"Nyanyi?" Fika membelalak. Sudah berapa lama ia tidak naik panggung? Sembilan tahun? Lebih? Sejak melahirkan Tisya, Fika sudah menutup diri dari dunia hiburan.
"Ayolah, Fika. Aku kangen banget suara kamu," bujuk Yasmin. "Kalau kamu mau, aku jamin, kafe-ku bakal jadi tempat kamu suplai kue dalam jangka panjang. Gimana?"
Mendengar tawaran itu, Fika tergiur. Itu adalah tawaran yang menggiurkan dan tidak bisa ia tolak. Demi Tisya. Fika akhirnya mengangguk.
Yasmin bersorak gembira, lalu menggandeng Fika menuju panggung kecil di sudut kafe. Sebuah suara musik akustik berhenti mengalun, dan seorang pria sedang bersiap untuk membawakan lagu berikutnya.
Saat Fika menoleh ke panggung, matanya membelalak. Rafi. Pria yang ia sumpah akan dibalas dendamnya. Rafi berdiri di sana, memegang gitar akustiknya, terlihat tenang dan damai seperti biasanya.
"Oke, guys! Malam ini, ada duet spesial. Bintang tamu kita, yang pastinya kalian semua sudah kenal. Penyanyi legendaris kita... Fika!" ujar Yasmin, disambut tepuk tangan dari beberapa orang.
Rafi menatap Fika, alisnya sedikit terangkat. Fika hanya menatapnya kesal, lalu menoleh ke arah Yasmin. "Lawan duetku dia?" bisik Fika di telinga Yasmin.
Yasmin hanya tersenyum, "Ya ampun, Fika. Dia penyanyi kafe-ku. Paling keren se-Jakarta. Cocoklah sama kamu."
Fika tidak punya pilihan. Ia melangkah ke atas panggung, dengan tubuh yang terasa kaku. Ia mengambil mikrofon, mencoba tersenyum, tetapi senyum itu terasa pahit. Musik dimulai. Fika bernyanyi, tetapi suaranya serak dan tidak stabil. Ia fals, dan ia tahu itu.
Rafi yang melihat Fika kesulitan, perlahan menghentikan permainan gitarnya. Fika menatapnya, merasa malu. Rafi kembali memulai musiknya, dan Fika mencoba lagi, tetapi ia kembali gagal. Ia benar-benar tidak siap.
"Turun aja kalau enggak bisa nyanyi!" teriak seseorang dari kerumunan, disusul tawa.