Mohon tunggu...
Tripviana Hagnese
Tripviana Hagnese Mohon Tunggu... Bisnis, Penulis, Baker

Saya seorang istri, ibu rumah tangga, yang juga mengelola bisnis, ada bakery, laundry, dan parfum.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

[Cerbung S1 E2a] Nada yang Terlupakan

25 September 2025   00:30 Diperbarui: 24 September 2025   19:38 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Milik Tripviana Hagnese: Nada yang Terlupakan

Gambar Milik Tripviana Hagnese: [Cerbung S1 E2a] Nada yang Terlupakan 
Gambar Milik Tripviana Hagnese: [Cerbung S1 E2a] Nada yang Terlupakan 

Episode 2a: Kembali ke Atas Panggung

Seminggu berlalu. Fika berusaha keras melupakan insiden di kafe itu, tetapi bayangan wajah Rafi dan komentar tajamnya terus berputar di kepalanya. Ia lebih banyak begadang, mengutak-atik resep kue, mengurangi gula, dan bereksperimen dengan berbagai jenis krim. Ia bahkan meminta Tisya, putrinya yang cerdas dan jujur, untuk mencicipi dan memberikan kritik. "Tisya enggak bohong, Ma. Ini sudah enak banget. Enggak terlalu manis," kata Tisya dengan senyum lebar, membuat Fika sedikit lega.

Suatu sore, telepon Fika berdering. Itu Yasmin, teman lama sekaligus mantan sesama artisnya, yang kini membuka kafe. Suara Yasmin terdengar ceria dan bersemangat, mengundang Fika untuk datang ke kafe miliknya. "Fika, aku butuh kue kering dalam toples untuk weekend ini. Aku ada acara kumpul-kumpul. Bawa yang banyak, ya! Nanti aku titipkan di etalase, kita lihat respons pengunjung," ajak Yasmin.

"Aku usahakan, Yas," jawab Fika, nadanya terdengar sedikit lesu.

Sabtu malam tiba. Fika mengendarai mobil boksnya yang sudah setia menemaninya mengantar pesanan. Ia memarkir mobil di depan kafe Yasmin, yang tampak ramai dan penuh sesak. Suara musik akustik terdengar merdu dari dalam. Fika meraih dua kardus besar berisi toples-toples kue kering, lalu membawanya masuk.

Begitu masuk, mata Fika langsung mencari Yasmin. Ia menemukannya duduk di salah satu sofa, dikelilingi teman-teman artisnya. Yasmin melihat Fika, dan wajahnya langsung berseri. "Fika! Ah, akhirnya kamu datang! Sini, sini!"

Yasmin segera menyambut Fika, mengambil alih kardus-kardus itu, dan menyuruh salah satu pegawainya menata kue-kue itu di etalase. "Kamu duduk, ya. Enggak usah buru-buru. Aku mau kamu santai dulu di sini," ajak Yasmin, menarik Fika ke tengah keramaian.

"Yas, aku harus buru-buru. Ini sudah malam," tolak Fika halus.

Yasmin tersenyum memelas, tatapan matanya penuh permohonan. "Fika, sebentar saja. Kamu nyanyi, ya? Satu lagu saja, demi aku."

"Nyanyi?" Fika membelalak. Sudah berapa lama ia tidak naik panggung? Sembilan tahun? Lebih? Sejak melahirkan Tisya, Fika sudah menutup diri dari dunia hiburan.

"Ayolah, Fika. Aku kangen banget suara kamu," bujuk Yasmin. "Kalau kamu mau, aku jamin, kafe-ku bakal jadi tempat kamu suplai kue dalam jangka panjang. Gimana?"

Mendengar tawaran itu, Fika tergiur. Itu adalah tawaran yang menggiurkan dan tidak bisa ia tolak. Demi Tisya. Fika akhirnya mengangguk.

Yasmin bersorak gembira, lalu menggandeng Fika menuju panggung kecil di sudut kafe. Sebuah suara musik akustik berhenti mengalun, dan seorang pria sedang bersiap untuk membawakan lagu berikutnya.

Saat Fika menoleh ke panggung, matanya membelalak. Rafi. Pria yang ia sumpah akan dibalas dendamnya. Rafi berdiri di sana, memegang gitar akustiknya, terlihat tenang dan damai seperti biasanya.

"Oke, guys! Malam ini, ada duet spesial. Bintang tamu kita, yang pastinya kalian semua sudah kenal. Penyanyi legendaris kita... Fika!" ujar Yasmin, disambut tepuk tangan dari beberapa orang.

Rafi menatap Fika, alisnya sedikit terangkat. Fika hanya menatapnya kesal, lalu menoleh ke arah Yasmin. "Lawan duetku dia?" bisik Fika di telinga Yasmin.

Yasmin hanya tersenyum, "Ya ampun, Fika. Dia penyanyi kafe-ku. Paling keren se-Jakarta. Cocoklah sama kamu."

Fika tidak punya pilihan. Ia melangkah ke atas panggung, dengan tubuh yang terasa kaku. Ia mengambil mikrofon, mencoba tersenyum, tetapi senyum itu terasa pahit. Musik dimulai. Fika bernyanyi, tetapi suaranya serak dan tidak stabil. Ia fals, dan ia tahu itu.

Rafi yang melihat Fika kesulitan, perlahan menghentikan permainan gitarnya. Fika menatapnya, merasa malu. Rafi kembali memulai musiknya, dan Fika mencoba lagi, tetapi ia kembali gagal. Ia benar-benar tidak siap.

"Turun aja kalau enggak bisa nyanyi!" teriak seseorang dari kerumunan, disusul tawa.

"Suara lo jelek!" timpal yang lain.

"Masa kejayaan sudah hilang ya!" ejek seorang pria sambil merekam Fika dengan ponselnya.

Mendengar itu, air mata Fika hampir menetes. Ia merasa sangat terhina. Ia ingin lari, ingin kembali ke rumah. Fika tahu, ia sudah tidak pantas di atas panggung. Ia sudah tidak pantas lagi di dunia ini. Yasmin yang melihat Fika disoraki, hanya tersenyum simpul dari meja tempatnya duduk. Seolah ini bagian dari rencananya, untuk menyadarkan Fika.

Bersambung...

#tripvianahagnese

#season1

#nadayangterlupakan

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun