Mohon tunggu...
Tubagus Encep
Tubagus Encep Mohon Tunggu... profesional -

Asal Pandeglang, Kakek 1 Cucu, belajar mengajar di madrasah dan ingin terus belajar............E-mail: tebe.ncep@gmail.com, Twitter: @TebeNcep IG: tubagusencep

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sedekah, Caleg, dan Konsep Potlatch

10 Februari 2014   10:28 Diperbarui: 20 Januari 2018   23:48 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_323554" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi/Admin (Kompas.com)"][/caption] Keputusan Mahkamah Konstitusional menetapkan kembali Caleg dengan suara terbanyak pada pemilu April 2014 nanti sepertinya akan mengulang kembali sandiwara politik di 2009 lalu. Caleg harus mempersiapkan sebanyak mungkin dana sosialisa dirinya untuk mengongkosi biaya beragam media sosialisasi/APK (Alat Peraga Kampanye) sebagai ongkos mendekatkan diri dengan konstituen.

Sistem suara terbanyak tentu saja tidak akan berpengaruh besar terhadap susunan nomor urut, ini akan sedikit menguntungkan bagi Caleg yang memiliki dana besar  walaupun ini juga bukan jaminan. Namun bicara rincian biaya politik yang harus disiapkan untuk biaya transportasi, konsumsi serta berbagai media termasuk membayar fee bagi tim sukses jelas akan berpengaruh besar dengan sistem ini. 

Seorang caleg akan dipaksa  menjadi orang baik dan murah hati, untuk dapat mengikat terus ikatan tali silaturahminya dengan konstituen hingga masa hari H-nya kelak. Ikatan tali silaturahmi ini tentu saja bermacam-macam mulai dari 20ribu-50ribu rupiah bahkan merembet pada kebutuhan primer seseorang. Untuk wilayah pemilihan tingkat Kabupaten/kota dengan perkiraan membutuhkan suara minimal 10 ribu atau lebih, jelas akan membutuhkan dana ratusan juta rupiah untuk bisa melenggang bebas menuju kursi panas di Dewan yang memiliki gelar kehormatan "Wakil Rakyat" tersebut. 

Kondisi ini tentu saja akan sulit dihadapi oleh caleg potensial namun miskin dana atau sponsorship, sekaligus memperkecil peluang lolosnya caleg-caleg berbobot yang diharapkan kelak akan berpihak pada maasyarakat. Berbeda sekali tentunya dengan Caleg berlatar pengusaha/Caleg ber-budget besar atau caleg yang dibekingi sponsoship. 

Sedekah, Caleg dan konsep Potlatch

Sedekah dalam konsep agama adalah mengikhlaskan sesuatu milik kita kepada orang lain tanpa berhara pengembalian atau timbal balik. Konsep ini hanya ada dalam dunia sufi atau mereka yang sudah mencapai tingkat kesufian. Memberi dengan tanpa berharap timbal balik dalam dunia politik tentu saja adalah sebuah keniscayaan. 

Karena ketika memberi seorang Caleg tentu saja akan diiring pesan terselubung bak nyanyian populer "Pilihlah aku jadi wakilmu". Konsep ini menurut Marcel Mauss disebut Potlatch. Cout politique est un pret qui doit etre retourne, biaya politik adalah pinjaman yang harus dikembalikan. Sebuah pemberian yang dipertukarkan, dalam bahasa sederhananya adalah pemberian yang berharap balasan atau timbal balik. Pemberian yang berharap pada pencoblosan nama Caleg pemberi sebagai timbal balik. 

Bila konsep ini merasuk dan ada pada seluruh Caleg di Indonesia, maka jangan pernah berharap ada kebaikan dan perubahan yang baik pada sistem demokrasi dan kesejahteraan rakyat negeri ini. Mengapa? Karena ketika Caleg melenggang mulus menjadi anggota legislatif, seluruh waktunya sepanjang 5 tahun akan dipergunakan untuk mengembalikan seluruh biaya-biaya ongkos kampanye ketimbang menjalankan tugasnya sebagai anggota dewan. Dan akan sangat berbahaya lagi ketika biaya-biaya tersebut berasal dari sponsorship pihak-pihak tertentu, maka seluruh waktunya akan habis untuk membalas budi lewat memuluskan atau mencari-cari projek negara untuk diberikan pada pihak sponsorship.

 Maka yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah apa yang diharapkan oleh kita sebagai rakyat dari Caleg-caleg yang sudah terasuki konsep ini? Semuanya kembali kepada kearifan dan kecerdasan bangsa ini untuk memilih wakil-wakilnya di legislatif.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun