Mohon tunggu...
Taufik Mahlan
Taufik Mahlan Mohon Tunggu... profesional -

64 th.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Prosa untuk Rista

8 Mei 2017   15:50 Diperbarui: 8 Mei 2017   15:54 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rista,

Menjelang pernikahanmu, mungkin sekarang saat yang baik untuk mengenang beberapa peristiwa yang Papa dan Mama ingat sejak kamu lahir sampai sekarang.

Setelah kelahiran anak pertama, Kakakmu, laki-laki, Mama kepingin punya anak perempuan.

Ketika hamil lagi, ternyata hobi Mama adalah kursus masak dan bikin kue. Siang hari Kakak ditinggal di rumah dengan pengasuhnya, Mama kursus masak. Sore Papa jemput untuk pulang. Melihat Mama hamil, katanya sebagian peserta kursus bilang: ”Anaknya perempuan, nih.” Soalnya kok jadi tertarik masak dan bikin kue. Tapi dokter yang melaksanakan USG waktu itu bilang: “Kalau USG memperlihatkan bayi laki-laki, maka pasti lahir laki-laki. Tapi kalau kelihatan seperti bayi perempuan, mungkin sebenarnya laki-laki, karena kelaminnya tersembunyi.” Mama bertanya: “Kalau kandungan saya ini apa?”. Dokter menjawab:” Mungkin perempuan.” Jawaban yang memberikan harapan, sekaligus membuat Mama penasaran.

Rupanya kamu tumbuh besar sekali dalam rahim, sehingga proses kelahiranmu sulit, sampai-sampai para suster yang menemani mama ikut menangis melihat mama kesakitan selama tiga hari tiga malam. Obat pada hari pertama tidak manjur, infus di hari kedua juga tidak dapat membuat kamu lahir. Pada hari ke tiga dokter memecah ketuban, dan kamu dipaksa keluar entah bagaimana caranya.

Kakakmu, Arief, takjub melihat kamu telungkup dalam inkubator. Kami juga, karena dibandingkan dengan bayi lain, kamu seperti raksasa, merah dan besar, empat kilogram, dengan tompel di lengan kiri.


Pada hari ke tiga usiamu, kami boleh membawamu pulang. Tapi Arief, yang sekarang kami panggil Kakak, protes kepada Mama yang menggendongmu. “Itu bukan ade”, katanya,”Ade ada di perut Mama”. Tapi sehari kemudian cemburu Kakak sudah mereda, dan mulai memanggilmu Ade. Padahal namamu Rista. ”Ade tidur melulu”, katanya.

Seperti ketika dalam kandungan, kamu tumbuh dengan cepat, dan bisa jalan pada umur sebelas bulan. Tapi sampai umur dua tahun belum juga mau bicara. Kalau mau apa-apa kamu cuma nunjuk, dan Mama atau Kakak akan mengambilkannya untukmu.

Kata yang paling populer darimu adalah “Boh”, baik diucapkan dengan gembira maupun sambil merengek. Boh artinya dot. Mungkin berasal dari kata bobo yang Mama ucapkan kalau menyuruhmu tidur. Kamu menirukan:”Boh,” lalu Mama memberikan dot.

Pada umur dua tahun, Mama bermaksud menyapih kamu dari dot. Kita berangkat pulang dari Bandung tanpa dot. Di tengah jalan kamu merengek minta boh. Mungkin lebih dari seribu kali kamu mengucapkan “boh” dalam sejam, panjang maupun pendek. Kami kasihan, dan berhenti di salah satu apotik di Cikampek, membelikan kamu dot. Tapi kamu tidak mau, dan terus menyenandungkan “boh” sampai tertidur. Sejak saat itu boh menjadi kata tanpa makna, dan tidak kamu perlukan lagi.

Tetapi kamu masih malas berbicara, mungkin karena telunjukmu masih ampuh. Apapun yang kamu tunjuk pasti datang kepadamu. Maka Enin, nenekmu dari Papa, meminta kami membawamu ke rumah beliau setiap hari Jum’at. Selama tujuh Jum’at, setiap kali datang mulutmu ditampar dengan sirih beberapa kali oleh Enin. Pada Jum’at ke delapan bicaramu sudah seperti senapan mesin. Enin cuma tersenyum senang, karena tidak tahu akibat yang harus kami tanggung setelah itu. Tanpa kata-kata, cuma dengan telunjuk, Ade sudah jadi penguasa di rumah. Dengan kata-kata bak senapan mesin, maka Ade menjadi penguasa absolut di rumah.

Rista,

Mungkin karena badanmu yang besar, sehingga teman-temanmu segan, kamu selalu ditunjuk menjadi ketua kelas. Tampaknya guru-gurumu mengabaikan prinsip demokrasi demi ketertiban. Gak apa-apa, karena itu terjadi di SD. Kabarnya, kelas yang gaduh akan menjadi tenang kalau kamu bertindak.

Sebaliknya di rumah. Karena kamu mau menang sendiri, kadang terjadi keributan dengan Kaka. Apapun yang Kakak pegang, kamu juga mau. Perang kata-kata dan saling teriak. Kaka akan berteriak:”Mamaaaa..!”. Mama akan berteriak:” Adeeee..!”. Persoalan bisa selesai sampai disitu, bisa juga tidak. Kalau kamu pikir Mama seharusnya berteriak: ”Kakaaaa..!” maka kerusuhan berlanjut. Kalau mama sudah tidak sabar maka Mama akan berteriak: “Ristaa…, Ariiif…..!” Barulah ketenteraman kembali tercipta. Untuk beberapa waktu.

SMP dan SMA kamu lewati dengan baik. Lalu kamu kuliah vokasi di UI, jurusan Perumahsakitan, subjurusan Public Relation. Lalu dilanjutkan ke FKM UI jurusan K3. Luluslah kamu sebagai SKM, yang pelesetannya adalah susu kental manis.

Mendapat pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan ternyata tidak mudah. Setelah dua pekerjaan sebelumnya yang tak ada hubungannya dengan K3, sekarang pekerjaanmu sesuai dengan pendidikan terakhir.

Tetapi bekerja memang tidak perlu selalu sesuai dengan pendidikan. Pendidikan memberikan dasar pengetahuan, keterampilan awal, dan kerangka berfikir. Semuanya harus dimanfaatkan dalam menghadapi dan menjalani hidup yang tidak selalu mudah.

Hidup terasa mudah kalau segalanya sesuai dengan keinginan kita, dan tinggal menikmatinya saja. Tetapi dunia tidak selalu seperti itu. Untuk menghadapi dunia diperlukan juga kesabaran, ketekunan, dan tenggang rasa.

Sabar dalam menghadapi masalah, tekun dalam menyelesaikannya, dan bertenggang rasa dengan orang-orang lain yang terlibat.

Masalah akan timbul bila keinginan tidak sesuai dengan kemampuan. Maksudnya, kemauan lebih besar dari kemampuan. Ini kalimat terbuka yang tak dapat kami jelaskan lebih jauh, karena sangat mudah untuk diucapkan, tetapi kadang sulit diterima.

Kami ingin menyatakan bahwa rumah tangga adalah usaha tiada henti untuk hidup bahagia bersama. Ukurannya bukan kekayaan atau gaya hidup tertentu. Lagi-lagi kami tidak dapat memberimu tuntunan yang jelas dan rinci. Kami hanya dapat memberikan contoh dari apa yang selama ini kita alami dan jalani. Kita syukuri saja apa yang kita alami dan miliki, pada tingkat apapun. Banyak yang lebih beruntung (apapun maknanya) dari kita, banyak pula yang kurang beruntung dibandingkan dengan kita. Jalani saja dengan ikhlas, semoga mendapat ridha Allah.

Papa31 Maret 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun