru dibacakan, dan berkas itulah yang nantinya diharapkan untuk ditanggapi pihak termohon dan pihak terkait pada sidang mendatang.

Secara singkat, pada permohonan mereka, tim kuasa hukum Prabowo-Sandiaga mengatakan bahwa proses dan hasil Pilpres 2019 penuh kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif (TSM). 

Dan inti dari petitum mereka adalah meminta majelis hakim memerintahkan KPU untuk mendiskualifikasi pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin, memutuskan Prabowo-Sandiaga sebagai pemenang Pilpres 2019, atau mengadakan pemungutan suara ulang (PSU).

Saya merasa beruntung karena selain menyaksikan tayangan siaran langsung perjalanan sidang di televisi (TV), saya juga ikut membaca berkas permohonan terbaru lengkap dari tim kuasa hukum Prabowo-Sandiaga.

Setelah saya menonton dan membaca berkasnya, saya akhirnya mendapat sebuah kesimpulan bahwa sesungguhnya dari berkas yang lembarannya cukup banyak itu, hanya ada satu permintaan kubu Prabowo-Sandiaga yaitu meminta majelis hakim untuk mengakui penghitungan suara yang dilakukan internal mereka.

Kubu Prabowo-Sandiaga hanya meminta perolehan suara mereka yang sebanyak 68.650.239 dinyatakan valid dan kemudian harus diterima. Sila simak salah satu pokok permohonan mereka berikut:

Screenshot PHPU
Screenshot PHPU
Pada lembaran halaman 8 itu mereka menolak perolehan suara Jokowi-Ma'ruf Amin namun perolehan suara mereka (yang sama persis dengan hasil penghitungan KPU) tetap diterima.

Mari analisis dan bertanya, bagaimana mungkin mereka sebut ada kecurangan dalam proses Pilpres sedangkan perolehan suara mereka dari KPU diakui? Lihat saja, perolehan suara Jokowi-Ma'ruf Amin berdasarkan hasil hitungan mereka berkurang sebanyak 22.034.193 dari hitungan KPU sebesar 85.607.362.

Apakah suara yang 22.034.193 itukah yang mereka sebut hasil penggelembungan? Siapa yang menggelembungkan, KPU atau kubu Jokowi-Ma'ruf Amin?

Screenshot PHPU
Screenshot PHPU
Tapi lihatlah petitum mereka pada nomor 4, kubu Jokowi-Ma'ruf Amin yang disebut melakukan pelanggaran dan kecurangan Pemilu yang TSM. Bagaimana caranya suara digelembungkan? Pada nomor 3 mereka meminta agar penghitungan internal mereka yang harus dikabulkan hakim.

Jadi menurut saya, daripada 'ngalor-ngidul', mending kubu Prabowo-Sandiaga membeberkan bukti penggelembungan suara yang sebanyak 22.034.193. Selanjutnya mereka juga harus menjawab dengan data bagaimana bisa mengakui perolehan suara yang sebanyak 68.650.239.

Para hakim MK pun semestinya mengajukan cecaran pertanyaan serupa. Karena tugas hakim hanya menyidangkan hasil Pemilu, bukan prosesnya. Untuk menangani proses Pemilu merupakan kewenangan Bawaslu, atau terkait kode etik penyelengara adalah wewenangnya DKPP.

***

Referensi: Tayangan Sidang Perdana di Televisi dan Berkas PHPU Prabowo-Sandiaga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun