Mohon tunggu...
Tsamara Amany
Tsamara Amany Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswi Universitas Paramadina | @TsamaraDKI on Twitter

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Membantu Perjuangan untuk Ahok

29 September 2015   15:22 Diperbarui: 29 Juni 2017   07:12 16875
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saya dan Bung Fadjroel di Gedung MK usai Sidang Uji Materi Calon Independen

Pada tanggal 7 Juli 2015, pengacara dari saudara Fadjroel Rahman menghubungi saya via email. Di dalamnya tertera permohonan uji materi kepada Mahkamah Konstitusi mengenai undang-undang Pilkada, tepatnya mengenai jalur independen. Awalnya saya agak kaget bahwa saya yang diminta menjadi saksi untuk meringankan syarat persentase maju jalur independen dalam Pilkada. Dalam gugatannya, saudara Fadjroel Rahman sebagai pemohon meminta agar syarat persentase maju jalur independen 6,5%-10% bukan berdasarkan jumlah penduduk, melainkan berdasarkan daftar pemilih tetap pada Pemilu Legislatif (Pileg) lalu. 

Meski kaget dan sedikit gugup, saya tidak berpikir lama untuk memutuskan bahwa saya siap menjadi saksi di Mahkamah Konstitusi mendatang (03/08/2015). Saya hadir sebagai saksi mewakili komunitas pendukung Ahok (KOMPAK). Tapi ketika menginjakkan kaki di dalam ruang pengadilan paling sakral di Republik ini, saya menjadi sadar bahwa saya bukan lagi mewakili satu komunitas saja, namun saya mewakili seluruh pendukung Ahok yang menginginkan dirinya untuk maju melalui jalur independen. Hal ini membuat saya semakin bersemangat.

Dalam kisaran waktu 5-10 menit, saya menjelaskan secara gamblang kepada majelis hakim masalah-masalah yang dihadapi dalam pengumpulan KTP. Pertama, beratnya mengumpulkan 1 juta KTP sebagai ambang batas aman mengingat belum ada penetapan jumlah penduduk Jakarta yang sebenarnya. Kedua, beratnya membentuk jaringan relawan. Ketiga, kekhawatiran terhadap peraturan baru KPU yang dapat menyebabkan form dukungan batal. Saya juga menambahkan bahwa kesulitan-kesulitan semacam ini menghambat kepala daerah berprestasi seperti Ahok untuk maju. Bayangkan jika form dukungan batal mendekati Pilkada dan seluruh partai politik sudah memiliki calon. Ini artinya Ahok tidak bisa maju dalam Pilkada.

Setelah menjelaskan permasalahan yang ada, saya kembali duduk. Majelis hakim mencecar saya dengan sejumlah pertanyaan. Namun yang masih sangat melekat dalam ingatan saya adalah pertanyaan hakim konstitusi Palguna. “Apa sih persepsi Anda tentang partai politik (sehingga mendukung calon independen)”, tanyanya dengan raut wajah penasaran. Pertanyaan ini menarik karena saya hadir sebagai saksi fakta namun hakim justru meminta opini saya. Tentu tanpa banyak berpikir, saya menjelaskan alasannya.

“Yang Mulia, partai politik memang kalau kita dengar selalu berbicara mengenai menyerap aspirasi rakyat, organisasi untuk rakyat. Tetapi, Yang Mulia, pada kenyataannya, setiap hari kita dipertontonkan DPR yang terdiri dari 10 fraksi partai politik, tidak pernah mendengarkan suara kita. Mereka hanya menyerap aspirasi elite-elite partai dan diri mereka sendiri. Terkadang rakyat berdemo di depan gendung wakil rakyat, tapi tidak sekali pun mereka didengar. Oleh karena itu Yang Mulia, kita memutuskan jika wakil rakyat tidak mau mendengarkan aspirasi rakyat, maka kita harus memilih pemimpin yang mendengarkan rakyat (Ahok)”, jelas saya kepada Majelis hakim konstitusi. 

Ketika persidangan selesai, saya berjabat tangan dengan saudara Fadjroel Rahman dan lainnya. Saya mengucapkan terima kasih. Ya, saya betul-betul merasa berterima kasih karena saudara Fadjroel Rahman mau memperjuangkan hak calon independen. “Sepertinya dikabulkan nih,” itulah reaksi saudara Fadjroel Rahman usai persidangan. Dan dalam hati saya pun berdoa seperti itu. Saya berdoa agar kesaksian saya ini meringankan, bukan justru memberatkan.

Hari berlalu, setiap pagi saya membuka website Mahkamah Konstitusi untuk memastikan apakah sudah ada keputusan. Tapi tak kunjung mendapat jawaban. Sambil menunggu putusan, saya tetap berusaha mengumpulkan KTP sebanyak mungkin. Meski keputusan tak kunjung keluar, saya bahagia bahwa Teman Ahok sudah berhasil mengumpulkan sekitar 200 ribu KTP. Setidaknya jika ada kemungkinan terburuk terjadi dan gugatan tersebut tidak dikabulkan, ada harapan besar bahwa kita semua akan mampu meraih 750 ribu hingga 1 juta KTP.

Hari ini tanggal 29 September 2015, ketika saya sedang bermalas-malasan (tidak ada jadwal kuliah), tiba-tiba handphone saya bunyi. Awalnya saya pikir teman saya ingin bertanya soal tugas kuliah. Namun tertera nama saudara Fadjroel Rahman. Saya buru-buru membuka whatsapp dan ternyata ada kabar yang luar biasa gembira. Kegembiraan ini tidak dapat saya deskripsikan. GUGATAN DIKABULKAN!!! Mahkamah Konstitusi menetapkan bahwa syarat persentase jalur independen tidak berdasarkan jumlah penduduk sah namun berdasarkan daftar pemilih tetap Pileg lalu.

Kini Ahok butuh 525 ribu KTP (bukan lagi 750 ribu) untuk maju melalui jalur independen. Ketika menyadari hal ini, perasaan saya penuh haru. Ya mungkin saya berlebihan. Tetapi inilah yang saya rasakan. Saya sangat terharu dan saya merasakan bahwa mimpi Jakarta Baru akan tercapai. Jakarta berpeluang besar memiliki Gubernur pertama dari jalur independen. Kita semua yang turun tangan pun berpeluang menjadi bagian dari sejarah tersebut.

Apa yang saya lakukan ini tidak ada apa-apanya. Perjuangan saya hanya seujung kuku. Lagipula dalam hal ini, yang pantas disebut pejuang adalah saudara Fadjroel Rahman. Sebab beliau yang menginisiasi agar undang-undang yang memberatkan tersebut digugat. Dan perjuangan beliau telah berhasil. Itulah mengapa judul tulisan ini “Membantu Perjuangan untuk Ahok”. Memang pada kenyataanya saya hanya ikut serta membantu dalam perjuangan. Ini bukan perjuangan saya saja, tapi perjuangan banyak orang.

Sekali lagi, saya masih belum apa-apa. Apalagi dibandingkan dengan kerja keras relawan-relawan darat yang setiap hari mengumpulkan KTP untuk Ahok. Lihatlah tukang ojek dan supir yang di sela-sela kesibukannya untuk mencari nafkah, masih saja memikirkan pengumpulan KTP untuk Ahok. Mereka semua memiliki harapan perubahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun