Tayang Setiap Hari pukul 12.00 WIB
Episode 7: Mr. X Bukan Robot Biasa
Kamar Brian Pratama adalah paradoks. Meja belajar dipenuhi remahan keripik dan kabel charger berseliweran, tapi di sudutnya berdiri PC rakitan dengan spesifikasi dewa, monitor dua biji, dan lampu LED kelap-kelip. Di sinilah Brian menghabiskan sebagian besar waktunya, antara nge-game, coding iseng, atau sekadar Browse nggak jelas. Baginya, dunia digital seringkali lebih menarik daripada dunia nyata.
Malam itu, suasana di kamarnya agak berbeda. Brian tampak mengerutkan kening di depan salah satu monitor. Di sebelahnya, Bruno, abangnya yang beberapa tahun lebih tua dan punya tampang lebih "serius", terlihat frustrasi.
"Gila, Yan, error-nya nggak ketemu-ketemu!" keluh Bruno sambil mengacak rambutnya. "Padahal kelihatannya simpel, tapi kok ya bug-nya ngumpet terus!"
"Sabar dong, Bang," balas Brian, tapi matanya fokus ke barisan kode di layar. "Namanya juga software baru. Wajar kalau ada bug."
Mereka sedang mengerjakan aplikasi CRS. Itu proyek sampingan Bruno, dibantu Brian yang memang jago ngulik program. Idenya simpel: aplikasi curhat anonim dengan chatbot AI yang bisa diajak ngobrol. Mereka baru meluncurkannya seminggu ini, dan ternyata ada bug yang bikin aplikasinya under maintenance.
"Kita harus cek log pengguna deh, Yan. Siapa tahu ada pola yang aneh sebelum error," kata Bruno. "Ini kebetulan penggunanya belum banyak banget. Coba lo cek deh beberapa log yang aktif terakhir sebelum crash."
Brian mengangguk. Tugas yang membosankan, tapi ya mau bagaimana lagi. Dia mulai membuka panel admin dan menelusuri log chat pengguna. Sebagian besar isinya standar: "Gimana harimu?", "Aku lagi sedih nih", atau pertanyaan-pertanyaan umum. Brian scroll dengan cepat, matanya setengah terpejam.
Sampai ia berhenti di satu log yang lumayan panjang dan... aktif banget. Nama akunnya: Mela. Terus nama chatbot yang dipilih: Mr. X. Brian klik, penasaran. "Wah, ada juga yang niat curhat panjang gini," gumamnya.
Dia mulai membaca dari bawah (chat terbaru).
Mela: ...Brian yang nyebelin itu! Padahal aku nggak mau diantar sama dia! Dia bahkan lihat aku pura-pura jatuh! Terus dia bilang aku berat! Nyebelin kan?! Tapi kok ya dia mau nganterin aku sih?! Aku bingung deh sama dia! Dia tuh sebenernya niatnya apa sih?!
Brian membaca, dahinya berkerut. Tunggu. Brian? Siapa Brian? Ini kan chat sama AI... Dia scroll ke atas, ke chat sebelumnya.
Mela: ...Aku pingsan, malu banget di depan Amin, terus malah diantar pulang sama Brian! Brian yang nyebelin itu!
Scroll lagi.
Mela: ...Dia coret-coret mukaku pakai spidol permanen waktu aku ketiduran! Malu banget aku di depan Alex... eh, Amin! Pokoknya aku harus bales dia!
Scroll lagi, ke awal curhatan personal.
Mela: ...Ada cowok di sekolahku, sekaligus di komplek. Namanya Brian. Ya ampun, Mr. X, dia itu NYEBELIN BANGET! Super duper nyebelin!
Mela: ...tentang perasaanku di sekolah... Aku suka dia. Diam-diam banget... Nama dia... sebut saja Amin.
Brian berhenti membaca. Otaknya memproses. Mela... Brian... Alex (Amin)... insiden spidol permanen... pingsan di lapangan basket... diantar pulang naik motor... tinggal di komplek yang sama...
Brian menatap layar. Lalu menatap langit-langit kamarnya. Lalu kembali menatap layar, lebih dekat. Matanya melebar.
"Tunggu," gumamnya pelan. "Mela... Mel? Amel? Ini... ini AMEL?!"
Ia membaca lagi. Semua detailnya! Perang cat sepatu! Insiden perpustakaan! Pingsan habis panas-panasan! Diantar pulang sama Brian! Itu kan... itu semua kejadian sama gue!
Brian Pratama terdiam, terpaku di kursinya. Dia membaca curhatan Amel tentang dirinya (dan Alex). Amel, si kutu buku yang dia anggap aneh dan menyebalkan, ternyata punya dunia batin yang rumit. Dia mengagumi Alex setinggi langit, membencinya (Brian) sedalam palung, dan... entah bagaimana, di curhatan terakhir, dia mulai bingung dengan tindakan Brian yang menolongnya?
Brian nyaris tertawa keras membaca betapa Amel kesal dengan keusilannya, tapi kemudian dia juga membaca betapa tulusnya Amel mengagumi Alex. Dan membaca curhatan terakhir Amel, tentang rasa malunya pingsan dan terpaksa diantar pulang olehnya, ditambah kebingungannya kenapa Brian mau menolong... itu bukan sekadar komedi lagi. Itu adalah sisi Amel yang rentan, yang tidak pernah ia tunjukkan di dunia nyata.
Dia curhat ke AI... tentang gue... tentang Alex...
Sebuah ide gila melintas di benak Brian. Aplikasi ini masih baru, belum banyak pengguna. Jika dia mau... dia bisa...
Dia melirik log chat Amel lagi. Curhatan Amel terputus di tengah jalan, persis saat ia sedang menuangkan semua kebingungannya tentang Brian. Amel butuh jawaban. Amel butuh teman bicara. Dan entah bagaimana, takdir menempatkan Brian, orang yang paling sering jadi sumber kekesalan Amel, di posisi untuk menjadi teman bicara rahasia Amel.
Wajah Brian yang tadinya hanya menunjukkan keusilan, kini bercampur dengan rasa penasaran yang mendalam. Ada kilatan aneh di matanya. Dia tahu semua rahasia Amel. Dia tahu Amel suka Alex. Dia tahu Amel benci (tapi bingung dengan) dirinya. Dan Amel tidak tahu kalau dia tahu.
Mr. X... bukan robot biasa lagi, ya? pikir Brian, senyum misterius terukir di bibirnya.
Bruno yang sudah selesai dengan bagiannya menoleh. "Gimana, Yan? Ketemu bug-nya?"
Brian tersentak, buru-buru menutup jendela log chat. "Eh? Anu... Kayaknya... gue nemu sesuatu deh, Bang. Perlu dianalisis lebih lanjut."
"Oke deh kalau gitu," kata Bruno, lega adiknya menemukan petunjuk. "Lanjutin aja. Gue udah ngantuk."
Bruno pun meninggalkan Brian sendirian di kamarnya. Brian tidak langsung lanjut menganalisis kode. Ia kembali membuka log chat akun "Mela". Ia membaca lagi curhatan Amel, kali ini dengan perspektif yang sepenuhnya berbeda. Ia melihat betapa tulusnya Amel di balik layar, betapa rapuhnya dia, betapa lucunya dia saat panik atau kesal.
Dan di sanalah, di kamar yang remang-remang di depan monitor yang menyala, Brian membuat keputusan. Aplikasi CRS akan kembali online. Tapi untuk satu pengguna, akun "Mela", respons "Mr. X" tidak akan lagi datang dari AI murni. Itu akan datang darinya. Dari Brian Pratama.
Ini bukan lagi soal iseng. Ini bukan lagi soal pembalasan dendam. Ini... sesuatu yang baru. Sebuah permainan rahasia yang jauh lebih menarik. Sebuah cara untuk mengenal Amel lebih dalam, tanpa ia tahu. Sebuah cara untuk berada di dekatnya, di dunianya yang paling pribadi.
Brian tersenyum. Senyum itu bukan hanya usil, tapi ada sedikit... kehangatan dan rencana besar di dalamnya. Permainan antara kucing dan anjing baru saja naik level, dan kali ini, sang anjing memegang kendali atas percakapan rahasia sang kucing.
Tayang Setiap Hari pukul 12.00 WIB
#tripvianahagnese
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI