Mohon tunggu...
Tripviana Hagnese
Tripviana Hagnese Mohon Tunggu... Bisnis, Penulis, Baker

Saya seorang istri, ibu rumah tangga, yang juga mengelola bisnis, ada bakery, laundry, dan parfum.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

[Cerbung S1 E8] Nada yang Terlupakan

26 September 2025   08:47 Diperbarui: 25 September 2025   07:51 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Milik Tripviana Hagnese: [Cerbung S1 E8] Nada yang Terlupakan 

Gambar Milik Tripviana Hagnese: [Cerbung S1 E8] Nada yang Terlupakan 
Gambar Milik Tripviana Hagnese: [Cerbung S1 E8] Nada yang Terlupakan 

Episode 8: Perjuangan di Atas Panggung Kehidupan

Hari-hari berikutnya adalah rangkaian kunjungan ke rumah sakit yang tiada henti. Fika, Tisya, dan ibu Fika bolak-balik antara rumah sakit dan rumah. Dokter Gunawan dan timnya melakukan serangkaian pemeriksaan mendalam. Fika harus tetap bekerja. Ia membuat dan mengantar kue, tangannya yang lelah mengaduk adonan, matanya yang sembab menahan kantuk, semua demi Tisya. Demi biaya pengobatan yang terus melonjak. Ia bertekad, berapa pun harganya, ia akan berjuang untuk putrinya.

"Tisya, jangan takut ya. Mama di sini," bisik Fika, menggenggam tangan Tisya yang dingin saat Tisya menjalani prosedur kemoterapi pertamanya. Ruangan itu terasa dingin dan steril, penuh dengan aroma disinfektan. Tisya hanya mengangguk, matanya menatap Fika dengan polos. Ia tidak mengeluh. Tidak sekali pun.

Setelah sesi kemoterapi selesai, Tisya merasa lelah dan mual. Fika memeluknya erat. "Mama tahu kamu kuat. Setelah ini, kita makan es krim vanila kesukaanmu, ya?"

Tisya mengangguk lemah, tersenyum. "Tisya akan jadi anak paling kuat sedunia, Ma. Biar mama enggak sedih lagi."

Kata-kata Tisya membuat hati Fika hancur dan bangga pada saat yang sama. Tisya, anak sekecil itu, sudah memiliki ketegaran yang luar biasa. Fika menyadari, bukan hanya dia yang berjuang untuk Tisya, tapi Tisya juga berjuang untuknya. Mereka berdua adalah tim yang tak terkalahkan.

Minggu demi minggu, kemoterapi berjalan dengan baik. Fisik Tisya memang melemah, rambutnya mulai rontok, tapi semangatnya tidak pernah pudar. Fika melihat sendiri bagaimana Tisya menghadapi setiap jarum suntik, setiap sesi kemoterapi, dan setiap efek sampingnya dengan senyum. Fika tahu, ia harus lebih kuat. Ia tidak boleh menunjukkan rasa takutnya di depan Tisya.

Beberapa waktu kemudian, mereka kembali menemui Dokter Gunawan. Wajah sang dokter kali ini menunjukkan senyum tulus. "Selamat, Bu Fika. Seperti prediksi saya di awal, Tisya itu anak yang kuat. Kemoterapinya berjalan dengan baik. Tubuhnya dapat bekerja sama, dan hasilnya sel kanker dalam tubuhnya sudah berkurang dan berada pada level yang sangat rendah. Beberapa kali terapi lagi, dan kita akan cek kondisi Tisya selanjutnya. Jika memang pemeriksaan menunjukkan hasil yang positif, Tisya hanya perlu observasi secara berkala saja, Bu Fika."

Ucapan itu bagai angin segar yang mendinginkan hati Fika yang panas. Rasa syukur membuncah di dadanya. Wajah Tisya juga tampak lebih segar. Kekuatannya perlahan pulih, nafsu makan dan berat tubuhnya berangsur normal. Tisya bahkan mulai berlatih lagi untuk persiapan undangan acara menyanyi di Istana Negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun