Dirumah Sismiyati, ibu itu baru sibuk dimeja kerjanya, berkas-berkas menumpuk di depannya, sepertinya  sedang menyusun RAPBS, karena memang dia ditugaskan sebagai bendahara sekolah. Laptop setianya masih tidak bergeser dari hadapannya. Tugas yang menguras otaknya disamping sudah capek dengan mengajar kini masih sibuk dengan admisnistrasi lainnya.
" heemmm...." Desah Sismiyati karena hasil hitungan laporannya masih bergeser dengan kenyataan yang ada.
Suara mobil masuk pekarangan menghentikan Sisimiyati dalam pekerjaannya.
"anak muda itu tidak jera-jeranya kesini..." batinnya ketika melihat Fahri memencet bel rumah.
Sismiyati mempersilahkan duduk Fahri duduk, Nampak raut wajah kebahagiaan terpancar dari roman mukanya yang bersinar. Â
"Assalamu'alaikum...kelihatan sepi bu..."Tanya Fahri sembari menjabat tangan Sismiyati
"anaknya tadi pamit akan akan berzaiarah ke makam neneknya...ditunggu saja, paling gak ada satu jam...
Ditempat lainNindi melangkahkan kakinya, sengaja ia tidak memakai mobil atau motor...gadis itu ingin berdesak-desakkan seperti orang kebanyakan yang tanpa ada beban dalam hidupnya, sepertinya tidak banyak masalah dengan kehidupan ini. Nindi mengambil duduk paling belakang, kepalanya disandarkannya, wajah pucat, kelelahan dan seperti tak terawat. Setelah pemeriksaan dokter kemarin gadis itu akan mengundurkan diri dari pekerjaannya. Telinganya sudah tidak kuat lagi mendengar omongan sana sini yang memerahkan telinga.
Tanpa disadari Nindi  ada sepasang mata memperhatikan gadis itu, dengan perasaan penuh menyesal dan maaf yang tidak mungkin termaafkan, laki-laki itu sebentar-sebentar menutupi wajahnya dengan Koran yang dipegangnya. Takut ketahuan orang kalau sebenarnya dia memperhatikan gadis di sebelahnya.
"Nindita..." matanya tercekat dan tiba-tiba gadis yang disebut Nindita turun sementara laki-laki itu juga  turun dari bus, laki-laki itu menguntitnya hingga sampai kerumah dimana dulu ia sering bertandang kesitu.
Di dalam rumah sudah ada Bimo dan Fahri yang menunggu Nindi harap-harap cemas. Fahri hanya terdiam melihat sikap dingin Nindi, gadis itu terdiam dan berlalu menuju kamarnya. Dari  arah pintu depan sosok laki-laki memanggil-manggil namanya berulang kali.
Spontan gadis itu menoleh, rasa amarah yang di simpan beberapa waktu lalu kini terpancar dalam wajahnya yang semakin galak.
Bimo spontan menghadang laki-laki itu yang tak lain adalah Romi. Pukulan tangan kosongnya mengenai pelipis orang itu, kakinya yang panjang menendang menghajar perut laki-laki itu hingga tersungkur, masih belum puas Bimo menendang dan menendang lagi...
" Kau laki-laki yang tidak bertanggung jawab...rasakan ini..."
Fahri yang berada diantara kemarahan keluarga yang tersakiti oleh Romi ini berusaha melerai namun pertengkaran berhenti  ketika laki-laki itu sudah tidak berkutat lagi dengan darah dimana-mana...
Nindi hanya tersenyum sinis penuh kemenangan rasa sakit hatinya sedikit terobati dan akhirnya menangis tersedu-sedu melihat  kenyataan yang ada. Niat Fahri yang ingin mengutarakan kemenangan perceraiannya terputus oleh kedatangan Romi.
Romi sengaja dirawat di rumah Nindi, Bimo juga sedikit menyesal karena telah melakukan penganiyaan
"jangan salahkan aku kalau aku berbuat seperti itu pada kamu, harusnya kalau kamu tidak kesini kamu tidak akan terjadi seperti ini, ini juga mengingatkanku dengan kejadian tujuh minggu yang lalu, kau mengusir adikku, kau memutuskan tali cinta adikku tanpa perundingan yang jelas, dan lebih menyakitkan lagi...sepulang dari rumah kamu, adikku diperkosa orang yang tidak bertanggung jawab...kamu tahu itu...!!!
Seperti mendengar petir di tengah hari bolong...Romi terkejut tidak percaya. Malam  itu dirinya begitu kesal dengan kehidupan ini, kekasihnya tidak juga mencari dan mencari, namun kelelahan dan rasa cemburu yang teramat sangat membakar sehingga lepas control dan mencoba melukai kehormatan yang selama ini Nindi jaga, namun karena melihat sikap penolakan kekasihnya itu tanpa sadar mengeluarkan kata-kata putus. Setelah itu dirinya kembali lagi ke Madiun, ingin menenangkan diri dengan apa yang terjadi. Hp dimatikan dan kemarin sore pulang dan tadi berusaha untuk menelusuri jalan-jalan di daerah magelang ternyata dirinya melihat sosok Nindi yang telah berubah total, sangat-sangat kurus dan makanya dirinya mengikutinya.
Sementara di dalam kamar seorang gadis tergeletak dengan darah mengalir dan terus mengalir dari pergelangan tangan, tidak ada suara hanya coretan kata-kata yang ia tulis dalam secarik kertas.
Biarkan aku terbang tinggi...
Melepas semua yang ada di dunia ini...
Aku lelah dengan yang ada pada diriku...
Ayah...ibu... aku menunggumu....
Mas Bimo maafkan aku....
"Nindi buka pintunya..."seru Romi nampak kecemasan dalam diri Romi
"Bimo gedor pintunya aku mencium bau anyir darah...cepat....!!! Seru Romi mengagetkan Bimo yang masih berdiri di belakang.
Dengan satu, dua dobrakan tidak bisa, dengan apa yang ada di dekat yang bisa membantu membuka pintu akhirnya pintu terbuka...dan sosok perempuan tergeletak tidak sadarkan diri dengan darah dimana-mana.
Ambulan kembali membawa tubuh lemas Nindi untuk yang ke dua kalinyanya ke rumah sakit, beruntung gadis itu segera tertolong kalau terlambat satu detik saja mungkin sudah tidak tertolong karena kehabisan darah
"Nindi kenapa kamu jadi seperti ini...maafkan aku...aku berjanji tidak akan menyia-nyiakan kamu lagi...setelah kamu sembuh aku berjanji akan menikahimu..." ucap lirih Romi sambil membelai  Nindi dan sesekali mencium kening dan pipi gadis itu.
Diluar kamar pasien, Fahri terdiam tidak bisa berbuat banyak. Dalam hati, dirinya akan ikhlas jika laki-laki itu bisa membahagiakan  Nindi dia akan  mundur teraturbdari kehidupan gadis pujaan hatinya. Tapi  kalau Nindi tidak merasa bahagia jangan berharap bisa lagi untuk mendekatinya
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI