Mohon tunggu...
Tripviana Hagnese
Tripviana Hagnese Mohon Tunggu... Bisnis, Penulis, Baker

Saya seorang istri, ibu rumah tangga, yang juga mengelola bisnis, ada bakery, laundry, dan parfum.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

CRS: Chat Random Story (Ep. 9/11)

27 Mei 2025   11:55 Diperbarui: 26 Mei 2025   11:43 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tayang Setiap Hari pukul 12.00 WIB
#tripvianahagnese

Episode 9: Detektif Amel dan Jejak Misterius

Gambar Milik Tripviana Hagnese: CRS: Chat Random Story (Ep. 9/11)
Gambar Milik Tripviana Hagnese: CRS: Chat Random Story (Ep. 9/11)

Setelah insiden pingsan dan diantar pulang Brian, Amel merasa otaknya konslet. Analisis Mr. X tentang Brian yang 'respons protektif' itu terus berputar di kepalanya, kontras dengan Brian si menyebalkan yang ia kenal. Ditambah lagi, kebetulan Brian selalu muncul di momen-momen penting Amel dengan Alex. Terlalu banyak kebetulan! Amel yang logis mulai merasa ada yang tidak beres. Ia memutuskan untuk melakukan investigasi sistematis.

Ia kembali membuka aplikasi CRS, tapi kali ini, ia mendekati "Mr. X" bukan hanya sebagai teman curhat, melainkan sebagai subjek penelitian (dan tersangka potensial?).

Petunjuk 1: Sifat Brian yang Aneh

Amel teringat insiden di ruang band waktu Brian menggantikan Alex main gitar. Brian terlihat agak gugup saat pertama memegang gitar (meskipun dia lumayan jago), padahal biasanya Brian selalu pede.

Mela: Mr. X, aku mau tanya lagi soal 'Brian'. Kadang dia tuh sok cuek dan pede, tapi ada momen tertentu dia kayak kelihatan gugup, terus nutupin gugupnya itu pakai kelakuan aneh. Kenapa ya orang kayak gitu?

Respons 'Mr. X' datang.

Mr. X: Analisis perilaku: Beberapa individu bereaksi terhadap 'situasi penuh tekanan' atau 'ekspektasi performa' dengan menunjukkan tanda-tanda 'kegugupan', yang kemudian ditutupi atau disamarkan melalui 'mekanisme koping' seperti 'bercanda', 'menyombongkan diri', atau 'bertindak berlebihan' dari karakter normal mereka. Ini bisa jadi cara mereka mengelola kecemasan.

Amel membaca. Hmm... 'Mekanisme koping'... 'menyombongkan diri'... 'bertindak berlebihan'... Kedengarannya memang persis Brian. Tapi ini kan AI, ya? AI mana tahu psikologi Brian Pratama sedetail ini? Kecurigaan pertama muncul, kecil, tapi terasa mengganggu.

Petunjuk 2: Lagu Lama yang Terlalu Spesifik

Suatu sore, Amel sedang melewati lapangan basket saat Brian dan teman-teman timnya sedang istirahat. Tiba-tiba, Amel mendengar sebuah lagu diputar dari speaker portable mereka. Lagu itu... lagu lama sekali, dari masa kecil Amel, lagu yang sering diputar ibunya dan sangat personal, jarang ada yang tahu atau mengingatnya di zaman sekarang.

Amel berhenti berjalan. Lagu itu...? Kok... kok bisa ada di sini? Lagu itu jauh dari genre lagu yang biasa diputar anak SMA main basket.

Ia melihat ke arah Brian. Brian sedang duduk sambil minum, dan ia... ia bersenandung kecil mengikuti lagu itu, seolah lagu itu memang familiar baginya.

"Brian?" panggil Amel, sedikit terkejut.

Brian menoleh. "Eh, Amel? Kenapa?"

"Itu... lagu yang kalian putar..." Amel ragu.

"Oh ini?" Brian melirik speaker. "Iya. Enak juga ya ternyata. Tiba-tiba keinget aja lagunya... earworm nih dari kemarin." Dia nyengir.

Earworm dari mana?! Lagu ini kan nggak populer! batin Amel. Ia merasa ada yang janggal. Kenapa tiba-tiba Brian tahu lagu itu?

Petunjuk 3: Strategi Pesta dan Pujian yang Mirip

Tidak lama setelah itu, Amel diundang ke pesta ulang tahun teman sekelas yang cukup populer. Amel galau. Pesta itu pasti ramai, banyak orang gaul, dan kemungkinan ada alkohol. Ini bukan 'dunianya'. Dia curhat ke Mr. X.

Mela: Mr. X, aku diundang ke ultah temen. Rame banget pasti. Aku nggak pede datang. Tapi kalau nggak datang dibilang nggak gaul... Harus gimana ya? Aku bingung harus pakai apa juga.

Brian membaca chat ini di kamarnya. Ultah? Rame? Dia nggak pede? Kepalanya langsung memikirkan skenario.

Mr. X: Memilih hadir atau tidak adalah keputusan Anda, Mela. Jika Anda memilih hadir, persiapkan diri agar merasa nyaman. Untuk pakaian, saya sarankan dress warna lilac atau dusty pink. Warna-warna itu memancarkan kesan lembut namun anggun. Pilih model A-line selutut dari bahan ringan seperti chiffon atau satin tipis yang dilapisi, agar sopan namun manis. Jangan lupa cardigan tipis untuk antisipasi suhu dingin. Make-up cukup natural: lip tint, bedak, maskara. Anda tidak butuh eyeshadow warna-warni; Anda sudah cantik dari sananya.

Mr. X: Di sana, jika ada yang menawarkan alkohol, tolak baik-baik. Anda keren karena punya batasan. Jika ada yang mengajak bicara dengan niat 'aneh', jangan ragu bersikap cuek. Jangan merasa harus sopan pada orang yang tidak sopan. Dan saran terakhir: jangan pulang terlalu malam. Jam 9 atau 9:30 malam adalah waktu ideal untuk dijemput atau pamit. Acara seperti itu kadang makin malam makin... tidak jelas. Jaga diri, Mela. Anda pantas mendapat perhatian dari orang yang benar-benar peduli.

Amel membaca balasan itu dengan takjub. Detail sekali! Dan kalimat "Anda sudah cantik dari sananya" atau "Anda pantas mendapat perhatian dari orang yang benar-benar peduli" terasa... personal? Ia merasa terharu dan sedikit aneh pada saat yang sama.

Amel memutuskan untuk datang ke pesta, mengikuti saran Mr. X. Ia mencari dress lilac A-line selutut, memakai make-up natural, dan membawa cardigan. Ia merasa sedikit lebih percaya diri.

Di pesta, ramai sekali. Amel merasa agak kewalahan, tapi ia mencoba bertahan. Tak disangka, Brian juga ada di sana (tentu saja). Brian terlihat seperti biasa, santai, bergaul dengan teman-temannya.

Brian melihat Amel, dan berjalan menghampirinya.

"Wah, Amel! Kamu datang juga akhirnya," kata Brian, menatap Amel dari atas ke bawah. "Kamu... pas banget deh malam ini."

"Pas apanya?" tanya Amel, agak kaku.

"Ya... dress sama dandanan kamu," kata Brian sambil nyengir. "Pas banget. Kamu nggak butuh yang terlalu mencolok, kamu udah cantik dari sananya."

Amel terdiam. Matanya mengerjap. Tunggu... Kalimat itu...

Sepanjang malam, Brian beberapa kali 'tidak sengaja' berpapasan dengan Amel. Saat melihat Amel menolak tawaran minuman, Brian tersenyum dan celetuk, "Nah gitu dong! Keren karena punya batasan!" Saat ada cowok iseng mendekati Amel, Brian entah dari mana muncul, memotong obrolan Amel, lalu bilang ke cowok itu, "Dia sama gue aja. Cari yang lain sana."

Saat Amel mulai merasa lelah dan melirik jam (sudah lewat jam 9), Brian menghampirinya. "Udah jam 9-an aja nih. Pulang yuk? Acara gini kadang makin malem makin nggak jelas."

Amel menatap Brian. Matanya penuh kecurigaan. Kalimat demi kalimat, saran demi saran... Ini... ini persis seperti yang dikatakan Mr. X! Kebetulan? Tidak mungkin!

Petunjuk 4: Martabak Favorit

Kecurigaan Amel semakin kuat. Ia memutuskan untuk melakukan tes langsung, berdasarkan saran Mr. X tentang 'Modifikasi Citarasa Tertarget' yang ternyata itu adalah makanan favorit Brian. Ia kembali membuka CRS.

Mela: Mr. X, kalau kamu itu manusia, makanan favoritmu apa? Yang spesifik.

Brian membaca ini, senyumnya mengembang. Ia tahu Amel sedang menguji. Dia akan berikan jawabannya.

Mr. X: Jika saya memiliki preferensi rasa layaknya manusia, berdasarkan data kuliner Indonesia... saya akan memilih martabak asin. Spesifikasinya: martabak asin telor dua, sambal dua, tidak pakai daun bawang. Kombinasi klasik yang optimal.

Besoknya, sepulang sekolah, Amel dengan gugup membeli martabak asin sesuai spesifikasi 'Mr. X'. Martabak asin telor dua, minta sambalnya dua bungkus, dan bilang, "Jangan pakai daun bawang ya, Bang!" Pedagang martabak itu agak heran, tapi menurut saja.

Amel membawa martabak itu ke komplek, pura-pura baru beli untuk dimakan sendiri. Ia melihat Brian sedang duduk di teras rumahnya.

"Wah, martabak!" seru Brian, matanya berbinar. Ia mendekat. "Boleh minta nggak, Mel?"

"Eh... iya," Amel agak kaget Brian langsung mau. Ini dia! "Mau? Ambil aja." Ia menyodorkan kotak martabak.

Brian mengambil sepotong, menggigitnya. Wajahnya langsung berseri. "Wah! Ini makanan favorit gue banget!" Ia mengambil sambal. "Sambalnya dua ya? Pas!" Dia lihat bagian dalam martabak. "Yes! Nggak pake daun bawang! Sempurna!"

Amel terdiam, menatap Brian. Ia merasa seperti disambar petir. Ini... ini sama persis... Brian... Martabak asin telor dua, sambal dua, nggak pake daun bawang... Itu... itu jawaban Mr. X!

Petunjuk 5: Tipe Cewek Ideal dan Pengakuan Terselubung

Keesokan harinya, Amel sudah 99% yakin. Tapi dia butuh kepastian terakhir. Ia mendekati Brian saat mereka kebetulan berdua saja di perpustakaan (setelah Brian menjalani hukuman larangan masuknya).

Amel mencoba terdengar santai, padahal jantungnya berdebar kencang. "Brian... aku mau tanya dong."

Brian yang lagi (pura-pura?) baca buku menoleh. "Nanya apaan?"

"Menurut kamu..." Amel menarik napas. "Sebenarnya... cowok tuh suka cewek yang kayak gimana sih?" Ia mencoba membuatnya terdengar seperti pertanyaan umum, atau mungkin pertanyaan untuk Alex (Amin).

Brian diam lama. Ia menatap Amel lekat-lekat. Ia melihat tatapan Amel yang penuh penyelidikan. Ia tahu Amel sedang mengujinya. Ia tahu permainan rahasianya nyaris terbongkar. Senyum isengnya menghilang, diganti ekspresi yang lebih serius.

"Yang bikin tenang," jawab Brian pelan, suaranya rendah, tidak seperti Brian yang biasa. "Yang nggak selalu kuat, tapi nggak pernah nyerah. Kadang nyebelin... tapi... selalu jujur."

Amel terdiam. Matanya berkaca-kaca. Kalimat itu... itu persis jawaban Mr. X saat Amel bertanya tipe cewek ideal. Dan Brian baru saja menggambarkan... dirinya? "Kadang nyebelin, tapi selalu jujur"... itu persis dia di mata Brian selama ini!

Brian memajukan badannya sedikit. "Kayak... kamu, misalnya."

Amel membeku. Itu bukan lagi kebetulan. Itu bukan lagi petunjuk. Itu pengakuan terselubung. Baik dari Brian, maupun dari "Mr. X".

Air mata mulai menggenang di mata Amel. Ia mengerti. Ia tahu semuanya. Mr. X bukanlah AI. Mr. X adalah Brian. Dan semua saran itu... semua interaksi itu... semua kebetulan... itu disengaja.

Perasaannya campur aduk. Marah karena dibohongi, rahasianya terbongkar, privasinya diusik. Malu luar biasa karena Brian tahu semua curhatannya, semua kegagalannya dengan Alex. Tapi juga... bingung. Bingung dengan pengakuan tak terduga dari Brian ini. "Yang bikin tenang"... "Kayak kamu"...

Amel menatap Brian. Brian menatapnya, matanya dipenuhi perpaduan rasa bersalah, harapan, dan... cinta?

Ia harus bicara. Ia harus mengkonfrontasi. Ia harus tahu segalanya.

Tayang Setiap Hari pukul 12.00 WIB
#tripvianahagnese

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun